Menjadikan Polri Lebih Profesional, Independen, dan Humanis
›
Menjadikan Polri Lebih...
Iklan
Menjadikan Polri Lebih Profesional, Independen, dan Humanis
Tugas Kapolri baru nantinya tentu tidak akan mudah dan penuh tantangan di tengah ekspektasi yang tinggi atas Polri dan juga berbagai persoalan yang menghadang di depan.
Oleh
MIMIN DWI HARTONO
·4 menit baca
Presiden Joko Widodo telah mengajukan Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai calon tunggal Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) ke Dewan Perwakilan Rakyat pada Rabu, 13 Januari 2021.
Pada era digital dan keterbukaan informasi saat ini serta tantangan Polri yang semakin kompleks dan multidimensi, dibutuhkan sosok Kapolri yang tidak hanya kuat secara internal menjaga konsolidasi organisasi Polri, tetapi juga eksternal dalam menjalin hubungan dan kerja sama dengan lembaga lain serta masyarakat sipil.
Selain itu, tentunya Kapolri merupakan sosok yang independen dan mampu menjaga marwah Polri sebagai lembaga penegak hukum yang berada di garda terdepan. Untuk itu, publik perlu mengetahui dan mencermati visi dan misi calon Kapolri di dalam memimpin Polri ke depan.
Berdasarkan data pengaduan yang disampaikan masyarakat ke Komnas HAM, Polri adalah lembaga yang paling banyak diadukan selama beberapa tahun terakhir, terutama terkait dengan dugaan pelanggaran hak untuk memperoleh keadilan. Pada tahun 2020 terdapat 741 pengaduan terkait dengan Polri. Jika ditotal dari periode 2015 sampai 2020, terdapat 6.460 aduan terkait dengan Polri.
Besarnya pengaduan masyarakat atas Polri tersebut tidak lepas dari kewenangan dan otoritas yang sangat besar dan luas yang dipegang oleh Polri. Dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Polri memiliki 48 tugas dan wewenang. Belum lagi kewenangan-kewenangan lain yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang menambah deret tugas dan kewenangan Polri.
Tugas dan wewenang Polri di antaranya meliputi penegakan hukum, pemeliharaan keamanan, dan ketertiban masyarakat, serta pelayanan masyarakat. Kewenangan yang luas tersebut diduga sebagai faktor pemicu banyaknya pengaduan dugaan pelanggaran hak untuk memperoleh keadilan yang diterima Komnas HAM ataupun lembaga-lembaga pengawas lainnya. Kewenangan yang besar tanpa diimbangi dengan kapasitas, integritas, dan pengawasan dapat bermuara pada penyalahgunaan wewenang ataupun tindakan yang melanggar hukum dan HAM.
Materi yang diadukan oleh masyarakat ke Komnas HAM, selain persoalan administratif dan teknis, adalah terkait dengan dugaan pelanggaran due process of law. Di antaranya, berbagai dugaan yang meliputi penangkapan dan penahanan secara semena-mena, tersangka yang tidak disediakan pendamping hukum, penyelidikan/penyidikan yang diskriminatif, tindakan semena-mena atau kekerasan dalam proses pemeriksaan untuk mendapatkan pengakuan dari tersangka dan penggunaan kekuatan yang berlebihan dalam merespons aksi masyarakat.
Terpenuhinya hak untuk memperoleh keadilan adalah fondasi bagi terwujudnya masyarakat yang berbasis pada tatanan yang berdasarkan pada hukum (rule of law). Dalam bangunan rule of law, kepolisian adalah aktor penting dalam criminal justice system. Kepolisian berada di garda terdepan dalam criminal justice system, selain kejaksaan, advokat, pengadilan, Mahkamah Agung, dan lembaga pemasyarakatan yang berada di bawah kewenangan Kementerian Hukum dan HAM.
Untuk itu, Kapolri baru perlu mengoptimalkan sinergitas dengan lembaga penegak hukum lain agar ada kesepahaman dan integrasi penegakan hukum yang bermuara pada terpenuhinya rasa keadilan dan berperspektif pada keadilan restoratif.
Sebagai lembaga yang berada di hulu penanganan kasus pelanggaran hukum pidana, kepolisian dituntut profesional sehingga selektif dan berkualitas dalam menyelidiki/menyidik kasus berdasarkan pada fakta yuridis, sosiologis, dan memenuhi asas keadilan, bahkan dengan menggunakan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan. Jadi, bukan berdasarkan atas interpretasi hukum secara sepihak dan normatif sehingga bisa melanggar hak atas keadilan.
Kualitas dan akuntabilitas penegakan hukum dari awal yang diemban oleh Polri akan menentukan proses penegakan hukum selanjutnya hingga putusan pengadilan yang menjamin rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum. Polri memegang kewenangan dan tanggung jawab yang sangat besar untuk mewujudkan harapan masyarakat akan penegakan hukum yang berkualitas, profesional, dan akuntabel.
Dalam film ”American Hangman” yang baru ditayangkan di kanal HBO pada 11 Januari 2021, digambarkan bagaimana ketidakhati-hatian dan kurang profesionalnya polisi dalam menyidik kasus pembunuhan bermuara pada kesalahan hakim dalam menjatuhkan vonis pada orang yang tidak bersalah.
Pada akhirnya, dalam film tersebut, pelaku pembunuhan yang sebenarnya memakai cara sendiri untuk mencari keadilan karena dibayang-bayangi rasa bersalah melalui ”sidang tiruan” yang disiarkan langsung di internet. Film yang sangat menyentuh itu merefleksikan bagaimana peran awal dari penyidik kepolisian menjadi sangat penting dan strategis dalam pencarian keadilan.
Sebagai penegak hukum yang terdepan, polisi menjadi wajah dari negara dalam penegakan hukum sehingga baik dan buruknya hukum dari perspektif masyarakat akan dilihat dari bagaimana Polri berhadapan dengan masyarakat, khususnya ketika menjalankan tugas penyelidikan, penyidikan, dan menjaga ketertiban sosial. Polisi dituntut untuk humanis dan menjadi pelayan publik yang bersahabat dengan masyarakat dan melindungi hak-hak asasi manusia.
Tugas Kapolri baru nantinya tentu tidak akan mudah dan penuh dengan tantangan di tengah ekspektasi yang tinggi atas Polri dan juga berbagai persoalan yang menghadang di depan, di antaranya kasus kematian empat dari enam anggota laskar FPI pada 7 Desember 2020 yang berdasarkan penyelidikan Komnas HAM adalah pelanggaran HAM karena terindikasi terjadi pembunuhan di luar hukum (unlawful killing).
Semoga Kapolri pilihan presiden dan DPR akan mampu memenuhi harapan publik sebagai sosok yang mampu dan mau membuktikan dan merealisasikan program-program prioritas Polri sehingga tumbuh menjadi lembaga yang humanis, profesional, kredibel, dan menjunjung tinggi HAM.
(Mimin Dwi Hartono, Analis Kebijakan Ahli Madya Komnas HAM RI)