MK Diharapkan Menjadi Penyelesaian Akhir Sengketa Pemilu
Upaya meregistrasi perselisihan hasil Pilkada Kota Bandar Lampung diapresiasi banyak pihak. MK bisa menggali lagi perkara kepemiluan lebih substantif. Agar MK benar-benar jadi penyelesaian akhir sengketa proses pilkada.
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan Mahkamah Konstitusi atau MK untuk tetap meregistrasi perselisihan hasil Pilkada Kota Bandar Lampung diapresiasi. Pegiat pemilu berharap MK dapat menggali lagi perkara kepemiluan lebih substantif. Agar MK benar-benar menjadi arena penyelesaian akhir sengketa proses pemilu.
Seperti diketahui, pasangan calon Muhammad Yusuf Kohar dan Tulus Purnomo Wibowo mengajukan sengketa hasil pemilihan Wali Kota Bandar Lampung ke Mahkamah Konstitusi pada Jumat (18/12/2020).
Sementara itu, hingga Senin (18/1/2021), MK telah melakukan registrasi perkara sengketa hasil Pilkada 2020 yang masuk ke MK. Berdasarkan hasil pemantauan di situs resmi MK, ada 132 permohonan yang telah diregistrasi oleh MK. Adapun total permohonan yang masuk sebanyak 136 permohonan.
Baca juga: Pilkada Tuntas, Calon yang Kalah Ramai-ramai Menggugat ke MK
Peneliti Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Ihsan Maulana, mengatakan, pada 10 Januari lalu, pasangan Muhammad Yusuf Kohar-Tulus Purnomo Wibowo mencabut permohonannya di MK. Alasannya, karena keduanya potensial menang setelah pasangan yang meraih suara terbanyak, Eva Dwiana-Deddy Amarullah, dijatuhi sanksi diskualifikasi oleh Bawaslu Provinsi Lampung. Eva-Deddy dinilai terbukti melakukan pelanggaran administrasi pemilihan terstruktur, sistematis, dan masif. Saat ini, Eva-Deddy sedang menggugat keputusan Bawaslu Lampung tersebut ke Mahkamah Agung.
Meskipun perkara tersebut sudah dicabut, MK masih meregistrasi perkara tersebut. Di laman mkri.go.id, gugatan yang diajukan oleh Muhammad-Tulus itu teregistrasi dengan nomor perkara 25/PHP.KOT.XIX/2021.
”Meskipun perkara tersebut sudah dicabut, MK masih meregistrasi perkara tersebut. Di laman mkri.go.id, gugatan yang diajukan oleh Muhammad-Tulus itu teregistrasi dengan nomor perkara 25/PHP.KOT.XIX/2021.
Apa yang dilakukan oleh MK dengan tetap meregister permohonan tersebut patut diapresiasi. Pasalnya, dalam desain penegakan kepemiluan terdapat prinsip bahwa penyelesaian sengketa pemilu harus ada akhirnya, dan kewenangan penyelesaian akhir proses pemilu berada di MK,” kata Ihsan.
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan, perkara sengketa hasil Pilkada Kota Bandar Lampung tetap diregistrasi karena pada saat pencabutan permohonan, perkara sudah bergulir pada tahapan registrasi. Ketika perkara sudah masuk pada tahapan itu, pemohon tidak bisa asal mencabut permohonannya.
Apalagi, menurut Enny, permohonan dari pasangan Muhammad-Tulus tersebut masuk dari kanal daring. MK harus melakukan perapihan dan penyortiran perkara sehingga perkara yang masuk pada tahapan tertentu tetap harus diregistrasi.
”Jangan karena terjadi sesuatu hal yang politis, perkara kemudian dicabut. MK juga ingin menegaskan bahwa memohon perkara ke MK itu tidak bisa asal-asalan. Nanti, biarkan menjadi wilayah hakim untuk menilai perkara tersebut,” ujar Enny.
Enny mengatakan, dalam memeriksa perkara sengketa hasil Pilkada Bandar Lampung, MK bersifat independen dan imparsial. MK tidak terpengaruh oleh dinamika di luar. Dalam memproses perkara ini, MK juga memperhatikan aspek akses pada keadilan yang setara pada setiap pihak. MK pun menjamin dalam persidangan nantinya dapat ditegakkan keadilan yang substantif mengenai kepemiluan.
Konsekuensi hukum
Ihsan menjelaskan, karena perkara diskualifikasi Eva-Deddy sedang diproses di MA, ada dua kemungkinan yang akan dihadapi dalam persidangan di MK. Putusan dua pengadilan tertinggi itu diharapkan tidak saling bertentangan sebab putusan MA dan MK sama-sama bersifat final dan mengikat. Apabila putusan bertentangan, bisa ada benturan kepentingan yang dapat mengganggu proses penegakan hukum.
Apabila permohonan Eva-Deddy dikabulkan oleh MA, artinya keputusan diskualifikasi yang dilakukan oleh Bawaslu dibatalkan. KPU pun harus menindaklanjuti putusan itu dengan menetapkan kembali Eva-Deddy sebagai pasangan yang sah. Eva-Deddy juga bisa ditetapkan sebagai peraih suara terbanyak dalam pemilihan Wali Kota Bandar Lampung 2020.
”Kalau itu ditetapkan di sela-sela proses pemeriksaan di MA, persidangan bisa berjalan sebagaimana mestinya di MK. Karena, artinya MA mengembalikan posisi pemenang pada posisi semula,” ucap Ihsan.
Akan tetapi, jika MA menolak gugatan Eva-Deddy, dan mengukuhkan putusan Bawaslu Lampung, Eva tetap akan didiskualifikasi sebagai pasangan calon. Apabila Eva-Deddy didiskualifikasi, pemenang dalam Pemilihan Wali Kota Bandar Lampung adalah peraih suara terbanyak kedua. Padahal, peraih suara terbanyak kedua itu sedang menjadi pemohon perkara di MK.
”Kalau ini yang terjadi, akan muncul perdebatan lagi putusan mana yang akan ditindaklanjuti. Apalagi, kalau MK menilai bahwa putusan Bawaslu yang mendiskualifikasi Eva itu keliru. Ini akan menghadap-hadapkan dua putusan dari dua peradilan tertinggi,” kata Ihsan.
Akan tetapi, apabila terjadi hal yang demikian, sebenarnya bisa dikembalikan ke UU No 10/2016 tentang Pilkada. Putusan tentang sengketa hasil pilkada di MK bersifat final dan mengikat. KPU bisa saja memilih putusan MK sebagai putusan yang final dan mengikat. Namun, pilihan itu juga masih bisa diperkarakan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP).
”Harapannya MK dapat melihat pokok permasalahan pemilu yang ada di Bandar Lampung itu secara lebih dalam, terutama masalah pelanggaran TSM yang dilakukan pasangan Eva-Deddy,” ucap Ihsan.
Anggota Bawaslu Divisi Hukum, Fritz Edward Siregar, justru mempertanyakan mengapa perkara tersebut masih diregistrasi di MK sebab pemohon sebenarnya sudah mencabut permohonan itu. Namun, sebagai pihak yang akan dimintai keterangan oleh MK, Bawaslu akan memberikan keterangan selengkap-lengkapnya. Apabila ada temuan pelanggaran administrasi TSM, semua itu akan diungkap di persidangan di MK.
”Itu seharusnya tidak masuk perkara yang ditangani di MK sebab sudah dicabut oleh pemohon karena ada putusan Bawaslu yang mendiskualifikasi pasangan Eva-Deddy,” ujar Fritz.
Tak diregister
Sebanyak empat permohonan tidak diregister karena permohonan dicabut oleh pemohon. Empat permohonan yang telah dicabut itu adalah permohonan Pilkada Kota Magelang yang diajukan oleh pasangan Aji Setyawan-Windarti Agustina, Pilkada Kabupaten Kepulauan Aru yang diajukan oleh pasangan Timotius Kaidel-Lagani Karnaka, Pilkada Kabupaten Mamberamo Raya yang diajukan oleh pasangan Robby Wilson Rumansara-Lukas Jantje Puny, dan Pilkada Kabupaten Pegunungan Bintan yang diajukan oleh pasangan Costan Oktemka-Deki Deal.
Kode Inisiatif mencatat, sebanyak empat permohonan tidak diregister karena permohonan dicabut oleh pemohon. Empat permohonan yang telah dicabut itu adalah permohonan Pilkada Kota Magelang yang diajukan oleh pasangan Aji Setyawan-Windarti Agustina, Pilkada Kabupaten Kepulauan Aru yang diajukan pasangan Timotius Kaidel-Lagani Karnaka, Pilkada Kabupaten Mamberamo Raya yang diajukan pasangan Robby Wilson Rumansara-Lukas Jantje Puny, dan Pilkada Kabupaten Pegunungan Bintan yang diajukan oleh pasangan Costan Oktemka-Deki Deal.
Baca juga: Penyelesaian Sengketa Pilkada di MK
Sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh MK, setelah diregistrasi, MK akan mengirimkan permohonan kepada termohon dan membuka pendaftaran permohonan sebagai pihak terkait kepada pasangan yang memperoleh suara terbanyak pertama atau pasangan lain yang berkepentingan terhadap permohonan yang diajukan ke MK. Tahapan tersebut berlangsung pada 18-20 Januari. Sidang pemeriksaan pendahuluan baru akan dimulai pada 26 Januari nanti.