Ribuan Rumah Masih Terendam Banjir, Sidoarjo Nyatakan Tanggap Darurat
›
Ribuan Rumah Masih Terendam...
Iklan
Ribuan Rumah Masih Terendam Banjir, Sidoarjo Nyatakan Tanggap Darurat
Tiga desa di Sidoarjo masih terendam banjir setinggi hingga 80 sentimeter di permukiman warga. Untuk memaksimalkan penanganan, status kebencanaan dinaikkan dari Siaga menjadi Tanggap Darurat.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Hingga Selasa (19/1/2021), ribuan rumah di tiga desa di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, masih terendam banjir dengan ketinggian air hingga 80 sentimeter. Untuk memaksimalkan penanganan, pemerintah daerah menaikkan status kebencanaan dari Siaga menjadi Tanggap Darurat.
Tiga desa yang terendam banjir itu meliputi Desa Kedungbanteng, Banjarasri, dan Banjarpanji di Kecamatan Tanggulangin. Di Desa Kedungbanteng, banjir merendam permukiman warga di RT 002 hingga RT 008. Namun, kondisi terparah terjadi di RT 005 dengan ketinggian air di dalam rumah warga mencapai 80 sentimeter (cm).
Di Desa Banjarasri, banjir merendam permukiman warga mulai dari RT 002 sampai RT 012. Namun, kondisi terparah terjadi di RT 003 dan RT 004 karena ketinggian air di dalam rumah warga mencapai 60 cm. Sementara di Banjarpanji, banjir merendam permukiman warga di RT 001 hingga RT 008 dengan kondisi terparah di RT 003 dan 004. Ketinggian banjir di kawasan itu mencapai 45 cm.
Selain merendam permukiman warga, banjir juga menggenangi akses jalan utama di tiga desa tersebut dengan ketinggian 20 cm hingga 45 cm. Sejumlah fasilitas umum juga terdampak banjir, seperti mushala atau tempat ibadah serta lima sekolah, yakni SMPN 2 Tanggulangin, SDN Kedungbanteng, SDN Banjarasri, MI Darululum, dan TK Dharma Wanita.
Camat Tanggulangin Sabino Mariano mengatakan, jumlah rumah yang terdampak banjir di tiga desa itu mencapai ribuan. Tim BPBD Sidoarjo masih mendata jumlah warga terdampak. Pendataan memerlukan waktu lama karena luasnya area genangan banjir.
”Meski kondisi rumahnya terendam banjir, warga penyintas bencana di tiga desa memilih bertahan. Warga yang rumahnya sama sekali tidak bisa ditempati memilih tinggal di rumah sanak saudara,” ujar Sabino Mariano.
Untuk menangani banjir di tiga desa ini, telah digelar rapat koordinasi yang melibatkan instansi terkait, antara lain BPBD Sidoarjo, Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air Sidoarjo, dinas sosial, dinas kesehatan, kepala desa di tiga desa tersebut, Danramil Tanggulangin, serta Polsek Tanggulangin.
Tujuannya memadukan langkah yang dilakukan oleh tiap-tiap instansi untuk mempercepat penanganan. BPBD Sidoarjo, misalnya, saat ini sudah mengoperasikan 14 mesin pompa untuk menyedot air dari permukiman warga ke kolam retensi dan sungai-sungai. Permasalahannya, kondisi sungai-sungai tersebut juga penuh.
Banjir di tiga desa ini telah berlangsung selama musim hujan. Banjir sempat surut saat tidak terjadi hujan dalam rentang waktu lebih dari sepekan. Namun, banjir kembali datang saat hujan mengguyur deras selama lebih dari satu jam. Mitigasi telah dilakukan oleh pemda bersama warga, tetapi hasilnya belum optimal.
Sabino yang ditunjuk sebagai koordinator tanggap darurat bencana banjir di tiga desa ini menambahkan, selain terus-menerus mengoperasikan mesin pompa, pemda juga sudah menguruk seluruh area terdampak banjir sejak 25 Desember lalu. Luas lahan terdampak banjir yang berhasil diuruk di Kedungbanteng sebanyak 60 persen, sedangkan di Banjarasri 81 persen.
Penjabat Bupati Sidoarjo Hudiyono mengatakan, banjir di tiga desa itu seperti anomali. Alasannya, meski telah dilakukan pemompaan dan pengurukan, kondisi banjir tidak berkurang, justru semakin parah. Anggaran penanganan banjir juga sudah digelontorkan dengan nilai miliaran rupiah.
Alokasi anggaran itu, antara lain, untuk normalisasi dan penguatan tanggul Sungai Kedungpeluk di Kedungbanteng, normalisasi Kali Beran, pembangunan kolam retensi di Banjarpanji dan Banjarasri, serta pembuatan saluran air atau sodetan di Kedungbanteng.
Anggaran penanganan banjir juga sudah digelontorkan dengan nilai miliaran rupiah. (Hudiyono)
Kepala Pelaksana BPBD Sidoarjo Dwijo Prawito menambahkan, untuk membantu warga terdampak bencana, pihaknya menyediakan tandon air bersih dan mengisi tandon tersebut setiap hari sebanyak satu truk tangki untuk memenuhi kebutuhan satu desa. Artinya, ada pengiriman tiga truk tangki per hari di tiga desa tersebut.
Selain itu, telah dibangun sejumlah toilet komunal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di lokasi bencana. Dinas Sosial Sidoarjo juga telah membagikan paket bahan makanan sebanyak 759 paket dengan rincian 398 paket untuk warga Kedungbanteng dan 361 paket lainnya untuk warga Banjarasri.
Dinkes Sidoarjo melaporkan telah menggelar pengobatan gratis untuk warga penyintas bancana. Dalam rentang 7 Desember hingga 14 Januari lalu, misalnya, 536 penyintas telah mengakses layanan kesehatan. Mereka tidak hanya mengeluhkan penyakit akibat banjir, tetapi juga munculnya gangguan kecemasan.
Sementara itu, jalan nasional di Kecamatan Porong yang sejak Minggu lumpuh karena terendam banjir kini sudah bisa dilalui kendaraan. Jalan nasional itu kembali dibuka pada Senin malam setelah genangan banjir berhasil diatasi. Untuk menyedot genangan tersebut dikerahkan tujuh mesin pompa milik Pusat Penanggulangan Semburan Lumpur (PPSL) dan dua mesin pompa bantuan Tim Reaksi Cepat (TRC) Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas.
Banjir yang terjadi sejak Minggu malam itu terjadi akibat hujan deras yang mengguyur wilayah tersebut lebih dari tiga jam dan meluapnya Kali Ketapang.
Sebelumnya, ahli geologi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Amin Widodo, mengatakan, banjir di Porong disebabkan penurunan tanah yang signifikan setiap tahun sebagai dampak semburan lumpur Lapindo yang masih aktif.
Kondisi serupa terjadi di tiga desa di Tanggulangin dan dua desa lain di Kecamatan Porong. Selain terjadi penurunan tanah secara signifikan, kondisi tanah juga susah menyerap air sehingga jika terjadi genangan, butuh waktu lama untuk surut.
Kondisi tersebut diperparah oleh sungai-sungai yang mengalir di sekitarnya. Daya tampung sungai-sungai itu kurang maksimal akibat sedimentasi dan kurangnya pemeliharaan (Kompas.id, 18/1/2021).