Leicester City menambah penderitaan Chelsea di Stadion King Power. Situasi ini memaksa Manajer Chelsea Frank Lampard untuk kembali membicarakan nasib kariernya.
Oleh
D HERPIN DEWANTO PUTRO
·3 menit baca
LEICESTER, RABU — Krisis yang dialami Chelsea terus berlanjut ketika mereka dikalahkan Leicester City, 0-2, di Stadion King Power, Rabu (20/1/2021) pagi WIB. Kekalahan ini langsung membuat mereka jatuh ke peringkat ke-8 dengan 29 poin dan posisi Manajer Chelsea Frank Lampard makin tertekan.
Chelsea baru memenangi satu dari lima laga Liga Inggris terakhir mereka. Kemenangan itu pun merupakan kemenangan tipis saat melawan tim papan bawah Fulham, 1-0. Kini, Chelsea tertinggal 9 poin dari Leicester yang mengantongi 38 poin di puncak klasemen sementara.
Chelsea juga ditinggalkan oleh West Ham, yang pada malam yang sama naik ke posisi ketujuh setelah memetik tiga poin. ”The Hammers” mengalahkan West Bromwich Albion, 2-1, berkat gol Jarrod Bowen dan Michail Antonio.
Satu kemenangan, tiga kekalahan, dan satu hasil imbang dalam lima laga terakhir di Liga Inggris bukanlah laporan yang menyenangkan untuk disampaikan Lampard kepada manajemen klub. Apalagi, Chelsea sudah menghabiskan lebih dari 220 juta poundsterling (Rp 4,2 triliun) untuk berbelanja pemain dan memperkuat skuad untuk musim ini.
Lampard kemudian mengeluhkan sikap dan daya juang para pemainnya itu. ”Kami terlelap dan dikalahkan oleh tim yang lebih bagus. Pemain Leicester lebih tajam, lebih banyak berlari, dan menunjukkan kualitas. Mereka terlihat sebagai tim, sedangkan kami menjadi tim yang kehilangan bentuk,” katanya.
Leicester bahkan telah mencetak gol pertama melalui Wilfried Ndidi pada menit ke-6. Ia menembak dari luar kotak penalti dan bola sempat mengenai tiang gawang. Sebelum babak pertama usai, pada menit ke-41, Leicester menambah keunggulan menjadi 2-0 melalui gol James Maddison.
”Si Rubah” mampu menghancurkan Chelsea hanya dalam satu babak dan tetap tampil perkasa pada babak kedua. Padahal, Chelsea sudah mampu menguasai bola hingga 64,4 persen dan menembak sebanyak 9 kali, sedangkan Leicester menembak delapan kali.
Sudah menduga
Lampard kemudian mengatakan bahwa ia sudah menduga bakal mengalami masa-masa sulit seperti ini. Ia merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan manajer lainnya ketika gagal mengangkat performa tim dalam beberapa laga.
Namun, Lampard berada di bawah kendali pemilik Chelsea, Roman Abramovich, yang terkenal tidak sabar dan Chelsea dikenal sebagai klub yang kurang ramah terhadap manajer. Tuntutan sebagai manajer Chelsea menjadi sangat berat karena harus mampu menunjukkan perkembangan pesat dalam waktu singkat.
Kami terlelap dan dikalahkan oleh tim yang lebih bagus. Pemain Leicester lebih tajam, lebih banyak berlari, dan menunjukkan kualitas. Mereka terlihat sebagai tim, sedangkan kami menjadi tim yang kehilangan bentuk.
Lampard pun hanya bisa pasrah. ”Itu bukan keputusan saya. Ketika saya memegang jabatan ini, Anda pasti paham jika banyak hal yang berada di luar kendali saya,” kata Lampard, menyinggung soal langkah yang akan dilakukan Abramovich dan manajemen klub terhadap dirinya.
Seusai menelan kekalahan ini, Lampard masih mempunyai kesempatan untuk memperbaiki posisi mereka dengan meraih poin penuh pada laga-laga berikutnya. Mereka akan menghadapi Wolverhampton Wanderers yang juga sedang limbung dan kemudian menghadapi Burnley.
Kedua laga itu menjadi kesempatan terbaik bagi Chelsea untuk meraup poin karena seusai bertemu Burnley, mereka akan bertandang ke markas Tottenham Hotpsur. Lampard akan kembali bertarung melawan Manajer Spurs, Jose Mourinho, yang dulu menjadi pelatihnya.
Kegembiraan sesaat
Berbeda dengan Chelsea, Leicester kini sedang bergembira dan menikmati puncak klasemen. Para pemain Leicester juga paham bahwa ini bisa menjadi kegembiraan sesaat karena persaingan di papan atas masih sangat keras. Leicester masih bisa turun peringkat, tergantung dari hasil laga Manchester City melawan Aston Villa dan Fulham melawan Manchester United, Kamis (21/1/2021) pagi WIB.
Setidaknya kegembiraan sesaat ini langsung mendongkrak semangat dan kepercayaan diri tim. ”Sungguh menyenangkan saat berada di puncak klasemen walau mungkin hanya bertahan selama 24 jam. Namun, secara psikis ini sangat membantu kami yang sudah bekerja keras selama ini,” kata Maddison.
Leicester bisa kembali bermimpi untuk mengulang musim 2015-2016 yang bersejarah ketika mereka mampu menjuarai Liga Inggris untuk pertama kali. Mereka sekali lagi masih mempunyai modal untuk bisa membuat tim-tim besar Liga Inggris lainnya gigit jari pada musim ini. (AP/AFP/REUTERS)