Protokol kesehatan seharusnya bisa diberlakukan lebih tegas oleh otoritas kesehatan China, Januari 2020, sebelum Covid-19 menjalar ke negara lain.
Oleh
Luki Aulia
·5 menit baca
GENEVA, SELASA — Panel ahli bentukan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengkritik China dan negara-negara lain di dunia yang tidak bergerak lebih cepat untuk membendung Covid-19 kala kasus awal ditemukan. Panel ahli itu tidak menyebutkan secara spesifik negara mana saja. Bahkan, semestinya WHO menyatakan Covid-19 sebagai pandemi lebih cepat.
Dalam laporan panel ahli yang dipimpin mantan Presiden Liberia, Ellen Johnson Sirleaf, dan mantan Perdana Menteri Selandia Baru, Helen Clark, Senin (18/1/2021), disebutkan, dunia kehilangan kesempatan untuk mengadopsi protokol kesehatan sedini mungkin.
”Protokol kesehatan seharusnya bisa diberlakukan lebih tegas oleh otoritas kesehatan daerah dan nasional China, Januari 2020,” sebut laporan itu.
Namun, hal tersebut disanggah juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying. Akses keluar masuk Wuhan, kota di mana ditemukan kasus Covid-19 pertama pada manusia, langsung ditutup selang tiga pekan wabah terdeteksi.
”Sebagai negara pertama yang memberi peringatan epidemi ini ke seluruh dunia, China sudah membuat keputusan cepat dan tegas. Semua negara, tidak hanya China, tetapi juga Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan lainnya mestinya juga bergerak cepat,” kata Hua.
Laporan investigatif kantor berita Associated Press, Juni lalu, menemukan, WHO berulang kali meminta China membagi informasi penting soal Covid-19 dengan WHO, termasuk sekuens genetik virus baru. Namun, WHO hanya bisa meminta karena tidak memiliki kekuatan penegakan hukum.
Otoritas WHO
Sirleaf mengatakan, terserah pada dunia apakah mereka mau merombak WHO untuk memberikan otoritas yang lebih besar dalam menangani pandemi. Namun, ia mengingatkan WHO juga terbelenggu karena kekurangan dana.
”Intinya, WHO tidak memiliki kekuatan untuk memaksakan apa pun. WHO hanya bisa meminta untuk diajak terlibat dalam menangani pandemi,” ujarnya
Pekan lalu, tim panel ahli ilmuwan dari sejumlah negara yang dipimpin WHO tiba di Wuhan untuk meneliti asal muasal hewan yang diduga menyebarkan Covid-19. Proses masuk ke Wuhan membutuhkan waktu sampai berbulan-bulan karena China tak kunjung memberikan izin penyelidikan.
Panel ahli itu juga menemukan bukti kasus-kasus Covid-19 pada akhir Januari di negara-negara lain yang memperkuat kesimpulan bahwa seharusnya ada upaya menahan penyebaran virus sedini mungkin tetapi tidak dilakukan. Mereka juga mempertanyakan mengapa WHO tidak segera menyatakan darurat kesehatan publik global sejak dini.
Komite Darurat WHO baru mulai rapat pada 22 Januari 2020, tetapi tidak menyatakan Covid-19 sebagai pandemi dan darurat internasional. Barulah satu pekan kemudian, WHO menyatakan Covid-19 sebagai kondisi darurat internasional.
”Yang masih jadi tanda tanya, apakah kondisinya akan berbeda jika saja WHO menyatakan ini sebagai pandemi lebih awal,” sebut laporan panel itu.
WHO baru menyatakan Covid-19 sebagai pandemi pada 11 Maret, beberapa pekan setelah virus itu mulai menyebar ke sejumlah negara. Ketika Covid-19 mulai menyebar ke mana-mana, tim ahli WHO masih bersilang pendapat seberapa menular Covid-19. Waktu itu WHO menyatakan virus itu tidak menular seperti halnya flu dan orang tanpa gejala juga tidak akan menyebarkan virus.
Namun, para ilmuwan kemudian menyimpulkan Covid-19 menular justru lebih cepat ketimbang flu dan orang yang tidak terlihat sakit juga bisa menularkan. Karena kelambanan penanganan pandemi ini, WHO dikecam kiri kanan. Bahkan, Presiden AS Donald Trump pernah menuding WHO bekerja sama dengan China menutupi Covid-19.
WHO lalu tunduk pada tekanan internasional pada tahun lalu dan membentuk panel independen untuk kesiapsiagaan dan respons pandemi. WHO menunjuk Sirleaf dan Clark memimpin panel ahli.
Kita mendapat warisan banyak persoalan. Pandemi ini masih saja memburuk dan yang bisa kita lakukan hanya mencoba mengendalikannya.
Pada bulan lalu, dikabarkan ada penulis laporan WHO pada penanganan pandemi di Italia yang laporannya tidak jadi dipublikasikan. Ia mengaku sudah memperingatkan atasan-atasannya sejak Mei 2020 bahwa akan semakin banyak jatuh korban akibat pandemi dan reputasi WHO akan rusak jika WHO membiarkan politik membatalkan laporan itu.
Kelabakan
Negara semaju AS saja masih kurang cepat menangani pandemi hingga kasus Covid-19 melonjak cepat dan 400.000 orang tewas. Presiden AS terpilih, Joe Biden, mau tak mau harus melanjutkan pekerjaan rumah Trump yang menumpuk.
”Kita mendapat warisan banyak persoalan. Pandemi ini masih saja memburuk dan yang bisa kita lakukan hanya mencoba mengendalikannya,” kata Kepala Staf Gedung Putih pilihan Biden, Ron Klain.
Biden sudah membentuk tim ilmuwan dan para ahli rantai pasokan vaksin untuk segera menggenjot tes dan vaksinasi serta memperbaiki penanganan pandemi di tingkat pemerintah federal.
Biden akan membuat penanganan pandemi tersentralisasi ke Gedung Putih. Pemerintahan AS yang baru berharap bisa membangun kembali kepercayaan rakyat pada pemerintah dengan menetapkan target-target yang jelas.
Biden akan mengadopsi pendekatan atas ke bawah dalam menangani pandemi dan memperbanyak tes dan vaksinasi. Pemerintah federal akan langsung turun tangan ke negara-negara bagian untuk mempercepat proses ini.
Hal ini berbeda dengan Trump yang menyerahkan penanganan pandemi ke setiap negara bagian dan kota sampai ke urusan distribusi logistik yang pelik.
Selain akan mewajibkan penggunaan masker, Biden juga akan mempercepat vaksinasi dengan 100 juta dosis selama 100 hari kepemimpinannya.
”Penanganan Biden harus disiplin, realistis, dan metodologis. Ini tantangam permainan kebijakan jangka panjang. Politik harus didasarkan pada sains. Kalau penanganannya benar, mestinya tidak kacau seperti sekarang,” kata Guru Besar Sejarah di University of Princeton, AS, Julian Zelizer.
Michelle Cantu, yang memimpin upaya penanganan penyakit menular dan imunisasi di Asosiasi Nasional Tim Medis Kabupaten dan Kota, menilai ratusan ribu vaksin selama 100 hari masih memungkinkan untuk dilakukan, tetapi tetap dibutuhkan banyak koordinasi.
Biden sudah meminta kongres menyediakan anggaran untuk menambah 100.000 tenaga medis untuk vaksinasi. Percepatan vaksinasi sudah mulai terlihat dengan 900.000 orang yang divaksin setiap hari.
Namun, Asosiasi Rumah Sakit Amerika memperkirakan dibutuhkan lebih dari 1,8 vaksinasi per hari jika hendak mencapai target ”kekebalan kelompok” pada musim panas mendatang.
”Yang harus dilakukan adalah membangun infrastruktur kesehatan masyarakat yang siap untuk melakukan vaksinasi massal. Ini yang belum ada,” kata Direktur Pendidikan Vaksin di Rumah Sakit Anak Philadelphia Paul Offit. (REUTERS/AFP/AP/LUK)