Enam Jam, Merapi Luncurkan 3 Kali Awan Panas dan 47 Kali Lava Pijar
›
Enam Jam, Merapi Luncurkan 3...
Iklan
Enam Jam, Merapi Luncurkan 3 Kali Awan Panas dan 47 Kali Lava Pijar
Selama enam jam, Rabu pagi ini, Merapi tercatat meluncurkan tiga kali awan panas guguran dan 47 kali guguran lava pijar. Konten gas di dalam magma kecil sehingga magma meleleh (elusif) saja, tidak meledak (eksplosif).
Oleh
HARIS FIRDAUS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sejak 4 Januari lalu, Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terus mengalami erupsi dengan mengeluarkan awan panas guguran dan guguran lava pijar. Bahkan, pada Rabu (20/1/2021) dini hari hingga pagi, Merapi tercatat meluncurkan tiga kali awan panas guguran dan 47 kali guguran lava pijar dalam tempo enam jam.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), awan panas guguran di Merapi terjadi pada Rabu pukul 00.59, 05.12, dan 05.35. Awan panas tersebut tercatat di seismogram dengan amplitudo 13 milimeter (mm) hingga 21 mm serta durasi 116 detik hingga 198 detik. Sementara jarak luncur awan panas 700 meter hingga 1,2 kilometer (km) ke arah barat daya.
BPPTKG juga menyatakan, pada Rabu pukul 00.00-06.00, teramati adanya 47 kali guguran lava pijar di Gunung Merapi. Guguran lava pijar yang dikeluarkan Merapi pada periode tersebut memiliki jarak luncur maksimal 1 km ke arah barat daya.
Dengan keluarnya tiga kali awan panas pada Rabu ini, Gunung Merapi telah mengeluarkan awan panas guguran 13 kali sejak erupsi pada 4 Januari lalu. Awan panas itu mulai muncul pada 7 Januari 2021 atau tiga hari setelah Gunung Merapi mengalami fase erupsi. Hingga sekarang, jarak luncur terjauh awan panas guguran Merapi selama erupsi tahun 2021 adalah 1,8 km.
Adapun jarak luncur guguran lava pijar yang dikeluarkan Gunung Merapi paling jauh sekitar 1,5 km. Selama fase erupsi saat ini, awan panas dan guguran lava pijar yang meluncur dari Merapi mengarah ke sisi barat daya. Dengan kondisi tersebut, jarak luncur awan panas dan lava pijar itu masih berada dalam radius bahaya yang ditetapkan BPPTKG, yakni 5 km ke arah selatan-barat daya.
Gunung Merapi telah mengeluarkan awan panas guguran 13 kali sejak erupsi pada 4 Januari lalu.
Kepala BPPTKG Hanik Humaida mengatakan, erupsi yang terjadi di Gunung Merapi merupakan erupsi efusif. Pada erupsi efusif, magma dari dalam tubuh Gunung Merapi keluar secara perlahan dan dalam bentuk lelehan sehingga tidak disertai ledakan. Erupsi semacam ini berbeda dengan erupsi eksplosif atau disertai ledakan seperti yang terjadi di Merapi pada 2010.
”Faktor yang memengaruhi terjadinya erupsi efusif adalah konten gas di dalam magma itu kecil sehingga magma menuju ke permukaan dengan meleleh saja,” ujar Hanik.
Kegempaan menurun
Hanik menambahkan, sejak 12 Januari 2021, aktivitas seismik atau kegempaan di Gunung Merapi telah menurun signifikan. Hal ini ditandai denganpenurunan intensitas gempa vulkanik dangkal dan gempa fase banyak. Gempa vulkanik dangkal yang sebelumnya lebih dari 40 kali dalam sehari menurun drastis menjadi kurang dari 10 kali sehari.
Sementara itu, gempa fase banyak yang sebelumnya lebih dari 100 kali per hari menurun menjadi kurang dari 50 kali per hari. Pada Jumat (15/1/2021), jumlah gempa vulkanik dangkal naik menjadi 17 kali per hari dan gempa fase banyak juga naik menjadi 74 kali dalam sehari.
Akan tetapi, kenaikan kegempaan tersebut ternyata tidak berlanjut. Bahkan, pada Selasa (19/12/2021), Merapi hanya mengalami 6 kali gempa fase banyak dan sama sekali tak mengalami gempa vulkanik dangkal.
Selain kegempaan yang menurun, proses deformasi atau perubahan bentuk pada tubuh Gunung Merapi juga mengalami penurunan signifikan. Penurunan deformasi itu terlihat dari menurunnya laju pemendekan jarak tunjam berdasarkan pengukuran jarak elektronik (electronic distance measurement/EDM) dari pos pemantauan Merapi di wilayah Babadan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Pemendekan jarak tunjam itu menunjukkan terjadinya deformasi berupa penggembungan atau inflasi di tubuh Gunung Merapi yang menjadi indikasi adanya magma yang naik menuju ke permukaan. Semakin besar pemendekan jarak, semakin besar pula penggembungan yang terjadi.
Berdasarkan data BPPTKG, beberapa hari menjelang dimulainya fase erupsi pada 4 Januari 2021, pemendekan jarak tunjam di Gunung Merapi 21 sentimeter (cm) per hari. Sementara selama beberapa hari terakhir, rata-rata laju deformasi telah menurun menjadi 1 cm per hari.
Faktor yang memengaruhi terjadinya erupsi efusif adalah konten gas di dalam magma itu kecil sehingga magma menuju ke permukaan dengan meleleh saja. (Hanik Humaida)
Hanik memaparkan, penurunan aktivitas kegempaan dan deformasi itu terjadi karena menurunnya pergerakan magma di dalam tubuh Gunung Merapi. Hal ini karena magma yang sebelumnya berada di dalam tubuh Gunung Merapi telah sampai ke permukaan. Sebagian magma itu kemudian keluar dan menghasilkan guguran lava pijar dan awan panas guguran.
”Sekarang magma sudah ada di permukaan dan sudah terjadi ekstrusi (keluarnya magma di permukaan). Maka sekarang yang menjadi indikator adalah guguran lava pijar dan awan panas,” tutur Hanik.
Potensi bahaya
Dengan kondisi saat ini, Hanik menyatakan, potensi bahaya akibat guguran lava dan awan panas mengarah ke sektor selatan-barat daya yang meliputi wilayah Sungai Kuning, Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Sungai Putih sejauh maksimal 5 km dari puncak. Meski begitu, BPPTKG juga mengingatkan, lontaran material vulkanik jika terjadi letusan eksplosif bisa menjangkau area 3 km dari puncak.
Hanik mengatakan, jarak luncur awan panas yang dikeluarkan Gunung Merapi saat ini masih tergolong pendek karena jarak maksimalnya baru 1,8 km. Meski begitu, masyarakat harus tetap meningkatkan kesiapsiagaan. ”Awan panas dengan jarak luncur 1,8 km itu masih dalam kategori kecil. Meski demikian, kita harus tetap waspada,” katanya.
Hanik menambahkan, hingga Selasa, volume kubah lava yang ada di puncak Gunung Merapi sekitar 85.000 meter kubik dengan laju pertumbuhan sekitar 8.000 meter kubik per hari. Dia menyebutkan, jika melihat sejarah erupsi Gunung Merapi, laju pertumbuhan kubah lava saat ini masih tergolong kecil.
”Ini adalah pertumbuhan kubah lava yang termasuk rendah. Pada tahun 2006, pertumbuhan kubah lava di Merapi 70.000 meter kubik per hari,” ungkap Hanik.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman Joko Supriyanto mengatakan, sesuai dengan rekomendasi BPPTKG, daerah bahaya di Sleman berada di sekitar Sungai Krasak dan Sungai Boyong. Namun, dia menyebutkan, saat ini tidak ada permukiman warga di Sleman yang masuk dalam radius bahaya yang telah ditetapkan BPPTKG.
Hal ini karena permukiman warga di Sleman yang berada di sisi selatan-barat daya Merapi berjarak lebih dari 5 km dari puncak. Joko mengatakan, permukiman warga di sisi selatan-barat daya Merapi itu paling dekat berjarak 6,5 km dari puncak Gunung Merapi. ”Permukiman terdekat di daerah Sungai Boyong itu jaraknya 6,5 km sampai 7 km dari puncak,” ujarnya.
Dengan kondisi tersebut, Joko menyatakan, warga yang tinggal di sekitar Sungai Krasak dan Sungai Boyong di Sleman belum perlu untuk mengungsi. Meski begitu, BPBD Sleman telah menyiapkan barak-barak pengungsian di wilayah tersebut untuk mengantisipasi kemungkinan perluasan radius bahaya oleh BPPTKG.