Mensos: Perlu Perbaikan Infrastruktur untuk Cegah Banjir dan Longsor di Manado
›
Mensos: Perlu Perbaikan...
Iklan
Mensos: Perlu Perbaikan Infrastruktur untuk Cegah Banjir dan Longsor di Manado
Menteri Sosial Tri Rismaharini mengusulkan pengadaan pintu air dan pompa untuk mencegah banjir di Manado. Ia juga menyarankan pembangunan rumah susun untuk merelokasi warga yang tinggal di area rawan longsor.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Menteri Sosial Tri Rismaharini mengusulkan pengadaan pintu air dan pompa untuk mencegah banjir di Manado, Sulawesi Utara. Ia juga menyarankan pembangunan rumah susun untuk merelokasi warga yang tinggal di area rawan longsor.
Hal ini diungkapkan Risma dalam kunjungan kerja ke Manado, Rabu (20/1/2021), tiga hari setelah banjir dan longsor melanda kota. Ia mengunjungi kampung yang nyaris selalu banjir di Kelurahan Ternate Tanjung, lokasi tanah longsor yang menewaskan dua orang di Malalayang Satu Barat, dan Desa Buloh, Kabupaten Minahasa, yang juga dilanda banjir rob.
Sedikitnya enam orang meninggal di Manado akibat tanah longsor, sementara diperkirakan ratusan hingga ribuan rumah terdampak banjir Manado dan daerah pesisir kabupaten sekitar. Di Ternate Tanjung, misalnya, setidaknya 35 keluarga mengungsi ke Masjid Darul Arqam pada Minggu (17/1/2021), tetapi sudah kembali ke rumah masing-masing.
Menurut Risma, banjir yang terjadi beberapa hari lalu di Manado disebabkan oleh hujan deras yang bersamaan dengan air laut pasang yang mengakibatkan rob. Permasalahan sosial yang ditimbulkan banjir berulang di Manado dapat diminimalkan dengan perbaikan infrastruktur.
”Saat air laut rob, air hujan tidak bisa keluar. Ke depan, harus ada pintu air untuk menahan air dari laut masuk, sedangkan air dari atas (hujan) yang membuat banjir dikeluarkan dengan pompa,” ujar Risma.
Permasalahan sosial yang ditimbulkan banjir berulang di Manado dapat diminimalkan dengan perbaikan infrastruktur. (Tri Rismaharini)
Ia juga mengatakan, warga yang tinggal di daerah rawan longsor, terutama di bawah perbukitan, harus direlokasi. Sebab, dinding-dinding bukit tersebut tidak dibuat terasering. Tanggul penahan tebing yang telah didirikan, seperti di Malalayang Satu Barat, akhirnya roboh juga. Rumah susun adalah solusi yang ditawarkan Risma.
”Masyarakat harus dipindah karena struktur tanah sudah tidak memungkinkan (untuk menahan risiko longsor). Makanya, tadi ada usulan membuat rumah susun untuk relokasi. Saya akan buat laporan ke Presiden (Joko Widodo) untuk penanganan banjir (adalah), pompa, pintu air, dan rumah susun,” tuturnya.
Mantan Wali Kota Surabaya itu mengakui, perbaikan area tangkapan di hulu Sungai Tondano sangat diperlukan. ”Kita harus bersahabat dengan alam. Tetapi tidak bisa menunggu itu (penghijauan di hulu untuk mencegah banjir dan longsor), harus ada penyelesaian (di kota),” kata Risma.
Meski sudah hampir tidak ada pengungsi saat Risma berkunjung, Kementerian Sosial tetap menyalurkan bantuan berupa bahan makanan siap saji dan makanan anak-anak, velbed, dan peralatan dapur. Peralatan itu disimpan di pusat pengungsian warga. Adapun keluarga korban tewas akibat longsor mendapatkan santunan.
Sementara itu, Wali Kota Manado Vicky Lumentut mengatakan, curah hujan tinggi dan laut pasang sulit diprediksi. Ia berharap pemerintah pusat dapat menindaklanjuti usulan pengadaan pintu air, pompa pencegah banjir, dan rumah susun yang diwacanakan dalam kunjungan Risma.
Pintu air itu bisa dibangun di Sungai Jengki di dekat Pasar Bersehati Manado sehingga saat hujan lebat bertepatan dengan air laut pasang banjir dapat dikendalikan. ”Tetapi, biayanya besar. Karena itu, kami minta bantuan Bu Menteri untuk mengusulkan ke Menteri PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) untuk membangunnya,” kata Vicky.
Pemkot Manado juga akan mendata warga di daerah rawan longsor untuk persiapan relokasi. Vicky sadar, relokasi rawan gagal karena warga akan lebih suka kembali ke kediaman lamanya karena lebih mendukung mata pencaharian mereka. Karena itu, rumah susun akan dibangun di tempat yang dekat permukiman awal warga.
”Kami akan bangun di sekitar Sungai Tondano, seperti di Kelurahan Dendengan Luar. Di situ kami punya lahan 3.000-4.000 meter persegi, akan kami gunakan untuk membangun rumah susun. Jadi, kami titipkan (kepada pemerintah pusat) untuk membangun rumah susun agar bisa relokasi,” ujar Vicky.
Terkait tanggul penahan tebing yang roboh di Malalayang Satu Barat dan merusak rumah hingga menewaskan dua orang, Vicky mengatakan hal itu dikarenakan air merembes ke tanah di tebing. Tanggul pun tak dapat menahan tanah yang berat karena air.
Tanggul itu baru selesai dibangun pada akhir Desember 2020 dengan dana APBD Manado Rp 390,4 juta. Pembangunan dimulai pada 8 September 2020. Vicky tidak berkomentar banyak soal kerobohan tanggul itu. ”Itu masalah teknis, coba tanya ke Dinas Pekerjaan Umum),” ujarnya.
Tanggul itu baru selesai dibangun pada akhir Desember 2020 dengan dana APBD Manado Rp 390,4 juta.
Di daerah rawan banjir lainnya, warga telah selesai membersihkan rumah dari lumpur dan banjir pada hari Minggu setelah banjir surut, seperti di Kelurahan Komo Luar. Vivi (42), salah satu warga, mengatakan, air setinggi 80-100 sentimeter karena Sungai Tondano di belakang rumahnya tak mampu menampung debit hujan.
Kelurahan Komo Luar masih rawan banjir karena tanggul sungai belum dibangun oleh pemerintah. Pembebasan lahan sempadan sungai belum juga selesai. Sempadan sungai yang telah dibebaskan berada di seberang Komo Luar, yaitu di sisi Kampung Karame.
Rudi (43), warga lainnya, mengatakan sebagian dari rumahnya telah dibebaskan sepanjang 15 meter. Namun, tanggul tak dibangun karena rumah-rumah lainnya di tepi sungai belum dapat dibebaskan. ”Mungkin pemerintah kekurangan dana. Sementara ini kami mengungsi di lantai atas masjid kalau banjir,” ujarnya.