Puluhan orang masih mengungsi akibat banjir dan longsor di Halmahera, Maluku Utara. Mereka menempati tenda yang dibangun pemerintah.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
TOBELO, KOMPAS — Setelah tiga hari mengungsi, sebagian besar warga yang terdampak banjir dan longsor di Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara, pulang ke rumah mereka pada Rabu (20/1/2021). Sementara itu, 50 keluarga yang mengalami kerusakan rumah akibat bencana itu masih tetap mengungsi di tenda darurat yang disiapkan pemerintah.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Halmahera Utara Abner Manery yang dihubungi dari Ambon, Maluku, pada Rabu, mengatakan, pengungsi dimaksud kebanyakan berada di Desa Roko, Kecamatan Galela Barat. Jumlah pengungsi 1.437 orang.
”Hari ini, sebagian besar korban banjir dan longsor sudah pulang, hanya tinggal sekitar 50 keluarga. Mereka yang rumahnya hanyut dan rusak. Kami siapkan tenda khusus untuk mereka sambil menunggu perbaikan dan pembangunan rumah darurat setelah selesai masa tanggap darurat nanti,” kata Abner.
Di Desa Roko, lebih dari 50 rumah rusak berat dan dua rumah hanyut dibawa air. Banjir dan longsor dipicu hujan deras pada Minggu lalu. Berkaca pada pengalaman mengalami banjir hampir setiap tahun, warga setempat sudah tahu cara penyelamatan diri. Karena itu, tak ada korban jiwa yang meninggal dalam peristiwa tersebut.
Banjir dan longsor menerjang 16 desa pada empat kecamatan, yakni Galela Selatan, Galela Barat, Kao Barat, dan Loloda Utara. Di sana terdapat 1.542 kepala keluarga dengan 6.983 jiwa di dalamnya. Total kerusakan material 80 unit rumah rusak berat dan 90 rumah tergenag. Terbanyak di Desa Roko.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, banjir terjadi lantaran meluapnya Sungai Tiabo, sungai terbesar yang membela daerah itu. Daerah itu merupakan langanan banjir, tetapi belakangan semakin parah akibat alihfungsi lahan yang masif. Banyak hutan di daerah itu gundul akibat penebangan yang tidak terkendali.
Banyak hutan di daerah itu gundul akibat penebangan yang tidak terkendali.
Berdasarkan hitungan sementara, lanjut Yudhihart, kerugian yang akibat bencana tersebut Rp 9,85 miliar. Kerugian terbesar adalah rusaknya tanaman komoditas, seperti kelapa, pala, cengkeh, dan kakao serta hilangnya ternak milik warga. Kerugian lainnya adalah bangunan. Kerugian itu di luar jembatan yang putus (Kompas.id 19/1/2021).
Abner menambahkan, pada Selasa kemarin, Menteri Sosial Tri Rismaharini meninjau lokasi banjir di daerah itu dan memberi sejumlah bantuan, termasuk uang tunai Rp 1 miliar. Kepada pemerintah daerah setempat, Risma minta agar mereka mengutamakan penanganan korban dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan Covid-19.
Sementara itu, PT Pertamina (Persero) dalam siaran pers yang diterima Kompas menyebutkan, pihaknya menyalurkan bantuan kepada korban banjir. Bantuan itu meliputi 200 liter minyak tanah, sembako berupa beras, gula, tepung, telur, mi instan, sarden kaleng, teh, susu anak, pembalut wanita, dan popok bayi untuk anak.
Bantuan telah diserahkan ke pos komando bencana. Bantuan bertujuan meringankan beban masyarakat. Hal ini selaras dengan peran Pertamina sebagai agen pembangunan negara. Dalam hal ini, respons bantuan bencana alam merupakan bagian dari tugas Pertamina selain tugas pokoknya mendistribusikan energi hingga ke pelosok negeri.