Ketika digitalisasi semakin merebak, maka perubahan radikal mutlak diperlukan. BI telah memulainya dengan peluncuran BSPI 2025 dan sukses menerbitkan PBI SP yang transformatif.
Oleh
KRISTIANUS PRAMUDITO ISYUNANDA
·4 menit baca
Ekonomi dan keuangan digital (EKD) bertumbuh semakin pesat. Upaya mewujudkan EKD tentu tidak terlepas dari digitalisasi sistem pembayaran (SP). SP sebagai sarana penyaluran dana untuk perputaran ekonomi harus bertransformasi. Bank Indonesia (BI) terus mendorong tercapainya SP modern berbasis digital guna menjawab kebutuhan di era digital yang semakin kompleks dan mendesak. Mengingat pentingnya peran SP bagi ekosistem EKD, modernisasi SP tentunya harus menjamin capaian keseimbangan antara kebaruan inovasi dan mitigasi risiko.
BI menerbitkan Peraturan BI No 22/23/PBI/2020 tentang Sistem Pembayaran (PBI SP). Munculnya aturan ini merupakan wujud nyata langkah BI menuju SP modern sebagai tindak lanjut dari peluncuran cetak biru (blueprint) SP Indonesia (BSPI) 2025. Reformasi pengaturan diarahkan untuk menata kembali struktur industri SP dan memayungi ekosistem SP Indonesia secara menyeluruh di tengah pesatnya digitalisasi.
Reorientasi pendekatan
Perubahan signifikan bermula pada transformasi pendekatan, yang semula berdasarkan kelembagaan menjadi berorientasi pada aktivitas dan risiko. Dengan transformasi tersebut, BI dapat semakin memastikan bahwa bagi pelaku industri SP yang memiliki aktivitas dan risiko yang sama, berlaku aturan yang sama (level playing field). Cara ini akan mendorong kompetisi usaha yang sehat dan semakin meningkatkan integritas SP serta aspek perlindungan konsumen.
Reformasi juga mendorong kebijakan SP semakin mengarah pada pengaturan yang mengedepankan prinsip (principle-based regulation). Kerangka pengaturan baru yang diterapkan dapat dinilai paling ideal di tengah inovasi dan perkembangan teknologi pembayaran yang sangat cepat. Pengaturan semakin fleksibel terhadap kebaruan dinamika, namun di sisi lain tetap memitigasi risiko secara memadai.
Reklasifikasi aktivitas SP
PBI SP merupakan peraturan induk yang memayungi keseluruhan bisnis SP dengan menu pengaturan yang komprehensif. Pengaturan mencakup access policy dan ketentuan perizinan, aktivitas pembayaran, termasuk perlindungan konsumen dan pengelolaan data/informasi, pengawasan, hingga exit policy berupa pencabutan izin atau penetapan. PBI SP juga melindungi kepentingan nasional secara memadai, di antaranya melalui penerapan ambang batas kuantitatif kontrol pihak asing dalam bisnis SP.
PBI SP mereklasifikasi aktivitas SP yang berdampak pada penyesuaian access policy dan dan penyelenggaraan aktivitas, serta penyempurnaan mitigasi risiko sistemik. Pembagian baru jenis penyelenggara SP berdasarkan aktivitasnya terdiri atas penyedia jasa pembayaran (PJP), penyelenggara infrastruktur SP (PIP), dan penyelenggara penunjang. Masing-masing memiliki peran dan kewajiban tertentu dalam mewujudkan ekosistem SP yang aman, lancar, dan efisien. Pengategorian ulang ini dapat dinilai sangat futuristis (forward-looking) dan sesuai dengan dinamika perubahan industri yang cepat.
Peran SRO
PBI SP juga mendorong peran optimal self-regulatory organization (SRO). SRO diarahkan untuk berfungsi menyusun dan menetapkan ketentuan SP yang bersifat teknis dan mikro berdasarkan persetujuan BI. Pendelegasian kewenangan pengaturan kepada SRO akan semakin mendekatkan BI sebagai regulator dengan pelaku industri SP.
SRO berpotensi mendongkrak atensi dan koordinasi efektif antarpelaku industri SP dengan semakin terorganisasi secara baik. SRO juga dapat mendorong inovasi melalui penyediaan pedoman terperinci di antara para pelaku dan di saat yang sama meningkatkan integritas SP dengan menerapkan disiplin pasar bagi pelaku SP. Kita dapat berkaca dari kesuksesan penerapan konsep SRO yang telah diterapkan di kancah pasar modal.
Risiko sistemik dan inovasi
Kecanggihan teknologi SP tidak otomatis menjamin bahwa sistem tersebut terbebas dari risiko sistemik. Sebaliknya, reformasi pembayaran justru cenderung meningkatkan kerentanan sistemik. Kebaruan teknologi keuangan dapat dilihat sebagai fenomena sistemik, yang harus dipahami secara mendalam agar kestabilan makroekonomi tetap terjaga.
PBI SP memberikan perhatian mendalam atas risiko sistemik dalam SP. PJP dan PIP yang memenuhi kriteria tertentu dapat digolongkan oleh BI dalam kategori pelaku yang memiliki dampak sistemik dan kemudian berlaku rezim aturan khusus untuk memitigasi risiko sistemik. Di samping pengelolaan risiko, PBI SP juga memberikan ruang yang luas bagi inovasi, antara lain melalui sarana uji coba berupa laboratorium inovasi, serta sandbox pengaturan dan industri.
Ke depan, kita dapat mengharapkan kemunculan dobrakan-dobrakan lainnya.
Menuju SP modern
Ketika digitalisasi semakin merebak, maka perubahan radikal mutlak diperlukan. BI telah memulainya dengan peluncuran BSPI 2025 dan sukses menerbitkan PBI SP yang transformatif. Langkah ini membuktikan bahwa BI semakin siap dan tangkas dalam membangun SP yang mendukung ekosistem EKD dan kemajuan ekonomi.
Ke depan, kita dapat mengharapkan kemunculan dobrakan-dobrakan lainnya. Sinergi antarotoritas dan dukungan legislasi, seperti finalisasi rancangan undang-undang perlindungan data pribadi serta reformasi hukum lainnya, misalnya pemisahan rezim kepailitan dana berkaitan dengan SP, akan mendukung kepastian langkah Indonesia menuju SP yang semakin modern.
(Kristianus Pramudito Isyunanda, Asisten Penasihat Hukum di Departemen Hukum, Bank Indonesia, Lulus Program Master of Laws dari Cornell University)