Sejumlah indikator pemulihan ekonomi diyakini berlanjut pada tahun 2021. Ada tantangan yang mesti dihadapi bersama terkait penanganan pandemi. Tahun ini bisa jadi titik awal mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.
Oleh
Agnes Theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tahun 2021 diyakini bisa menjadi titik awal mengakselerasi pemulihan ekonomi Indonesia. Namun, setelah terkontraksi akibat pandemi Covid-19, pemulihan ekonomi tidak akan terjadi secara instan. Ada tantangan menekan kasus Covid-19 dan memastikan efektivitas vaksinasi yang mesti dihadapi bersama.
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 4,5-5,5 persen tahun 2021. Sejumlah indikator perbaikan yang tampak mulai triwulan III-2020 memberi keyakinan bahwa tren pemulihan dapat berlanjut tahun ini.
Perbaikan itu, antara lain, tecermin dari Indeks Manufaktur (PMI) yang pada Desember 2020 mencapai 51,3 atau berada di level ekspansi, arus impor barang modal dan bahan baku yang meningkat beberapa bulan terakhir, serta Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang meningkat dari 79 pada Oktober 2020 jadi 92 pada November 2020.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meyakini, target pertumbuhan ekonomi bisa tercapai meski pertumbuhan pada triwulan I-2021 diprediksi akan lebih rendah dibandingkan kondisi tahun 2019. Hal itu karena pemerintah harus menerapkan pembatasan sosial lagi untuk menata ulang strategi penanganan pandemi di tengah peningkatan kasus.
”Mobilitas harus direm sedikit, kegiatan dibatasi, untuk mencegah peningkatan kasus. Fakta menunjukkan, setiap ada libur, kenaikan kasus bisa sampai 30 persen. Pembatasan kegiatan ini jadi momentum bagi pemerintah untuk reorganisasi,” kata Airlangga, Selasa (19/1/2021), dalam diskusi ”Let’s Collaborate, Rising in Pandemic Era” dalam rangkaian Kompas100 CEO Forum 2021 yang puncaknya akan digelar pada Kamis (21/1/2021).
Hadir dalam diskusi daring itu, antara lain, CEO Kompas Gramedia Lilik Oetama, Guru Besar Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tjandra Yoga Aditama, Direktur Utama PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk Ririek Adriansyah, Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja, Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra, Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk Agung Budi Waskito, Presiden Direktur Kalbe Farma Vidjongtius, Direktur Utama PT Pegadaian (Persero) Kuswiyoto, dan Co-founder Traveloka Albert.
Meski harus menginjak rem pada awal tahun, Airlangga meyakini, tahun 2021 akan menjadi titik balik perekonomian Indonesia. ”Kita perhatikan dari berbagai indikator, kurvanya membaik. Waktu satu tahun itu masih panjang. Ekonomi tahun ini diperkirakan akan lebih baik, meski lebih rendah dibandingkan kondisi pada triwulan I tahun 2019,” katanya.
Program vaksinasi yang efektif pun diyakini akan menjadi penentu perubahan (game changer) bagi pemulihan ekonomi nasional. Airlangga menegaskan, negara mampu untuk membiayai keseluruhan program vaksinasi gratis bagi masyarakat.
Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk pengadaan vaksin Covid-19 sebanyak Rp 18 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2021. Namun, anggaran itu akan ditambah karena menurut penghitungan pemerintah dibutuhkan Rp 73 triliun untuk membiayai program vaksinasi.
Tambahan anggaran akan berasal dari berbagai sumber. Selain Rp 18 triliun yang sudah dialokasikan dalam APBN 2021, ada pula tambahan dari sisa anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2020 yang belum terpakai.
”Vaksinasi bukan masalah anggaran. Anggaran pemerintah sebesar Rp 73 triliun itu ada, tersedia. Pemerintah Indonesia punya uang, karena dari sisa anggaran tahun kemarin (2020) saja dana yang tidak terpakai sekitar Rp 234 triliun, dan dari Kementerian Kesehatan masih ada sisa sekitar Rp 47 triliun,” kata Airlangga.
Ia mengatakan, pemerintah telah menyiapkan 426,8 juta dosis vaksin untuk diberikan kepada 182 juta rakyat Indonesia untuk mencapai skenario kekebalan kelompok (herd immunity). Kebutuhan itu akan dipenuhi lewat pengadaan vaksin dari Sinovac, Novavax, Covax/Gavi, AstraZeneca, Pfizer, dan Moderna.
Rasa percaya
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra mengatakan, rasa percaya harus dibangun bersama oleh pemerintah dan swasta. Pengetatan protokol kesehatan dan program vaksinasi yang efektif tidak bisa ditawar demi memberi rasa aman dan percaya pada masyarakat.
”Meski Kementerian Perhubungan membolehkan pesawat diisi 100 persen, kami tetap lakukan pembatasan jarak. Sebab, rasa percaya itu berkaitan dengan persepsi. Kami sangat menyarankan pemerintah untuk lebih agresif dan berani, tidak melakukan pembiaran terhadap orang-orang yang memutarbalikkan isu soal vaksinasi,” kata Irfan.
Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja mengatakan, perusahaan dan pemerintah dapat bekerja sama memaksimalkan vaksinasi untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Ia mengusulkan perusahaan swasta dilibatkan untuk mendistribusikan vaksin kepada karyawan yang memiliki daya beli untuk menggerakkan ekonomi.
”Semakin cepat vaksin diserap oleh masyarakat, semakin cepat pula masyarakat bisa beraktivitas dan perputaran ekonomi juga semakin cepat,” kata Jahja.
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan agar swasta dilibatkan dalam proses impor dan distribusi vaksin. Keikutsertaan pengusaha itu disebut untuk meringankan beban anggaran pemerintah sekaligus mempercepat proses vaksinasi dan mengakselerasi pemulihan ekonomi.
Akan tetapi, usulan itu dikhawatirkan bisa mengganggu strategi pengendalian pandemi lewat skenario kekebalan kelompok (herdimmunity) serta menyebabkan harga vaksin melonjak di pasaran dan menambah kesenjangan sosial di masyarakat (Kompas,19/1/2021).
Tidak instan
Guru Besar Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia Tjandra Yoga Aditama mengatakan, ada banyak faktor yang akan memengaruhi keberhasilan vaksinasi dan pemulihan ekonomi. Hal itu antara lain mutasi virus yang kini memunculkan berbagai varian baru di sejumlah negara serta ketidakpastian terkait durasi daya tahan vaksin di dalam tubuh.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sendiri memperkirakan, kekebalan kelompok di dunia tidak akan sontak tercapai pada 2021. ”Berhubung vaksin ini penelitiannya baru selesai di bulan November-Desember 2020, kita belum tahu berapa lama vaksin akan bertahan di dalam tubuh. Itu akan membuat situasi vaksin masih mungkin bergeser,” katanya.
Ia juga mengingatkan, vaksinasi tidak bisa berdiri sendiri. Keberhasilan penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi tergantung pada penguatan strategi protokol kesehatan serta pengetesan dan pelacakan yang dilakukan secara bersamaan.
”Tidak bisa hanya menguatkan vaksinasi, tidak bisa hanya menguatkan protokol 3M, tidak bisa hanya menguatkan 3T atau pengobatan. Semua mesti berjalan bersama-sama secara maksimal,” kata Tjandra.