Joe Biden, Anak Scranton ke Washington
Biden pernah berpikir menghentikan karier politik karena istrinya meninggal. Ia meneruskan perjalanan politiknya sampai mencapai puncak dengan dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat.
Selama 30 detik, Joe Biden berusaha menahan emosinya. Ia gagal. Air matanya menitik dari mata kanan, suaranya bergetar dan terpaksa menjeda pidato di bandara New Castle di Delaware, Selasa (19/1/2021) pagi.
Setelah mata kanan, ganti mata kirinya menitik. Awalnya Biden berusaha menghentikan aliran itu. Belakangan, sampai pidato 6 menit 29 detiknya rampung, air dari mata kirinya terus mengalir. Kala pidato selesai, ia berusaha terlihat tegar walau air matanya terus mengalir. ”Jill meminta saya tidak emosional, saya suami Jill,” kata Biden untuk menunjukkan ketegaran selepas pidato.
Baca juga: AS Tetap Lunak ke Israel dan Keras ke China
Ia dan keluarganya berkumpul bersama sejumlah warga Delaware, negara bagian tempat Biden tinggal sejak 1953, untuk acara pelepasan. Biden menuju Washington untuk dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat pada Rabu (20/1/2021). Ia menjadi pemeluk Katolik kedua, setelah John F Kennedy, yang dilantik menjadi Presiden AS.
Ia menitikkan air mata karena terharu sekaligus sedih. Gedung tempat acara pelepasan dinamai sesuai mendiang putranya, Joseph Biden III alias Beau, yang meninggal karena kanker pada 2015. ”Seharusnya kita mengenalkan dia sebagai presiden,” kata Biden mengenang putra yang pernah jadi Jaksa Agung Delaware itu.
Militer AS dan Pemerintah Delaware memutuskan menamai gedung itu sebagai Joseph R. Biden National Guard Reserve Center. Berbeda dengan Biden, dua anaknya pernah ikut wajib militer. Beau di Angkatan Darat, Hunter di Angkatan Laut. Bahkan, Beau pernah bertugas di Irak dan berpangkat mayor. Sementara Biden dibebaskan dari wajib militer karena asma, penyakit yang menggambarkan kembali kesulitan hidup Biden.
Bangkrut
Kesulitan membayangi Biden di tahun awal kehidupannya. Ia gagap waktu kecil sehingga pernah merasa rendah diri. Ayahnya bangkrut sehingga Biden kecil harus tinggal di rumah kakeknya selama beberapa waktu.
Baca juga: Semakin Retaknya Rumah Demokrasi, Peringatan Keras bagi AS
Karena tidak kunjung mendapat pekerjaan di Scranton, kota kelahiran Biden di Pennsylvania, keluarganya pindah ke Wilmington kala Biden berusia 11 tahun. Selama kampanye pemilu 2020, Biden terus menyampaikan fakta bahwa ia bagian dari kelas pekerja dan kelas menengah AS karena lahir dan besar di Scranton yang merupakan lingkungan kelas pekerja. Narasi itu untuk membedakan dirinya dengan Donald Trump, Presiden ke-45 AS yang lahir, besar, dan bekerja di lingkungan kelas atas di Manhattan, New York.
Kehidupan kelas pekerja tidak lepas dari keluarga Biden meski sudah pindah ke Wilmington. Memang, di kota dekat Sungai Delaware itu kehidupan keluarga Biden mulai membaik walau tetap pas-pasan. Setidaknya, Biden dan saudara-saudaranya bisa sekolah. Bahkan, Biden bisa lulus pascasarjana. Pendidikan yang menjadi bekalnya untuk berkarier sebagai pengacara lalu politisi.
Biden resmi menjadi politisi pada usia 27 tahun kala berkampanye untuk menjadi calon anggota DPRD New Castle pada pemilu 1970. Ia menang dan dilantik menjadi anggota DPRD pada Januari 1971. Semasa jadi anggota DPRD, ia, antara lain, menolak pembangunan jalan tol di Wilmington.
Baca juga: Pelibatan Kembali AS di Asia pada Era Biden Beri Harapan pada Indonesia
Keberpihakan Biden pada transportasi umum kembali ditunjukkan kala ia memutuskan meningkatkan karier politik. Dari politisi kabupaten, ia ikut pemilu untuk jadi senator AS pada 1972. Nyaris tanpa modal dan harus menghadapi petahana dari Republikan, Caleb Boggs.
Status petahana membuat tidak ada satu pun politisi Demokrat mau menantang Boggs. Hanya Biden, politisi muda dan baru merintis karier, yang nekat menantang Boggs. Kenekatan yang membuatnya tidak perlu menghabiskan energi untuk seleksi calon senator dari Demokrat.
Untuk menantang Boggs, Biden dibantu keluarganya berkampanye dari rumah ke rumah. Strategi itu bisa dilakukan karena daerah pemilihan tempat Biden ikut pemilu relatif kecil. Selain transportasi umum, ia juga mengangkat isu persamaan hak, penarikan pasukan AS dari Vietnam, hingga layanan kesehatan.
Ia menang dan tinggal menunggu hari pelantikan kala musibah datang. Istri pertama Biden, Neila Hunter, dan tiga anak mereka kecelakaan pada 18 Desember 1972. Mobil yang dikemudikan Neila ditabrak truk sehingga Neila dan Naomi, anak pertama Biden, tewas. Sementara Beau dan Hunter patah tulang.
Baca juga: Meraba Politik Luar Negeri AS Era Biden
Musibah itu membuat Biden sempat meragukan keimanannya. Pemeluk Katolik yang selalu ke gereja setiap akhir pekan itu merasa hidup tidak adil.
Ia juga berpikir untuk tidak melanjutkan karier politiknya. Ketua Fraksi Demokrat di Senat AS kala itu, Mike Mansfeld, membujuknya untuk terus jadi politisi. Rayuan Mansfield berhasil dan Biden tetap jadi senator sejak 1973 sampai 2009.
Setiap hari bekerja selama 36 tahun menjadi senator, Biden bolak-balik Wilmington-Washington dengan kereta. Pagi berangkat, pulang malam untuk menemani Beau dan Hunter. Biden tetap jadi warga Delaware sekaligus jadi senator untuk negara bagian itu sampai Januari 2009.
Biden berhenti jadi senator pada pekan ketiga Januari 2009, beberapa hari sebelum dilantik menjadi Wakil Presiden AS. ”Dua belas tahun lalu, saya menanti kereta dari Wilmington yang akan mengantarkan saya ke Washington dan menemui pria kulit hitam (Obama) kala kami disumpah menjadi Presiden dan Wakil Presiden AS. Kini, kita di sini, saya dan keluarga, akan kembali ke Washington untuk menemui perempuan kulit hitam keturunan Asia Selatan (Kamala Harris), untuk disumpah menjadi Presiden dan Wakil Presiden AS,” tuturnya dalam pidato pelepasan di New Castle.
Kulit hitam
Momen penting dalam kehidupan Biden beberapa kali berhubungan dengan tokoh kulit hitam. Ia menjadi wapres untuk presiden kulit hitam pertama AS. Kini, ia didampingi perempuan kulit hitam pertama yang jadi wapres.
Baca juga: Kamala, Putri Chennai yang Membawa Harapan
Dalam pidato di acara pelepasan, ia mengenang kerusuhan yang melanda Wilmington, salah satu kota di Kabupaten New Castle dan tempat ia tinggal sejak berusia 11 tahun. Kala itu, seperti banyak tempat di AS, Wilmington ricuh setelah Martin Luther King, tokoh kulit hitam yang mengampanyekan kesetaraan hak seluruh warga AS, tewas pada April 1968.
Kematian King dan kerusuhan itu terjadi menjelang Biden menyelesaikan kuliah hukum di Syracuse University yang terletak dekat perbatasan AS-Kanada. ”Saya pulang kampung setelah kuliah hukum, ke kabupaten kita dan kala itu sangat kelam. Dr King dibunuh, Wilmington membara. Garda Nasional berpatroli di jalan dan kerusuhan itu menginspirasi saya menjadi pengacara warga, langkah yang tidak pernah saya duga akan menuju ke perjalanan yang mustahil,” tuturnya.
Perjalanan hidup Biden memang kerap diwarnai kemustahilan jika diukur dengan menurut anggapan umum. Ia menjadi pengacara dan politisi, pekerjaan yang membutuhkan kefasihan berbicara. Padahal, ia gagap waktu kecil.
Baca juga: Washington DC Tegang Menjelang Pelantikan Biden
Biden mengakui kegagapan itu dalam berbagai kesempatan. Seorang anak dari New Hampshire, Brayden Harrington, mengaku bangga dan terinspirasi setelah berbicara dengan Biden, beberapa waktu lalu. Harrington tidak lagi rendah diri karena gagap setelah berbicara dengan Biden yang mengaku pernah jadi anak yang gagap.
Selama kuliah, Biden pun bukan mahasiswa cemerlang. Ia di peringkat ke-76 dari 85 mahasiswa hukum Syracuse University yang lulus pada 1968. Meski demikian, ia jadi pengacara di Wilmington sejak 1969 lalu menjadi anggota DPRD New Castle pada 1971. Kariernya terus melonjak dan mencapai puncak pada Rabu, 20 Januari 2021, kala ia dilantik sebagai Presiden AS. (AP/AFP/REUTERS/RAZ)