Pemenuhan kebutuhan vaksin untuk vaksinasi hewan di Indonesia masih melalui impor. Padahal, ketidaksesuaian galur virus dan vaksin kadang kala menyebabkan kegagalan vaksinasi.
Oleh
ALBERTUS SUBUR TJAHJONO
·3 menit baca
Pemenuhan kebutuhan vaksin untuk vaksinasi hewan di Indonesia masih melalui impor. Padahal, ketidaksesuaian galur virus dan vaksin kadang kala menyebabkan kegagalan vaksinasi. Salah satu upaya merintis vaksin lokal, antara lain, dilakukan Dr drh Muhammad Munawaroh melalui penelitiannya.
Muhammad Munawaroh menyelesaikan ujian disertasi doktornya di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga (FKH Unair) Surabaya, Kamis (21/1/2021), secara daring. Penelitiannya berjudul ”Karakterisasi Fragmen Gen VP1 Pada Feline Panleukopenia Virus (FPV)”. Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) itu dinyatakan lulus oleh ketua tim penguji Prof Dr drh Mirni Lamid.
Penelitiannya juga telah dipublikasikan di jurnal Systematic Review in Pharmacy edisi November-Desember 2020. Judulnya ”Karakterisasi Isolat Lokal Protein Gen Viral Panleukopenia sebagai Kandidat Vaksin”. Selain Munawaroh, peneliti lainnya adalah Mohammad Sukmanadi dan Fedik Abdul Rantam dari FKH Unair dan Aulanni’am dari FKH Universitas Brawijaya, Malang.
Dalam ringkasan disertasinya, Munawaroh menyebutkan, panleukopenia kucing (feline panleukopenia) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan Feline Panleukopenia Virus (FPV). Infeksi FPV ini lebih dominan menginfeksi kucing di sejumlah negara. Di Indonesia, kasus infeksi FPV dilaporkan di wilayah Jakarta, tetapi untuk beberapa wilayah lain di Indonesia masih belum banyak dilaporkan.
Panleukopenia adalah penyakit menular nonzoonosis yang menyerang kucing pada semua umur dan memiliki angka kematian yang tinggi, yaitu 75 persen. Angka kesakitan dan kematian tertinggi terjadi pada kucing berusia 1 bulan hingga 12 bulan. FPV bisa menyebabkan infeksi sistemik pada kucing. Infeksi pada usus paling umum pada anak kucing.
Gejala yang umumnya muncul adalah depresi dan tidak mau makan, muntah, dan mencret berdarah yang menyebabkan demam dan dehidrasi.
”Beberapa upaya sudah dilakukan, salah satunya dengan vaksinasi, tetapi masih terdapat kasus-kasus FPV. Ketidaksesuaian strain vaksin dan virus yang menginfeksi diduga menjadi salah satu penyebab ketidakberhasilan penggunaan vaksin,” kata Munawaroh.
Ketidaksesuaian ini karena ada perubahan sekuens pada region-region gen yang mengode protein pada FPV. Perubahan sekuens atau mutasi ini dapat menyebabkan perubahan pada asam amino dan peptida pada region-region yang mengalami mutasi. Mutasi yang sering terjadi, yaitu pada region gen VP1.
Region pada gen VP1 ini adalah gen yang berperan penting dalam proses infeksi pada sel. Regio gen VP1 menjadi penting untuk diteliti karena peran dan fungsi yang sangat berpengaruh besar pada FPV.
Penelitian ini dilakukan untuk melakukan karakterisasi fragmen dari gen VP1, adanya mutasi atau adanya variasi genetik dan menganalisis gen VP1 virus panleukopenia yang menginfeksi pada kucing di Rumah Sakit Hewan FKH UB, Malang.
Metode pada penelitian ini menggunakan tes cepat FPV untuk seleksi sampel yang positif terinfeksi terhadap FPV. Sampel diperoleh dengan ulas pada dubur kucing. Ekstraksi DNA dilakukan pada sampel untuk selanjutnya diteliti di Selangor, Malaysia.
Hasil penelitian Munawaroh menunjukkan, frekuensi kasus FPV di RSH-UB Malang adalah 14,3 persen pada kucing jantan dan 2,85 persen pada kucing betina. Dari sisi usia, infeksi FPV pada kucing usia 0-12 bulan sebesar 11 persen dan pada kucing berusia lebih dari satu tahun sebesar 6 persen.
Hasil analisis menunjukkan, ternyata VP1 mempunyai peranan dalam infeksi sel karena yang berperanan dalam penempelan pada reseptor di sel. Pada skuens gen VP1, ditemukan perubahan sekuens nukelotida pada sampel V3–V8 pada lokasi C5T, A95G, dan A173G.
”VP1 dimungkinkan dapat dikembangkan sebagai vaksin subunit terhadap infeksi FPV di Indonesia,” tulis Munawaroh dalam penelitiannya.
Ketua III PB PDHI Drh drh Bonifasius Suli Teruli menambahkan, memang hasil penelitian ini menjadi lecutan kolaborasi peneliti dengan industri untuk pembuatan alat uji deteksi infeksi virus panleukopendia dan monitor hasil vaksinasi yang telah diberikan.
”Di samping isolat lokal tersebut juga bisa dimanfaatkan untuk pengembangan vaksin di dalam negeri,” kata Suli.