Penyebaran Covid-19 semakin sulit ditelusuri riwayat kontak penderita untuk memutus rantai penularan penyakit tersebut. Hal itu disebabkan penularannya telah memasuki populasi umum.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penularan Covid-19 di Indonesia sudah pada tingkat komunitas lebih luas sehingga makin sulit dikendalikan dan diputus rantai penularannya. Sejumlah bencana alam yang terjadi di banyak daerah dikhawatirkan bakal memicu ledakan kasus baru.
Laporan Satuan Tugas Penanganan Covid-19, terjadi penambahan 12.568 kasus baru pada Rabu (20/1/2021) sehingga totalnya menjadi 939.948 kasus yang tersebar di 510 kabupaten/kota di seluruh provinsi Indonesia. Hingga saat ini, hanya terdapat 14 kabupaten/kota yang belum melaporkan adanya kasus Covid-19.
Selain terjadi percepatan penambahan kasus, saat ini juga terjadi peningkatan jumlah kematian per hari. Pada November 2020, jumlah korban jiwa 3.076 orang dan pada Desember 2020 menjadi 5.193 orang.
Memasuki dasarian ke-2 di Januari 2021, korban jiwa telah mencapai 4.791 orang. Dengan penambahan korban jiwa per hari rata-rata di atas 250 orang, jumlah korban jiwa pada Januari 2021 diperkirakan bakal mencapai rekor tertinggi.
”Penularan Covid-19 di Indonesia sudah di level komunitas yang sudah sulit dilacak klusternya. Ibaratnya lahan luas yang terbakar ilalangnya, untuk mengendalikannya akan sangat sulit,” kata epidemiolog Indonesia di Griffith University Dicky Budiman.
Penularan Covid-19 di Indonesia sudah di level komunitas yang sudah sulit dilacak klusternya.
Meluasnya penularan Covid-19 di komunitas ini terjadi karena kegagalan melakukan pembatasan mobilitas dan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Selain itu, kluster-kluster yang ditemukan tidak segera diisolasi dan diputus rantai penularannya.
Satu-satunya jalan yang masih bisa dilakukan saat ini adalah melakukan pembatasan mobilitas yang sangat ketat dan serentak. Hal ini harus dikombinasikan dengan pemeriksaan yang masif dan pelacakan seluruh suspek yang memiliki riwayat kontak.
”Tes masif dan pelacakan kontak ini terbukti juga berhasil dilakukan di India sehingga saat ini jumlah kasusnya terus menunjukkan penuranan,” kata Dicky.
Saat menghadapi puncak gelombang penularan Covid-19 sekitar September-November 2020, India melakukan pemeriksaan terhadap 1 juta orang per hari. Jumlah ini sangat jauh jika dibandingkan dengan kemampuan tes di Indonesia yang dalam sehari rata-rata masih di bawah 50 orang per hari.
Dicky mengatakan, rata-rata rasio kasus positif kita yang dalam sepekan terakhir mencapai 27,8 persen menunjukkan sangat kurangnya jumlah pemeriksaan. Ini juga menjadi indikasi kuat tingkat penularan tidak terkendali.
”Dengan tingginya penularan di komunitas, kita perlu mengkhawatirkan munculnya varian baru Covid-19 dari Indonesia. Jika itu terjadi, ini bakal mempersulit upaya penanganan,” katanya.
Daerah bencana
Sekalipun saat ini sebaran kasus dan korban jiwa terutama masih terjadi di Pulau Jawa, tanpa ada pembatasan yang ketat antarpulau, penularan di luar Jawa secara bertahap akan membesar. ”Kita juga perlu mewaspadai penularan di daerah yang mengalami bencana alam,” ujarnya.
Dicky menjelaskan, sejak September 2020, Kementerian Kesehatan mengeluarkan pedoman pengungsian selama pandemi. Namun, hal itu dikhawatirkan tidak diterapkan. Jika itu terjadi, risiko penularan di lokasi bencana amat besar, terutama karena ada mobilitas bantuan dan warga dari Jakarta ke daerah bencana ini.
Tri Maharani, dokter emergensi yang menjadi sukarelawan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di Majene, mengatakan, penerapan protokol kesehatan sulit diterapkan di lokasi bencana gempa. ”Banyak masyarakat belum memakai masker. Ketersediaan masker dan hand sanitizer juga sangat terbatas di sini,” ujarnya.
Selain kebutuhan masker untuk masyarakat, saat ini juga dibutuhkan masker dan alat perlindungan diri untuk para tenaga kesehatan yang menjadi sukarelawan tanggap darurat. ”Saya juga masih melihat banyak warga berkumpul dalam satu tenda besar sehingga sangat rentan terjadi penualran Covid-19,” katanya.