Perubahan di Penggilingan, ”Laboratorium” Kampung Tangguh Jaya
›
Perubahan di Penggilingan,...
Iklan
Perubahan di Penggilingan, ”Laboratorium” Kampung Tangguh Jaya
Pembiasaan pengetesan, pelacakan, dan perawatan atau 3T penting. Apalagi sejumlah warga masih enggan ikut tes Covid-19.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program Kampung Tangguh Jaya di Jakarta dan sekitarnya dirancang untuk membuat warga kian terbiasa dengan protokol kesehatan yang dikenal sebagai 3M atau memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan demi memutus mata rantai penularan Covid-19. Selain itu, warga dibuat akrab dengan pengetesan, pelacakan, dan perawatan atau 3T.
Langkah-langkah baru itu dinilai penting, seiring masih banyaknya warga enggan ikut tes Covid-19 karena takut hasilnya terkonfirmasi positif, seperti terjadi di RT 017 RW 005 Kelurahan Penggilingan, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. RT tersebut dicanangkan sebagai salah satu rintisan Kampung Tangguh Jaya (KTJ) pada 8 Desember 2020.
Salah seorang penggerak KTJ RT 017 RW 005 Penggilingan Komalawaty atau Mala (48) mengatakan, di awal program, tim kesehatan dari Kepolisian Daerah Metro Jaya datang menggelar tes cepat Covid-19 bagi warga. Sejumlah warga takut. ”Misalnya dia positif, dia bingung orang yang di rumah siapa yang ngurusin kalau sampai dibawa (ke tempat isolasi atau perawatan),” ucapnya di Jakarta Timur, Kamis (21/1/2021).
Kedisiplinan warga RT 017 untuk memakai masker berangsur meningkat setelah Kampung Tangguh Jaya dibentuk.
Kekhawatiran itu masuk akal karena terdapat anggota keluarga yang masih bergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan, misalnya karena masih kecil atau lanjut usia. Warga pegiat KTJ pun meyakinkan mereka bahwa segala kebutuhan hidup selama isolasi mandiri jika memang positif Covid-19 terjamin.
Hal itu pun dibuktikan. Dalam tes pada awal program KTJ di RT 017, ada satu kluster penularan keluarga yang terdeteksi. Dari 8 anggota keluarga, 7 di antaranya positif dengan 2 orang dirawat di Wisma Atlet Kemayoran Jakarta Pusat, sedangkan 5 menjalani isolasi mandiri di rumah.
Warga penggerak KTJ lainnya, Widodo (46), menuturkan, keluarga yang isolasi mandiri tersebut dilarang keluar rumah selama dua pekan. Tetangga akan mengadu jika mereka sampai nekat keluar. Bahan makanan dan kebutuhan lain senantiasa disuplai dari berbagai sumber, baik dari RT, RW, maupun Satuan Tugas Penanganan Covid-19.
Langkah itu membuat warga tidak takut lagi ikut tes cepat selanjutnya. Bahkan, akhirnya tidak semua peminat terlayani karena jumlah alat tidak sebanding. Peminat tidak hanya dari RT 017, tetapi juga dari RT-RT lain di RW 005. ”Ada orang yang awalnya takut, lalu malah tanya kapan ada tes lagi,” ujar Widodo.
Polda Metro Jaya terakhir menggelar tes cepat Covid-19 pada Senin (18/1). Hasilnya, tidak ada satu pun peserta tes yang reaktif.
Meski pemenuhan kebutuhan warga terjamin jika positif Covid-19, pencegahan tetap yang paling utama. Menurut Widodo, kedisiplinan warga RT 017 untuk memakai masker berangsur meningkat setelah KTJ dibentuk.
Pantauan Kamis ini, spanduk-spanduk berisi ajakan menerapkan protokol kesehatan tersebar di berbagai titik ketika memasuki KTJ RT 017. Sejumlah tempat cuci tangan tersedia lengkap dengan sabun. Warga yang berjalan atau mengendarai sepeda motor masih ada yang memakai masker kurang benar, tetapi sebagian besar sudah mengenakan masker secara benar.
Lingkungan RT 017 RW 005 Penggilingan merupakan permukiman padat penduduk. Akses masuknya berupa gang selebar 1-2 meter.
Untuk membangun ketangguhan bidang sosial ekonomi, warga juga membudidayakan ikan dan tanaman hidroponik pada salah satu area lahan. Widodo mengatakan, warga belum merasakan manfaat ekonomi dari budidaya tersebut, tetapi setidaknya mereka jadi punya kegiatan di tengah sepinya pekerjaan akibat pandemi. Ia, misalnya, sudah sembilan bulan tidak mendapat pemasukan dari bengkel lasnya.
Program KTJ diinisiasi Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal M Fadil Imran dan dilaksanakan bersama oleh Polda Metro Jaya, Komando Daerah Militer Jaya, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Fadil menjalankannya di Jawa Timur sewaktu menjabat kapolda di sana, dengan nama program Kampung Tangguh Semeru. Untuk di Jakarta dan sekitarnya, program dimodifikasi sesuai dengan kondisi dan dinamika setempat.
Salah satu sasaran dalam KTJ memang mendorong masyarakat untuk tidak enggan mengikuti tes cepat maupun tes reaksi berantai polimerase (PCR) sehingga yang positif dan tanpa gejala bisa segera isolasi, sedangkan yang bergejala dirawat. Semua berujung pada menekan risiko penularan lebih luas. Fadil, pekan lalu, menuturkan, 203 KTJ sudah dibentuk dan jumlahnya akan terus bertambah.