Vaksinasi Mandiri Dinilai Menyalahi Prinsip Kesetaraan Akses Terhadap Kesehatan
Rencana pemerintah membuka peluang vaksinasi mandiri bagi sektor swasta dinilai menyalahi prinsip kesetaraan dan keadilan akses terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat.
JAKARTA, KOMPAS—Rencana pemerintah untuk membuka jalur vaksinasi mandiri dinilai kontraproduktif. Selain bakal mengganggu program vaksinasi untuk masyarakat, hal ini juga dianggap menyalahi prinsip kesetaraan dan keadilan akses terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam, di Jakarta, Kamis (21/1/2021) mengatakan, sebaiknya pemerintah saat ini fokus dulu untuk menyelenggarakan program vaksinasi keapda kelompok prioritas, yaitu tenaga kesehatan dan kelompok lain yang rentan terpapar.
"Sampai saat ini saja masih banyak kendala dalam penyuntikan 1,2 juta vaksin ke tenaga kesehatan. Sisrem telekomunikasinya sempat down. Ada yang sulit mendaftar, dan yang sudah mendaftar juga tidak mendapat panggilan" kata dia.
Sebaiknya pemerintah saat ini fokus dulu untuk menyelenggarakan program vaksinasi keapda kelompok prioritas.
Menurut Ari, sampai saat ini belum ada informasi berapa banyak vaksin yang telah disuntikkan, kepada siapa, dan apakah sudah memenuhi target.
Baca juga Budi Gunadi Sadikin: Vaksin Mandiri Tetap Gratis
"Tolong diberesi dulu ini, jangan dulu bicara soal vaksinasi mandiri untuk penguasaha. Apalagi, kalau sampai vaksin mandiri ini mengambil jatah dari program vaksinasi gratis untuk kelompok prioritas dan masyarakat rentan, ini tidak bisa dibenarka," kata dia.
Prioritas vaksin
Sementara itu, Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan menilai, rencana pemerintah untuk membuka jalur vaksinasi mandiri menyalahi prinsip kesetaraan dan keadilan akses terhadap kesehatan. "Alasan untuk mempercepat proses vaksinasi di dalam negeri juga tidak bisa diterima," dalam keterangan tertulis.
Koalisi ini terdiri dari sejumlah organisasi sipil yang selama ini mengawal penanganan Covid-19 di Indonesia, seperti LaporCovid19, KawalCovdi19, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.
"Dalam penanganan krisis pandemi yang dialami oleh Indonesia, pemberian vaksin seharusnya mengikuti rekomendasi WHO (Organisasi Kesehatan Dunia," kata Irma Hidayana dari LaporCovid19.
Dalam rekomendasi itu, vaksinasi harus dilakukan dengan memberi prioritas pada kelompok rentan terpapar, seperti tenaga kesehatan, kelompok lanjut usia dan orang-orang yang tinggal di lokasi dengan tingkat penularan yang tinggi.
Baca juga Keterlibatan Swasta Berperan Penting dalam Program Vaksinasi Massal
"Distribusi vaksinasi ini dilakukan dengan dasar-dasar medis dan epidemiologi, bukan kemampuan finansial," sebut Irma Hidayana dari LaporCovid19.
Sementara itu, Elina Ciptadi dari Kawal Covid19 menyebutkan, saat ini setiap negara berlomba untuk mendapatkan vaksin yang ketersediaannya terbatas.
"Kami sangat sepakat dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bahwa distribusi vaksin di dunia saat ini tidak adil, di mana "negara kaya, golongan kaya, dapat (vaksin) duluan dibandingkan dengan orang yang tidak mampu." (Kompas 100 CEO Forum, 21 Januari 2021)," katanya.
Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia harus memastikan ketidakadilan yang sama tidak terjadi juga di negeri kita sendiri, di mana akses terhadap vaksin ditentukan oleh kemampuan finansial untuk membeli vaksin tersebut. Saat ini para produsen vaksin di dunia terfokus melayani permintaan vaksin dari badan pemerintah dalam rangka membantu menangani pandemi.
"Jika pihak swasta diperbolehkan mendapatkan vaksin untuk kebutuhan lingkungan mereka sendiri, hal ini dikhawatirkan akan mengurangi jatah vaksin gratis yang sangat ditunggu masyarakat secara luas," ujarnya.
Sementara itu, Asfinawati dari YLBHI mengatakan, rencana pemerintah membuka jalur vaksinasi mandiri untuk pengusaha berpotensi melanggar Pasal 5 Undang Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 yang menjamin tiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan.
Pasal ini juga menyebutkan, setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Baca juga Kendali Vaksinasi di Tangan Pemerintah
Koalisi ini merekomendasikan, program vaksin mandiri hanya bisa dibuka jika semua penduduk yangjadi target vaksinasi gratis sudah mendapat suntikan vaksin. Untuk saat ini, keterlibatan swasta dalam program vaksinasi dibutuhkan, namun bukan dalam rangka untuk mendapat prioritas.
Pihak swasta bisa membantu pendanaan hingga pengiriman logistik, melalui program CSR mereka untuk mempercepat program vaksinasi secara merata dan adil.
Pihak swasta juga dapat membantu dalam memberikan penyuluhan dan insentif, misalnya memberi ongkos transpor ke tempat vaksinasi dan izin cuti jika diperlukan kepada karyawan mereka untuk mendukung program vaksinasi nasional.
Sumber vaksin
Seusai rapat terbatas di Istana Merdeka Jakarta, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah menyiapkan regulasi vaksinasi mandiri. ”Regulasi itu akan mengatur pembelian oleh sektor industri tertentu dan itu diberikan kepada karyawan secara gratis,” ujarnya.
Regulasi juga akan mengatur tentang teknis pelaksanaan vaksinasi mandiri, termasuk sumber vaksin yang digunakan. Menurut Airlangga, sumber vaksin yang disiapkan untuk vaksinasi mandiri akan berbeda dari vaksin yang diberikan pemerintah secara gratis.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dalam acara Kompas100 CEO Forum bertema ”Let’s Collaborate: Rising in Pandemic Era”, Kamis (21/1/2021), menyatakan, meskipun program vaksinasi mandiri bisa dilakukan, prinsip dasar dari tujuan pemberian vaksinasi harus tetap dipatuhi.
Ada tiga prinsip terkait itu. Pertama, vaksinasi harus menjadi program sosial untuk mencapai kekebalan komunitas sehingga tidak hanya untuk melindungi satu orang ataupun satu pihak, tetapi seluruh masyarakat.
Kedua, vaksinasi harus diberikan secara merata sehingga jangan ada satu golongan tertentu yang mendapatkan akses vaksinasi lebih dahulu. Ketiga, vaksinasi di Indonesia telah difasilitiasi pemerintah secara gratis sebagai hak seluruh rakyat.
”Kalau mau bantu (vaksinasi) boleh, tetapi perlu pahami tiga hal itu. Perlu dipahami juga tahapan pemberian vaksinasi yang diawali dengan tenaga kesehatan, petugas pelayanan publik, dan lanjut usia. Baru akhir April-Mei masuk ke masyarakat umum. Kalau mau (tahapan) loncat, pikirkan dampak ke orang lain,” kata Budi.
Budi menyampaikan, program vaksinasi memerlukan kerja sama dari banyak sektor, termasuk swasta. Dalam mendukung distribusi vaksinasi ke seluruh wilayah Indonesia, kapasitas logistik yang diperlukan sangat besar. Itu juga dengan kualifikasi tertentu untuk tempat penyimpanan vaksin, yaitu memiliki kapasitas rantai dingin dengan suhu 2-8 derajat celsius.
”Kebutuhan logistik kita untuk vaksinasi naik sampai tiga kali lipat dengan adanya program vaksinasi Covid-19. Dari sekitar 200 juta vaksin yang diberikan dalam imunisasi program untuk anak, kita sekarang butuh kapasitas logistik untuk 626 juta vaksin. Untuk itu, kerja sama swasta dilakukan untuk mendukung logistik rantai dingin ini,” tuturnya.
Baca juga: Atasi Kendala Distribusi Vaksin
Selain itu, swasta pun juga dilibatkan dalam proses pelaksanaan vaksinasi. Jumlah puskesmas dan rumah sakit pemerintah secara keseluruhan sudah mencukupi untuk mendukung pelaksanaan vaksinasi. Namun, jumlah layanan kesehatan tersebut tidak merata di seluruh wilayah Indonesia.
Untuk itulah rumah sakit serta klinik swasta yang memiliki kapasitas sebagai tempat untuk melaksanakan vaksinasi diharapkan dapat turut membantu pemberian vaksinasi di masyarakat. ”Untuk beberapa daerah yang fasilitas kesehatannya masih kurang, intervensi akan dilakukan dengan vaksinasi massal yang diakukan di stadion, sekolah, ataupun gedung pertemuan,” ujar Budi. (TAN/NTA)