Jalur Pendaftaran Sekolah Tidak Berubah
Pendaftaran penerimaan peserta didik baru tahun 2021 tetap memakai jalur zonasi, afirmasi, perpindahan orangtua, dan prestasi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan baru mengundangkan regulasi teknis pada 7 Januari.
JAKARTA, KOMPAS—Jalur pendaftaran penerimaan peserta didik baru atau PPDB pada 2021 masih sama dengan tahun lalu, yakni zonasi, afirmasi, perpindahan tugas orangtua, dan prestasi. Pelaksanaan pendaftaran menggunakan mekanisme daring yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Apabila tidak tersedia fasilitas jaringan, penerapan PPDB memakai metode luring dengan melampirkan fotokopi dokumen yang dibutuhkan sesuai persyaratan.
Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB pada Taman Kanak - Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan. Permendikbud ini diundangkan 7 Januari 2021.
Mendikbud Nadiem Anwar Makarim menyampaikan hal itu dalam diskusi daring "Merdeka Belajar, Transformasi Pendidikan Indonesia" yang diselenggarakan Forum Merdeka Barat 9, Jumat (22/1/2021). Dia juga menegaskan PPDB tidak ada hubungannya dengan asesmen nasional (AN).
Pemerintah telah memutuskan mengundur jadwal pelaksanaan asesmen nasional dari Maret menjadi September - Oktober 2021. Sementara jadwal PPDB 2021 diperkirakan Mei - Juli 2021.
Nadiem mengatakan, guru, siswa, dan orangtua diharapkan tenang. Anak tidak perlu didorong mengikuti bimbingan belajar asesmen nasional yang kini marak di masyarakat sebab tidak akan berguna. Sub program asesmen nasional yakni asesmen kompetensi minimum, serta menguji kemampuan numerasi dan literasi anak.
"Hasil pelaksanaan AN tahun 2021 dipakai untuk memotret mutu sekolah. Bukan untuk menghakimi sekolah, apalagi mempengaruhi PPDB ke depannya. Teknis pendaftaran PPDB masih akan selalu sama, yakni jalur zonasi akan tetap digunakan, diikuti afirmasi, perpindahan wali, dan prestasi," ujarnya.
Teknis pendaftaran PPDB masih akan selalu sama, yakni jalur zonasi akan tetap digunakan, diikuti afirmasi, perpindahan wali, dan prestasi.
Nadiem memastikan Ujian Nasional yang sudah dihapus tidak akan kembali dimunculkan. Program AN akan tetap terus berjalan. Hasil AN akan digunakan pemerintah untuk membantu sekolah yang tertinggal mutu dan meningkatkan mutu sekolah yang sudah bagus.
Untuk PPDB 2021, mengacu Permendikbud 1/2021, ketentuan jalur zonasi terdiri dari tiga bagian. Jalur zonasi SD paling sedikit 70 persen dari total daya tampung sekolah. Kemudian, jalur zonasi SMP diberlakukan paling sedikit 50 persen dari total daya tampung sekolah. Adapun, jalur zonasi SMA berlaku minimal 50 persen dari keseluruhan daya tampung sekolah.
Jalur afirmasi diberlakukan kuota paling sedikit 15 persen dari daya tampung sekolah. Jalur perpindahan tugas orangtua/wali ditetapkan kuota maksimal 5 persen dari daya tampung sekolah. Apabila masih ada sisa kuota, pemerintah daerah bisa membuka jalur prestasi.
Kisruh PPDB
Koordinator Nasional Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim, saat dihubungi terpisah, menilai, secara substansi, ketentuan PPDB di Permendikbud No 1/2021 relatif sama dengan Permendikbud No 44/2019.
Pihaknya berharap sosialisasi regulasi PPDB 2021 bisa maksimal. Misalnya, Kemdikbud proaktif terjun berkomunikasi dengan dinas - dinas pendidikan dan sekolah. Lalu, mereka aktif melaksanakan sosialisasi kepada orangtua.
Berdasarkan catatan evaluasi P2G, jalur PPDB seperti itu sudah jalan empat tahun, tetapi masih ada persoalan klasik yang muncul. Sebagai contoh, aturan teknis jarak dari dinas pendidikan yang belum dipahami dan pemetaan tergesa-gesa terkait jumlah siswa alih jenjang di satu zona beserta daya tampung kursi.
Ketergesa-gesaan dinas pendidikan saat memetakan memicu masalah antara lain suatu sekolah kekurangan siswa sebab ketersediaan kelas/kursi lebih banyak dibanding calon peserta didik. Contoh lainnya, jumlah sekolah tidak mampu menampung jumlah calon siswa di satu zona. Pembangunan sekolah negeri baru tidak didahului dengan menghitung keberadaan sekolah swasta.
Persoalan klasik lainnya menyangkut ketidakjelasan kebijakan afirmasi kepada keluarga miskin, usia calon siswa, dan masih adanya blank spot dari daerah irisan dengan zona tetangga kabupaten/kota/provinsi.
"Koordinasi pemerintah pusat dan daerah mesti dilakukan jauh - jauh hari, termasuk pemetaan zona dan jumlah calon peserta didik alih jenjang di suatu zona wilayah. Jangan sampai terulang kegaduhan PPDB di beberapa daerah, seperti kisruh penggunaan persyaratan usia dalam PPDB DKI Jakarta tahun 2020," ujarnya.
Lebih jauh, kata Satriwan, apabila masih muncul masalah persepsi orangtua, guru, dan siswa yang mengkait kan asesmen nasional dengan PPDB 2021, ini diduga minimnya sosialisasi asesmen nasional kepada masyarakat.
Sejak Oktober 2020, P2G sudah menyarankan agar Kemdikbud menunda pelaksanaan asesmen nasional yang semula dijadwalkan Maret 2021 karena persiapan teknis minim. Sosialisasinya hanya menyasar terbatas, bahkan pelatihan daring tentang AKM. Regulasi asesmen nasional pun belum keluar.
Meski jadwal asesmen nasional mundur menjadi September-Oktober 2021, sosialisasi harus terus makin gencar agar tak timbul persepsi yang menghubungkan asesmen nasional dengan PPDB.
Menurut Satriwan, secara substansi jangka panjang, P2G memandang, hasil AN tidak dibutuhkan. Sebab, laporan kualitas pendidikan di Indonesia sudah banyak, antara lain hasil sesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI), skor Program Penilaian Pelajar Internasional (PISA), Uji Kompetensi Guru (UKG), dan akreditasi sekolah. Sejumlah laporan itu berisi hasil yang mengkonfirmasi kualitas siswa dan guru bermasalah.
Peneliti program Research on Improving System of Education (RISE) dari The SMERU Research Institute, Niken Rarasati, menilai, asesmen berskala nasional tetap dibutuhkan negara. Namun, harus dipastikan kepada masyarakat mengenai tindak lanjut penggunaan hasil asesmen tersebut.
Selain itu, pemerintah sekarang perlu mengatasi cara pandang sejumlah sekolah dan daerah yang menganggap substansi asesmen nasional sebatas "mengejar skor". Jika pola pikir ini terus ada, ada kemungkinan tekanan kepada peserta didik seperti saat UN berlaku akan terulang.