Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan pada semua pemerintah untuk melindungi wartawan, melawan impunitas, dan memperkuat kebebasan pers.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Seruan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu disampaikan pada penutupan Konferensi Kebebasan Pers Dunia 2020 pada 10 Desember lalu. Jaminan kebebasan pers adalah kunci untuk menghadapi pandemi Covid-19. Pers yang bebas bisa menyediakan informasi kredibel dan membantu warga memilah fakta dan kebenaran informasi terkait pandemi.
Wartawan sebagai garda terdepan dalam menyediakan informasi yang kredibel harus dijamin kebebasannya dan hak ketenagakerjaannya. Tidak ada kebebasan pers jika wartawan tak bebas melakukan kegiatan jurnalistik. Hampir tak mungkin ada pers profesional dan bebas jika wartawannya tidak sejahtera.
Namun, penelitian Institute for Criminal Justice Reform, Lembaga bantuan Hukum (LBH) Pers, dan Indonesia Judicial Research Society menunjukkan, keselamatan wartawan Indonesia pada masa pandemi ini berada pada situasi yang mengkhawatirkan.
Banyak wartawan di Indonesia yang mengalami serangan fisik, nonfisik, dan serangan lain saat melakukan tugas jurnalistiknya. Beberapa tugas jurnalistik dari wartawan korban kekerasan itu, terkait dengan masalah pandemi.
Hak kesehatan dan ekonomi wartawan juga mengkhawatirkan. Sebagian besar wartawan tetap harus ke lapangan dan umumnya tanpa dibekali perlengkapan kesehatan yang memadai sehingga sangat rentan terpapar Covid-19. Krisis akibat pandemi yang berdampak pada bisnis perusahaan media berimbas juga kepada wartawan (Kompas, 22/1/2021).
Pandemi menjadi ”badai sempurna” yang memengaruhi kebebasan pers. Penyelenggara negara mempunyai tanggung jawab melindungi pers. Keputusan pemerintah menanggung pajak pertambahan nilai atas impor kertas koran dan majalah adalah langkah positif untuk mendukung daya hidup pers.
Kalangan pers masih menunggu langkah positif pemerintah untuk mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap wartawan serta menghentikan praktik impunitas. Harapan terutama disandarkan kepada (calon) Kepala Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Data LBH Pers dan Aliansi Jurnalis Independen Indonesia menunjukkan, pelaku kekerasan terhadap wartawan paling banyak adalah polisi.
Penegakan dan perlindungan hukum bagi pers dan wartawan seharusnya sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Penerapan UU Informasi dan Transaksi Elektronik dalam konteks ini merupakan bentuk kriminalisasi terhadap pers dan wartawan.
Pandemi yang juga melahirkan fenomena infodemik seharusnya menjadi dasar bagi negara untuk menyingkirkan hal yang membelenggu kebebasan pers.
Melindungi wartawan dan memperkuat kemerdekaan pers akan mendukung pers menjalankan perannya menjamin informasi publik yang akurat, tepercaya, dan terverifikasi, serta dapat diakses masyarakat. Ini langkah penting untuk menangani pandemi Covid-19.
Pers juga harus dikelola profesional untuk menjamin jurnalisme yang berkualitas, serta melindungi wartawan dan kemerdekaan pers. Kebebasan pers itu milik publik.