Penyintas Gempa di Majene Berharap Hunian Sementara
›
Penyintas Gempa di Majene...
Iklan
Penyintas Gempa di Majene Berharap Hunian Sementara
Penyintas mulai berharap bisa pindah dari tenda-tenda pengungsian. Kondisi terbatas di tenda pengungsian dan tanpa protokol kesehatan menjadi kerawanan.
Oleh
RENY SRI AYU
·2 menit baca
MAJENE, KOMPAS — Penyintas di Majene, Sulawesi Barat, berharap bisa segera dipindahkan ke hunian sementara atau lokasi yang lebih layak. Kondisi di tenda-tenda pengungsian bukan hanya tak nyaman, melainkan juga rawan penularan Covid-19. Ancaman penyakit lain juga muncul karena keterbatasan air bersih untuk minum dan MCK serta kondisi cuaca yang sering hujan.
Kepadatan pengungsian terlihat di tenda-tenda di sepanjang Kota Majene, seperti Kecamatan Sendana, Tubo Sendana, Ulumanda, Malunda, hingga Kecamatan Tapalang, Kabupaten Mamuju, Sabtu (23/1/2021). Satu tenda pengungsian bisa diisi tiga hingga lebih sepuluh keluarga.
Di tenda-tenda itu, bayi, anak-anak, hingga orang tua berkumpul tanpa protokol kesehatan. Sebagian tenda hanya seadanya hingga penghuni di dalamnya terkena tempias air saat hujan dan juga angin.
”Persoalan lain adalah sulitnya air bersih. Untuk MCK, kami mengambil di sungai. Untuk minum dan memasak kami hanya berharap air bersih dari tangki di posko pengungsian. Tapi kadang sudah habis belum diisi. Sebenarnya kami berharap bisa segera pindah dari tenda pengungsian. Tapi rumah kami hancur,” kata Jamilah (50), pengungsi di Kecamaran Malunda.
Di Desa Kabiraan, Kecamatan Ulumanda, Majene, sampai Sabtu, warga juga tak mungkin tinggal lagi di rumah mereka karena sebagian rusak dan berada di daerah rawan longsor. Jalan keluarnya adalah mencari kontrakan di tempat aman atau tetap di tenda.
”Rumah saya sama sekali sudah tidak bisa ditempati. Bagian depan hancur dan selebihnya retak, tinggal menunggu jatuh. Saya berharap pemerintah bisa memperhatikan soal hunian. Selama ini di tenda, rawan juga. Anak-anak mulai sakit,” kata Bayanuddin (42), warga Desa Kabiraan, Kecamatan Malunda.
Rumah saya sama sekali sudah tidak bisa ditempati. Bagian depan hancur dan selebihnya retak, tinggal menunggu jatuh.
Terkait tawaran dana hunian tetap, sebagian warga masih berpikir. Persoalannya sebagian besar rumah di Kecamatan Malunda dan Ulumanda sudah rawan ditempati. Sebagian berada di ketinggian yang rawan longsor, sebagian lagi berada di pesisir.
Untuk menyewa rumah, yang paling memungkinkan adalah ke Kecamatan Sendana, Pamboang, atau Kota Majene yang berjarak 60-90 kilometer.
”Kalau harus mengontrak rumah ke Majene atau tempat yang jauh, lebih baik saya di tenda saja. Kalau disini, kami masih bisa ke kebun jika kondisi sudah aman,” kata Amiruddin (38), warga Kabiraan.
Tenda-tenda pengungsian umumnya didirikan di sepanjang jalan Trans-Sulawesi antara Majene dan Mamuju. Sebagian besar didirikan persis di tepi jalan. Hal ini menjadi salah satu penyebab macet di beberapa titik di jalur Trans-Sulawesi.
Berdasarkan data BNPB, lebih 4.000 orang di Mejene mengungsi pascagempa. Ratusan rumah rusak berat dan ratusan lainnya rusak sedang hingga ringan. Ini belum termasuk kerusakan gedung sekolah hingga fasilitas kesehatan.