Sayidiman berharap kepada TNI/Polri aktif, jangan pernah menganggap orang Papua, termasuk OPM, sebagai musuh. Mereka adalah saudara sebangsa yang perlu diayomi. Gunakan pendekatan teritorial, hormati budayanya.
Oleh
KIKI SYAHNAKRI
·5 menit baca
Berpulangnya Letjen (Purn) Sayidiman Suryohadiprojo pada Sabtu (16/1/2021) dalam usia 93 tahun di RSPAD Gatot Soebroto adalah suatu kehilangan besar bagi keluarga besar TNI dan juga bagi bangsa Indonesia.
Sayidiman adalah sosok prajurit pejuang, tokoh sekaligus guru bangsa yang tak pernah lelah dalam menebarkan semangat nasionalisme, berpikir dan berkarya untuk bangsa, negara, dan Pancasila. Seorang pemikir cerdas, apabila menyoroti suatu masalah selalu dengan tajam dan tuntas.
Sayidiman juga seorang penulis yang sangat produktif, puluhan buku telah ditulisnya, bahkan dalam usia 91 tahun pada Januari 2019 masih menulis buku yang ternyata menjadi karya terakhirnya, Masyarakat Pancasila. Tampaknya buku ini hasil permenungan yang dilatarbelakangi oleh kerisauan mendalam terhadap masa depan Indonesia, di mana ia telah ikut memperjuangkan di masa perang mempertahankan kemerdekaan.
Wajar kalau ia sebagai seorang pejuang merasa risau karena setelah 75 tahun merdeka, Indonesia belum juga bisa jadi bangsa yang ”merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur”, padahal telah banyak sumber daya alam kita yang punah atau hampir punah tanpa memberi kontribusi signifikan pada kesejahteraan rakyat.
Dalam pandangannya, sebagian besar justru dinikmati pihak asing.
Dalam pandangannya, sebagian besar justru dinikmati pihak asing. Kegalauannya tentang masalah persatuan bangsa juga sangat sering ia utarakan dalam berbagai kesempatan.
Sebagai seorang prajurit TNI, Sayidiman memiliki karakter dan kompetensi keprajuritan yang tangguh dan patut diteladani. Disiplin pribadinya sangat keras, sebagai seorang senior tak pernah merasa segan menegur yuniornya yang melakukan kesalahan, hal ini konsisten ia lakukan sekalipun dalam masa pensiun.
Sayidiman juga memiliki jiwa kesatria yang sangat mengagumkan. Pernah suatu saat dalam masa kampanye Pemilu Presiden 2019 ia bersama Jenderal TNI (Purn) Widjojo Soejono diundang untuk bersilaturahmi dan memberikan masukan kepada salah satu calon presiden. Karena judulnya silaturahmi dan memberi masukan, ia pun hadir.
Kemudian dibagi jaket khas purnawirawan pendukung capres itu, serta ada yang memfotonya dan foto itu beredar di medsos. Tentu ia kecewa dan marah karena hal itu bisa dianggap suatu keberpihakan yang menodai ”netralitas” organisasi Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) dan Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) di mana ia ada di dalamnya.
Tanpa rasa canggung, ia menelepon ketua umum LVRI dan PPAD yang jauh lebih yunior untuk menyampaikan permintaan maaf. Sebuah contoh jiwa kesatria yang kini amat langka.
Pejuang sejati
Sayidiman lahir di Bojonegoro, Jawa Timur, 21 September 1927, anak keenam dari tujuh bersaudara dari RT Bawadiman Kartohadiprodjo, Bupati Pasuruan. Besar dan mengenyam pendidikan umum di Semarang sampai lulus dari Hogere Buger School (HBS) setingkat SMA.
Selepas HBS, ia mengikuti kakaknya di Jakarta. Pernah bertutur bahwa sebagai pemuda, ia terpanggil untuk hadir dalam upacara Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur. Momen ini turut menguatkan tekadnya untuk berjuang demi bangsa-negara. Kemudian, Sayidiman mengikuti pendidikan militer di Akademi Militer Yogyakarta, lulus sebagai salah satu lulusan terbaik tahun 1948 dan bergabung dengan Batalyon Nasuhi dari Divisi Siliwangi.
Mengikuti long march dari Yogyakarta menuju Jawa Barat sejauh 600-an kilometer. Setibanya di Jabar, Sayidiman dan Batalyon Nasuhi bertugas di daerah Ciamis, dan langsung dijemput situasi sulit karena harus berhadapan melawan dua front, tentara Belanda dan DI/TII.
Ternyata, Pasukan Siliwangi (yang disebutnya sebagai critical mass) tak hanya mampu survive, tetapi juga mampu membalikkan orientasi masyarakat Jawa Barat terkait Negara Pasundan (buatan Belanda) menjadi pendukung NKRI, demikian tuturnya.
Selama bertugas di Siliwangi, ia memimpin batalyon yang dikirim ke Sumatera Utara untuk menghadapi PRRI.
Karier puncaknya dalam jajaran TNI sebagai Wakil Kepala Staf TNI AD hanya dijalaninya kurang dari satu tahun. Ketika ditanya penyebabnya, ia selalu mengelak. Namun, isu yang berembus menyebutkan karena pendiriannya yang teguh terhadap jati diri TNI sebagai Tentara Rakyat, Tentara Pejuang dan Tentara Nasional, sehingga tak setuju dengan kedudukan TNI yang saat itu hanya mengayomi salah satu golongan.
Sayidiman memang tak pernah lelah dalam menjaga keutuhan NKRI.
Kenangan terakhir
Sayidiman memang tak pernah lelah dalam menjaga keutuhan NKRI. Beberapa hari sebelum berpulang, menjelang Natal 2020, ia bersama Letjen (Purn) Rais Abin hadir secara daring dalam diskusi antara PPAD dan LVRI dengan sejumlah tokoh agama dan pemuka masyarakat Papua, di antaranya ada Uskup Jayapura, Ketua Sinode Gereja Kemah Injil, Ketua MUI Papua, Rektor Universitas Cenderawasih, anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) dari wilayah adat Mipago dan lain-lain, di sekretariat PPAD Matraman Raya.
Mereka berharap agar para senior LVRI dan PPAD, khususnya para veteran Trikora, turut membantu menyiapkan personel TNI/Polri yang akan bertugas di Papua karena dinilai rata-rata mereka tak siap, tak tulus, dan jauh dari masyarakat sehingga kerap terjadi benturan. Dicontohkannya keberhasilan Brigjen TNI Acub Zainal, Pangdam Papua tahun 1970-an yang sangat populer dan dicintai masyarakat Papua.
Pada kesempatan ini, Sayidiman, seperti biasanya, dengan suara lantang berkata—diarahkan kepada TNI/Polri aktif—jangan pernah menganggap orang Papua, termasuk OPM, sebagai musuh. Mereka adalah saudara sebangsa yang perlu diayomi dan disadarkan. Kesiapan tempur harus, tetapi dalam bersentuhan dengan mereka harus digunakan pendekatan teritorial, dengan hati, kenali dan hormati budayanya.
Beberapa saat setelah upacara pemakaman, Ibu Ami, putri Pak Sayidiman, mengirimi saya pesan WA, ”Mas, dua hari sebelum bapak drop beliau menanyakan Mas, berpesan agar jaga keutuhan NKRI.” Sebuah amanah yang sesungguhnya ditujukan kepada segenap bangsa Indonesia. Selamat jalan Pak Sayidiman, pejuang sejati.
(Kiki Syahnakri Ketua Umum Persatuan Purnawirawan TNI AD)