Daging Sapi Lokal dan Alternatif Impor Jadi Solusi Sementara
›
Daging Sapi Lokal dan...
Iklan
Daging Sapi Lokal dan Alternatif Impor Jadi Solusi Sementara
Selain meratakan persebaran pasokan sapi lokal, upaya mencari alternatif impor di luar Australia dinilai bisa menjadi sebagai solusi jangka pendek mengatasi defisit daging sapi di dalam negeri.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan harga sapi ternak hidup di Australia berlanjut. Indonesia dapat mengatasi dampak kenaikan di negara utama asal impor tersebut dengan meratakan persebaran suplai sapi lokal dan mencari alternatif impor sebagai solusi jangka pendek, khususnya demi memenuhi kebutuhan Ramadhan-Lebaran mendatang.
Mengutip dari riset ”Agricultural Outlook” yang ada di laman resmi Departemen Pertanian, Air, dan Lingkungan Australia, rata-rata harga sapi ternak hidup sepanjang 2020-2021 diperkirakan akan 23 persen lebih tinggi dibandingkan periode tahun sebelumnya. Di sisi lain, konsumsi daging global terus meningkat sepanjang 2019-2024. Permintaan China dan Indonesia menjadi pendorongnya.
Menanggapi dinamika harga sapi ternak hidup di Australia, Direktur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) Djoni Liano menilai, sapi lokal saat ini seharusnya bisa memenuhi permintaan dalam negeri asalkan distribusi dan logistiknya tak terhambat, khususnya ke DKI Jakarta.
”Sapi lokal ini bisa dimobilisasi dari daerah-daerah tertentu. Saya mendapatkan laporan, ada daerah yang sedang kesulitan menjual sapi ternak hidup,” ujarnya saat dihubungi, Minggu (24/1/2021).
Berdasarkan data yang dihimpun, permintaan masyarakat terhadap daging sapi menurun 40 persen selama pandemi Covid-19. Produksi domestik rata-rata mampu memenuhi permintaan sebesar 60 persen. Artinya, daging sapi lokal berpeluang mengisi pasar.
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis mendata, per Jumat, rata-rata nasional harga jual daging sapi di pasar tradisional mencapai Rp 118.950 per kilogram (kg). Sementara harga rata-rata daging sapi di DKI Jakarta mencapai Rp 129.150 per kg.
Guna menghadapi periode Ramadhan-Lebaran 2021, kata Djoni, stok lokal mesti diperkuat dengan pasokan impor. Pada Ramadhan-Lebaran 2020, sapi bakalan hasil impor yang mengisi pasar berkisar 80.000-100.000 ekor. Dia memperkirakan kebutuhan pada tahun ini akan sama.
Salah satu sumber impor sapi hidup alternatif ialah Meksiko. ”Kalau mengimpor dari Meksiko, perhatikan lama pengirimannya hingga tiba di Indonesia. Impor dari Australia dapat sampai kira-kira 7 hari, sedangkan dari Meksiko berkisar 26 hari,” katanya.
Menurut Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) sekaligus Wakil Menteri Perdagangan periode 2011-2014 Bayu Krisnamurthi menyebutkan, Indonesia dapat mengimpor sapi ternak hidup dari Meksiko karena bebas penyakit mulut dan kuku. Namun, dia mengimbau, sapi yang diimpor bersifat siap potong karena untuk memenuhi kebutuhan Ramadhan-Lebaran. Selain itu, importasinya membutuhkan perlakuan karantina yang khusus.
Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan menyebutkan, media pembawa (termasuk hewan ternak) yang masuk ke Indonesia akan dikarantina. Salah satu bentuk tindakan karantina itu berupa pemeriksaan kesehatan serta uji keamanan pangan, keamanan pakan, mutu pangan, dan/atau mutu pakan.
Selain sapi ternak hidup, Bayu mengatakan, Indonesia membutuhkan impor daging sapi beku untuk memenuhi permintaan selama Ramadhan-Lebaran. Dalam importasi ini, kehalalan produk patut menjadi sorotan.
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Tradisional (Ikappi) Abdullah Mansuri mengharapkan, impor dapat direalisasikan. Hal ini penting demi mencegah gejolak harga daging sapi pada Ramadhan-Lebaran mendatang.
Beralih
Dari sisi konsumen, Djoni berharap, masyarakat dapat mengalihkan kebutuhan daging sapinya ke pangan sumber protein hewani lainnya. Contohnya, telur dan daging ayam serta ikan.
Menurut Bayu, peralihan itu memungkinkan karena konsumen Indonesia saat ini rasional dan perlu didukung dengan informasi logis terkait penyebab kenaikan harga. Dengan demikian, konsumen cenderung mengurungkan niatnya dalam membeli produk pangan yang harganya dinilai mahal.
Meskipun konsumen dapat mengalihkan pilihan pangan protein hewaninya, Mansuri mengatakan, pedagang daging sapi tetap dalam kondisi sulit. ”Yang dibutuhkan pedagang adalah harga stabil dan adanya konsumen. Jika kondisi ini berlarut, pendapatan pedagang daging sapi tertekan,” ujarnya.