Penyintas gempa Sulbar berharap inisiatif nyata pemerintah daerah untuk mengumpulkan data para penyintas sehingga bantuan untuk renovasi rumah bisa dirasakan secara merata.
Oleh
M Ikhsan Mahar
·3 menit baca
MAMUJU, KOMPAS — Program pemerintah untuk membantu penyediaan rumah bagi penyintas gempa di Sulawesi Barat disambut positif oleh warga. Meski begitu, penyintas berharap inisiatif nyata pemerintah daerah untuk mengumpulkan data para penyintas sehingga bantuan untuk renovasi rumah bisa dirasakan secara merata.
Berdasarkan instruksi Presiden Joko Widodo, pemerintah akan mengeluarkan dana bantuan renovasi rumah sebesar Rp 50 juta untuk rusak parah, Rp 25 juta untuk rumah rusak sedang, serta Rp 10 juta untuk rumah rusak ringan. Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan program Dana Tunggu Hunian (DTH) sebesar Rp 500.000 setiap keluarga per bulan selama enam bulan.
Firman (33), penyintas asal Desa Bambu, Kabupaten Mamuju, mengatakan, dirinya berharap dua program pemerintah itu tepat sasaran. Meskipun rumahnya hanya mengalami rusak ringan, ia berencana merenovasi rumahnya karena sudah tidak berani tinggal di dalam rumah yang terdapat retakan di sejumlah titik itu.
”Semoga penyaluran bantuan rumah ini tidak seperti pendistribusian bantuan bahan pokok yang sulit kami dapatkan. Saya berharap kepala desa benar-benar mendata kami warga yang memang membutuhkan bantuan itu,” ujar Firman, Minggu (24/1/2021).
Memasuki hari kesepuluh pascagempa M 6,2 pada 15 Januari lalu, Firman bersama istri dan seorang anaknya masih tinggal di rumah saudaranya yang tidak mengalami kerusakan.
Jumriawan (25), penyintas di Kecamatan Tapalang, Mamuju, juga mengharapkan pendataan yang baik dari pemda agar keluarganya bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat. Jumriawan selama ini tinggal di rumah orangtuanya di sisi Jalan Majene-Mamuju. Rumah itu pun telah rata dengan tanah akibat gempa.
”Kami menunggu petugas desa datang dan mendata kami. Bantuan itu sangat berharga bagi kami untuk membangun kembali rumah yang layak," kata Jumriawan, yang bekerja di toko retail di Mamuju.
Ia mengungkapkan, keluarganya sepakat membangun rumah panggung. Rumah panggung, lanjutnya, relatif lebih murah dan lebih aman dari gempa dibandingkan rumah berbahan batu.
Sebelumnya, Deputi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana Rifai, Sabtu (23/1/2021), menyebutkan, sambil menunggu pembangunan kembali rumah rusak oleh pemerintah, penyintas dengan kondisi rumah rusak berat menerima dana tunggu hunian (DTH). Dana itu untuk menyewa rumah kos atau tinggal dengan keluarga.
Saat ini, pendataan rumah rusak berat, rusak sedang, dan rusak ringan masih berjalan di tingkat desa. Data indikatif ditargetkan bisa diterima dinas terkait pada Selasa (26/1/2021). Data itu lalu diverifikasi dengan basis kartu tanda penduduk, kartu keluarga, titik koordinat rumah, dan foto kerusakan rumah.
Data rumah rusak diharapkan sudah selesai Februari 2021. Jika hal itu terpenuhi, pada bulan itu juga pembangunan rumah dimulai. Untuk rumah rusak ringan dan rusak berat dengan anggaran masing-masing Rp 10 juta dan Rp 25 juta, pengerjaannya dilakukan secara mandiri oleh penyintas. Dana pembangunan ditransfer ke rekening penerima.
Sementara, untuk rumah rusak berat, dikerjakan aplikator atau rekanan. Semua rumah harus dibangun dengan spesifikasi tahan gempa. Rifai menegaskan, pemerintah menargetkan rumah rusak berat, rusak sedang, dan rusak ringan selesai dibangun Juli 2021.
Untuk pengurusan dokumen kependudukan sebagai syarat pendataan rumah rusak, Kepala Dinas Permukiman dan Catatan Sipil Sulbar Ilham Borahima memastikan Pemkab Mamuju dan Majene sudah bisa melayani penyintas. Penyintas sebaiknya segera mengurus dokumen kependudukan tersebut karena pendataan rumah berbasis nama dan alamat yang jelas.