Ekonomi Sirkular Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Lebih Tinggi
›
Ekonomi Sirkular Dongkrak...
Iklan
Ekonomi Sirkular Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Lebih Tinggi
Bukan hanya untuk mengurangi limbah dan memperbaiki lingkungan, adopsi ekonomi sirkular juga akan memperkuat struktur ekonomi. Komitmen yang kuat dari setiap pemangku kepentingan menjadi dasar untuk mewujudkannya.
Oleh
SHARON PATRICIA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekonomi sirkular bukan hanya peluang untuk mengurangi limbah dan memperbaiki lingkungan, melainkan juga untuk memperkuat struktur ekonomi. Dalam masa transisi menuju implementasi ekonomi sirkular hingga 2025, dibutuhkan perubahan cara pandang serta komitmen jangka panjang.
Dalam laporan ”The Economic, Social, and Environmental Benefits of Circular Economy in Indonesia” disebutkan, ekonomi sirkular dapat membantu mengurangi limbah pada 5 sektor prioritas sebesar 18-52 persen dibandingkan dengan skenario ”Business-As-Usual” (BAU) pada 2030. Kelima sektor tersebut, yaitu makanan dan minuman, tekstil, konstruksi, perdagangan grosir dan eceran, serta peralatan listrik dan elektronik.
Dengan mengadopsi peluang ekonomi sirkular pada sektor-sektor tersebut, produk domestik bruto (PDB) Indonesia berpotensi meningkat dari Rp 593 triliun menjadi Rp 638 triliun dibandingkan dengan pendekatan BAU pada tahun 2030. Sebanyak 4,4 juta pekerjaan hijau baru juga berpotensi diciptakan antara tahun 2021 dan 2030 dengan sebesar 75 persen memberikan kesempatan utama untuk perempuan.
Selain itu, penerapan sirkular ekonomi juga akan mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) dan penggunaan air hingga menjadi 126 juta ton dan 6,3 miliar meter kubik. Dengan kata lain, rata-rata rumah tangga di Indonesia dapat menghemat Rp 4,9 juta setiap tahun, atau sekitar 9 persen dari pengeluaran rumah tangga tahunan saat ini.
Investasi modal yang dibutuhkan untuk ekonomi sirkular berkisar Rp 308 triliun per tahun. Jumlah ini setara 1,1 kali lipat netto arus masuk investasi asing langsung (FDI) Indonesia di tahun 2018.
Laporan ini diluncurkan dalam webinar ”Ekonomi Sirkular untuk Mendukung Ekonomi Hijau dan Pembangunan Rendah Karbon” pada Senin (25/1/2021). Laporan ini dijelaskan Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Arifin Rudiyanto.
Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyampaikan, proses bisnis saat ini yang hanya mengandalkan sumber daya alam (SDA) tidak lagi relevan. Fokus bisnis ke depan tidak hanya pada ekonomi, tetapi juga pada pembangunan berkelanjutan.
”Momentum ini hendaknya dibangun, dari ekonomi linier ke ekonomi sirkular untuk membangun Indonesia yang tangguh pasca-pandemi Covid-19. Di tengah tantangan dan peluang yang terbuka lebar, kami optimistis melalui kolaborasi seluruh pemangku kepentingan, kita bisa menghadapinya dan rencana ini bisa terimplementasi dengan baik,” ujar Suharso.
Menteri Lingkungan Hidup Denmark Lea Wermelin menyambut baik peluncuran laporan ini yang menjadi langkah awal dari perjalanan ekonomi sirkular Indonesia. Denmark pun membuka kesempatan kemitraan, tidak hanya antarpemerintah, tetapi juga dengan swasta.
”Saya merasa bahagia untuk mengumumkan, Denmark akan melanjutkan dukungan terhadap proses ekonomi sirkular kepada Indonesia pada 2021. Saya berharap analisa dalam laporan ini dapat menginspirasi pemerintah dan sektor swasta untuk memasuki perjalanan baru, mulai dari strategi hingga rencana aksi dalam menjalankan ekonomi sirkular,” ujar Wermelin.
Resident Representative of UNDP Indonesia, Norimasa Shimomura, mengatakan, saat ini adalah momentum untuk menerjemahkan komitmen ekonomi sirkular ke dalam rencana aksi yang nyata. Meski memang membutuhkan waktu panjang dan komitmen kuat dari setiap pemangku kepentingan, laporan ini diharapkan dapat menjadi fondasi yang solid untuk memulai implementasi ekonomi sirkular.
Rencana kerja
Direktur Lingkungan Hidup Direktorat, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas, Medrilzam menyampaikan, setelah peluncuran laporan, peningkatan pemahaman di setiap level masyarakat akan menjadi fokus untuk menyamakan persepsi tentang ekonomi sirkular. Seiring dengan itu, akan dilakukan penyusunan rencana kerja yang komprehensif.
”Kita melihat potensi dan benefit dari sisi ekonomi, lingkungan, dan sosial dari ekonomi sirkular ini baik semua. Untuk itu, kita akan susun rencana kerja yang komprehensif, tidak hanya rencana kerja pemerintah, tetapi semua, termasuk dunia usaha dan aktor non-negara, misalnya lemabaga swadaya masyarakat,” tutur Medrilzam.
Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste, Owen Jenkins menyampaikan, penerapan ekonomi sirkular juga berarti bagaimana menciptakan pasar untuk produk daur ulang. Lebih jauh, bagaimana menciptakan produk daur ulang yang bernilai ekonomi.
”Pemerintah perlu menetapkan kerangka bagaimana membuat produk daur ulang dan diperlukan insentif sehingga nilai itu tercipta. Kuncinya adalah memberi orang alasan untuk berhenti membuang barang-barang tersebut dan menggunakannya kembali,” ujar Jenkins.
Masa transisi
Menteri Keuangan ke-28 Republik Indonesia, M Chatib Basri, mengatakan, dalam mencapai ekonomi sirkular dibutuhkan proses panjang yang harus dimulai dari sekarang. Kondisi ideal tersebut belum kita capai saat ini sehingga dibutuhkan masa transisi dalam mewujudkannya.
Misalnya, kata Chatib, untuk mengalihkan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) ke mobil listrik, tidak dapat langsung menghentikan produksi BBM. Sebab, akan menghilangkan pendapatan negara dan lapangan kerja.
”Maka butuh peta jalan sehingga investasi perlahan bisa berpindah ke sektor yang lebih ramah lingkungan. Penting juga bagi negara untuk bisa melindungi para pekerja yang terancam kehilangan pekerjaannya dengan membekali peningkatan keterampilan sehingga nanti mereka bisa tetap bekerja,” ujar Chatib.
President Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBSCD) Shinta W Kamdani menyampaikan, tantangan terbesar bagi pengusaha untuk mengadopsi ekonomi sirkular adalah bagaimana mengubah cara pandang dari linier ke sirkular. Pembiayaan dan permintaan juga menjadi tantangan dalam masa transisi ini.
”Kesiapan dari perusahaan memang mulainya dari diri sendiri tapi ekosistem yang ada juga harus mendukung. Ekonomi sirkular di Indonesia, perjalanannya masih cukup panjang dan perlu waktu,” kata Shinta.
Direktur Pelaksana Kebijakan Pembangunan dan Kemitraan untuk Bank Dunia Mari Elka Pangestu juga mendorong fokus serupa, yaitu dibutuhkan ketegasan, kepastian, dan komitmen kebijakan pemerintah untuk pola pembangunan rendah karbon. Upaya ini harus disertakan dengan komitmen perubahan kebijakan yang jelas.
Kepala Puast Industri Hijau, Kementerian Perindustrian, Junadi Marki mengatakan, terdapat 28 standar industri hijau yang diterapkan bagi perusahaan. Hingga saat ini sudah ada 37 perusahaan industri Indonesia dan 12 komoditi yang mendapatkan sertifikat industri hijau.