Kuartet Mesir, Jordania, Jerman, dan Perancis ingin menghidupkan lagi perundingan damai Palestina-Israel, yang macet sejak 2014. Bersama AS, mereka harus bekerja keras membujuk Israel agar melupakan "Transaksi Abad Ini".
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·3 menit baca
Pertemuan forum Muenchen pada 11 Januari lalu di Kairo, Mesir, dalam upaya menghidupkan kembali perundingan damai Palestina-Israel cukup mendapat perhatian pengamat dan media internasional. Forum Muenchen beranggotakan dua negara Arab penting, yakni Mesir dan Jordania, serta dua negara utama Eropa, yaitu Perancis dan Jerman. Forum itu dibentuk di kota Muenchen, Jerman, pada Februari 2020.
Momentum pertemuan forum Muenchen, dua pekan lalu, sangat tepat. Sudah lama proses perdamaian Palestina-Israel macet, yakni sejak tahun 2014. Sejak itu pula, tidak ada proposal damai Palestina-Israel yang diterima semua pihak. Proposal damai terakhir adalah proposal yang kerap disebut Transaksi Abad Ini (Deal of the Century) yang digalang Presiden AS Donald Trump dan diumumkan, Januari 2020.
Namun, proposal damai Trump tersebut ditolak Palestina, dunia Arab, Eropa, dan masyarakat internasional. Proposal damai itu pun mati suri. Lonceng kematian Deal of the Century semakin kuat, terkubur bersama kekalahan Trump dalam pemilu AS, 3 November 2020.
Karena itu, forum Muenchen kini menjadi tumpuan harapan agar bisa berandil menggerakkan kembali perundingan damai Palestina-Israel. Apalagi, forum Muenchen tersebut dibentuk secara tidak langsung sebagai gerakan kontra atas proposal damai AS di bawah Trump. Seperti diketahui, Perancis dan Jerman adalah dua negara Eropa yang segera menolak proposal damai itu begitu diumumkan Trump. Paris dan Berlin menganggap proposal damai Trump banyak merugikan Palestina dan sangat menguntungkan Israel.
Jordania juga menolak Transaksi Abada Ini karena salah satu butir dalam proposal damai AS tersebut menegaskan bahwa Israel berhak menganeksasi Lembah Jordan. Luas area lembah Jordan sekitar 30 persen dari wilayah Tepi Barat yang mencapai 5.655 kilometer persegi. Area itu merupakan wilayah paling subur dan kaya air di Tepi Barat. Eksistensi negara Palestina, jika terbentuk kelak, akan sangat tergantung pada Lembah Jordan dalam pengadaan air dan lahan pertanian.
Jordania memandang aneksasi Israel atas Lembah Jordan akan mengancam keamanan nasional negara Jordania. Jika Israel menganeksasi Lembah Jordan, negara Palestina—jika terbentuk nanti—tak akan bisa hidup tanpa Lembah Jordan. Bila negara Palestina dipaksakan dibentuk tanpa Lembah Jordan, eksistensi negara Palestina akan sangat bergantung pada Israel karena negara Palestina tersebut tidak didukung oleh sumber ekonomi yang kuat.
Dampaknya, rakyat Palestina di Tepi Barat akan eksodus ke Jordania karena kesulitan ekonomi di negara Palestina baru. Dalam situasi tersebut, negara Palestina bisa menjadi negara gagal. Selain itu, akan muncul lagi wacana negara Palestina di Tepi Timur Sungai Jordan, yakni Jordania. Itulah sebabnya Jordania menolak keras proposal Trump.
Adapun pemerintah Mesir, meski tidak terang-terangan menolak, publik Mesir menolak proposal damai AS itu. Inilah yang memaksa Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi bergabung dalam forum Muenchen.
Forum Muenchen itu digelar tampaknya ingin memanfaatkan momentum datangnya pemerintah baru AS di bawah Presiden Joe Biden untuk membuka kemungkinan kerja sama AS-forum Muenchen menghidupkan lagi perundingan damai Palestina-Israel dengan berpijak pada solusi dua negara. Tentu forum Muenchen harus menunggu langkah Biden, untuk mencari formula yang tepat tentang pola kerja sama AS-forum Muenchen, serta respons Israel.
Israel masih dingin memberi respons. Sebaliknya Palestina sangat antusias. Wajar, Israel sudah merasa nyaman dengan proposal Trump. Forum Muenchen maupun AS harus bekerja keras membujuk Israel melupakan proposal Trump, sekaligus menerima peran baru Forum Muenchen.