Penyebab Meninggalnya Dokter di Palembang Bukan Karena Vaksin Covid-19
›
Penyebab Meninggalnya Dokter...
Iklan
Penyebab Meninggalnya Dokter di Palembang Bukan Karena Vaksin Covid-19
Kasus meninggalnya seorang tenaga kesehatan di Kecamatan Ilir Barat I, Palembang, Jumat (22/1/2021) malam, bukan disebabkan oleh vaksin Covid-19. Almarhum disebut meninggal karena serangan jantung.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS—Kasus meninggalnya dokter Jamhari Farzal (49), tenaga kesehatan, di Kecamatan Ilir Barat I, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (22/1/2021) malam, bukan disebabkan vaksin Covid-19. Almarhum meninggal karena serangan jantung yang dideritanya sejak tiga bulan yang lalu.
Sebelumnya, Jamhari ditemukan meninggal dunia di dalam mobil yang terparkir di sebuah mini market. Dalam kondisi tertelungkup ke kiri, tangan kanannya memegang dada sebelah kiri. Peristiwa ini kemudian dihubungkan sejumlah kalangan dengan aktivitas korban yang baru menjalani vaksinasi Covid-19 sehari sebelumnya.
Kepala Bidang Humas Polda Sumsel Komisaris Besar Supriadi, Senin (25//1/2021) menegaskan, berdasarkan hasil pemeriksaan di tempat kejadian dan visum, Jamhari meninggal karena penyakit jantung, bukan vaksinasi Covid-19.
Dugaan itu diperkuat dengan beberapa tanda di tubuhnya seperti bintik pendarahan di bola mata. Selain itu, ada bintik merah di perut, dada, dan sebagian tubuh lain yang terlihat. Saat ditemukan kondisi wajah dan bibirnya juga sudah membiru.
“Tidak ada ditemukan tanda kekerasan pada tubuh korban. Atas alasan inilah tidak dilakukan otopsi,” kata Supriadi.
Supriadi menerangkan, di kantung pakaian korban juga ditemukan obat jantung, nitrokaf retard sebanyak 10 kapsul. Satu kapsul terlihat sudah diminum.
Dari hasil pemeriksaan, walau jenazah baru ditemukan pada 21.00, korban diperkirakan sudah meninggal antara pukul 13.00-15.00. “Sejak menepikan kendaraan Jumat sekitar pukul 08.30, sampai ditemukan dalam kondisi meninggal dunia pukul 21.00 WIB, korban tidak keluar dari mobilnya,” ucap Supriadi.
Supriadi membenarkan, jika Jamhari baru menjalani vaksinasi sehari sebelumnya di Puskesmas 1 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu 1, Kota Palembang. Namun Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) menyampaikan, syok anaflaktif pascavaksinasi biasanya akan langsung terasa 1-2 jam setelah vaksinasi.
Adik Korban, Fauzi, menuturkan, sejak tiga bulan yang lalu, almarhum sudah mengeluhkan rasa nyeri di dada kirinya. “Dari hasil pemeriksaan diketahui kakak saya menderita penyakit jantung,” ucapnya. Terkait kematian ini, ujar Fauzi dirinya sudah ikhlas dan keluarga pun menolak untuk dilakukan otopsi.
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Palembang Yudhi Setiawan menuturkan, sebelum vaksinasi, penerima akan melewati sejumlah tahapan pemeriksaan. Petugas akan memeriksa suhu tubuh dan tekanan darah. Namun, dalam tahapan itu tidak dilakukan pemeriksaan elektrokardiogram atau mengukur aktivitas listrik jantung.
Akan tetapi, petugas akan tetap mewawancarai penerima vaksin mengenai kondisi kesehatannya. Dari 13 pertanyaan, salah satu poin terkait riwayat penyakit jantung. "Kalau ada penyakit yang berisiko seperti diabetes melitus, hipertensi, liver, dan ginjal, pasien tersebut tidak boleh divaksin,” ucap Yudhi.
Ada sejumlah kemungkinan, korban tidak tahu dirinya mengalami penyakit jantung atau memang tidak menyampaikan kondisinya secara keseluruhan. Apalagi serangan jantung adalah salah satu penyakit silent killer (pembunuh dalam senyap).
Dari kejadian ini, Yudhi berharap, warga penerima vaksin untuk jujur dalam mengutarakan kondisi kesehatannya. “Ini untuk keselamatan penerima vaksin itu sendiri,” ucapnya.