Sebagai lumbung medali di kejuaraan multi cabang, atletik patut melakukan pemerataan prestasi. Peluang terbuka karena potensi SDM Indonesia luas dan beragam. Ini perlu jadi catatan penting pengurus PB PASI yang baru.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia atau PB PASI akan memasuki babak baru. Setelah empat dekade terakhir di bawah kepemimpinan almarhum Mohammad Bob Hasan, PB PASI akan memiliki ketua umum baru dalam Musyawarah Nasional PASI secara daring, Senin (25/1/2021). Kepengurusan baru menjadi kesempatan PB PASI untuk melakukan pemerataan prestasi yang akhir-akhir ini dikuasai oleh disiplin lari.
Atletik adalah cabang olahraga perseorangan yang terdiri dari disiplin perlombaan lari, lompat atau loncat, dan lempar atau tolak. Displin lari termasuk lari jarak pendek, menengah, jauh, estafet, gawang, dan jalan cepat. Displin lompat terdiri dari lompat jauh, jangkit, loncat tinggi, dan galah. Disiplin lempar terdiri dari lempar cakram, lembing, martil, dan tolak peluru.
Di era 1980-1990an, atletik Indonesia bisa merajai secara merata tiga disiplin perlombaan itu.
Di era 1980-1990an, atletik Indonesia bisa merajai secara merata tiga disiplin perlombaan itu. Salah satu puncaknya di SEA Games 1987 Jakarta, Indonesia. Kontingen atletik Indonesia menjadi juara umum cabang atletik dengan 17 emas, 13 perak, dan 19 perunggu. Medali diraih hampir dari semua nomor perlombaan dari tiga disiplin tersebut.
Memasuki era di atas 2000an, prestasi atletik Indonesia mengalami penurunan. Puncaknya, kontingen atletik Indonesia menjadi juru kunci cabang atletik SEA Games 2005 Filipina dengan satu emas, enam perak, dan lima perunggu. Emas satu-satunya itu diraih oleh Olivia Sadi dari nomor perlombaan 5.000 meter putri.
Turunnya prestasi atletik Indonesia turut dipengaruhi memudarnya dominasi di displin perlombaan lempar atau tolak. Sepuluh tahun terakhir di level Asia Tenggara misalnya. Koleksi emas atletik Indonesia di SEA Games hanya disumbangkan oleh atlet dari displin perlombaan lari dan lompat. Displin lempar atau tolak hanya sekali menyumbangkan emas, yakni melalui atlet tolak peluru putri Eki Febri Ekawati di SEA Games 2017 Malaysia.
Fenomena itu secara tak langsung menunjukkan ada ketimpangan pembinaan antara displin perlombaan lari, lompat/loncat dan lempar/tolak. Prestasi kontingen atletik Indonesia di skala Asia turut memperkuat dugaan tersebut.
Dari empat emas Indonesia di cabang atletik Asian Games, tiga dari displin perlombaan lari, yakni Mohammad Sarengat di 100 meter dan gawang 110 meter Asian Games 1962 Jakarta serta Supriati Sutono di 5.000 meter putri Asian Games 1998 Bangkok. Satu lagi dari lompat, yakni Maria Londa di lompat jauh putri Asian Games 2014 Incheon.
Dominasi lari
Bila dikerucut, pembinaan yang paling stabil memang hanya di nomor perlombaan lari jarak pendek. Terbukti, secara berkelanjutan di setiap era, atletik Indonesia mampu melahirkan spinter handal dengan prestasi internasional.
Setelah era Sarengat, Indonesia konsisten mengorbitkan Purnomo yang meraih emas 100 meter Kejuaraan Atletik Asia 1985 dan semifinalis 100 meter Olimpiade Los Angeles 1984, serta Mardi Lestari yang mencapai semifinalis 100 meter Olimpiade Seoul 1988. Terakhir, Lalu Muhammad Zohri yang meraih emas 100 meter Kejuaraan Dunia Yunior 2018 dan menjadi pelari tercepat Asia Tenggara dengan 10,03 detik ketika mendapatkan perunggu pada ajang Seiko Golden Grand Prix 2019 di Osaka, Jepang.
Pelatih tolak peluru PB PASI Ong Kok Hin mengatakan, selama ini, regenerasi cenderung lancar di nomor-nomor lintasan, seperti sprint. Itu karena nomor itu tidak memerlukan fasilitas khusus. Di sisi lain, displin lari sudah lebih populer di masyarakat.
Untuk nomor lapangan atau teknik, itu butuh fasilitas lebih khusus untuk berlatih. Seperti tolak peluru, tidak hanya butuh lapangan dan bola tolak peluru melainkan juga butuh fasilitas beban untuk menunjang pembentukan otot atlet. Nomor itu pun butuh sosialisasi lebih ke masyarakat.
”Di nomor lapangan, pengurus PB PASI atau pemerintah harus lebih banyak bergerilya ke lapangan untuk mengembangkan nomor ini agar regenerasinya lebih baik. Hal itu mulai dari menyediakan fasilitas pendukung memadai di daerah-daerah. Hingga, sosialisasi lebih masif ke masyarakat. Dan, tidak segan mencari bibit potensial ke pelosok-pelosok daerah,” terangnya.
Perkuat pembinaan daerah
Sekretaris Jenderal PB PASI Tigor M Tanjung menuturkan, salah satu jawaban agar prestasi atletik Indonesia lebih merata di semua displin perlombaan adalah memperkuat pembinaan daerah. Caranya dengan meningkatkan kualitas pelatih di daerah dan menyediakan fasilitas pendukung latihan yang memadai. Selain itu, tentu dengan lebih menyemarakkan kejuaraan atletik dari tingkat daerah hingga nasional.
”Mencari bibit atlet nomor lapangan, khususnya lempar/tolak itu butuh spesifikasi khusus, seperti tinggi badan dan massa otot yang ideal. Indonesia memiliki banyak bibit seperti itu tetapi mencarinya sulit, terbukti kita pernah punya Mahuze bersaudara dari Merauke, Papua yang mendominasi perlombaan lempar/tolak di 1980an (Frans Mahuze di lempar lembing dan Josephine Mahuze di tolak peluru). Maka itu, dengan memperkuat pembinaan daerah, peluang dapat atlet potensial nomor lapangan jadi lebih besar,” ujar Tigor.
Di era kepengurusan PB PASI yang baru nanti, lanjut Tigor, penguatan pembinaan daerah akan menjadi agenda utama. ”Di era almarhum Pak Bob, pembinaan lebih kuat di pusat. Sekarang, pola seperti itu sudah tidak relevan. Kita perlu melakukan penyeimbangan pembinaan antara daerah dan pusat,” katanya.
Ke depan, manajer pelatnas PB PASI Mustara Musa menyampaikan, PB PASI perlu memanfaatkan teknologi dalam melacak atlet potensial. Apalagi Kemenpora sudah bekerjasama dengan Telkom untuk mengembangkan sistem informasi dan data besar analisis untuk pengembangan olahraga nasional. ”Data itu bisa dimanfaatkan untuk pemetaaan atlet potensial yang ada di daerah dan menentukan arah pembinaan daerah sesuai bakat umum yang ada di daerah bersangkutan,” tuturnya.
Sebagai salah satu cabang lumbung medali di kejuaraan multi cabang olahraga, sudah sepatutnya atletik melakukan pemerataan prestasi. Peluang terbuka mengingat potensi sumber daya manusia yang luas dan beragam di seluruh Indonesia. Ini perlu menjadi catatan penting untuk ketua umum maupun pengurus PB PASI periode baru nanti.