Kasus Positif Kembali Meningkat, Provinsi NTB Batasi Kegiatan Masyarakat
›
Kasus Positif Kembali...
Iklan
Kasus Positif Kembali Meningkat, Provinsi NTB Batasi Kegiatan Masyarakat
Kasus positif Covid-19 kembali meningkat di NTB. Hal itu membuat pemerintah daerah setempat mengambil sejumlah langkah untuk membatasi kegiatan masyarakat guna mencegah penyebaran.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Kasus penularan Covid-19 di Nusa Tenggara Barat kembali meningkat. Daerah zona merah juga meluas. Hal itu membuat pemerintah setempat kembali mengeluarkan kebijakan untuk pembatasan kegiatan masyarakat dalam mencegah penularan Covid-19.
Menurut Wakil Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi NTB Lalu Gita Ariadi, hingga Senin (25/1/2021), total pasien Covid-19 di NTB mencapai 7.127 orang. Dari jumlah itu, 5.629 orang dinyatakan sembuh, 321 orang meninggal, dan 1.177 orang masih menjalani perawatan.
Kasus harian juga meningkat. Saat ini, tambahan pasien baru Covid-19 di NTB selalu berada di atas 50 orang. Bahkan, pada 22 Januari dan 23 Januari, kasus harian mencapai 88 orang dan 83 orang.
Peningkatan kasus baru itu juga membuat daerah dengan status zona merah bertambah. Jika sebelumnya hanya Kabupaten Sumbawa, sejak 21 Januari lalu meluas ke Kabupaten Bima, Kota Bima, dan Kabupaten Dompu.
Menyikapi hal itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi NTB Tri Budi Prayitno di Mataram, Selasa (26/1/2021), mengatakan, seluruh anggota forum komunikasi pimpinan daerah (forkopimda) mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten kota telah bertemu secara daring.
Berdasarkan pertemuan itu, Gubernur NTB Zulkieflimansyah kemudian mengeluarkan surat edaran tentang Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat dalam Penanganan Covid-19 di NTB.
Menurut Tri, ada sejumlah hal yang ditekankan dalam surat edaran itu, mulai dari pembatasan kegiatan masyarakat sesuai level kewaspadaan di setiap kabupaten kota, surat hasil pemeriksaan Covid-19, penegakan protokol kesehatan, pelaku perjalanan, hingga kegiatan usaha.
Tri menjelaskan, untuk pembatasan kegiatan masyarakat antara lain membatasi kegiatan di tempat kerja dengan menerapkan bekerja dari rumah (WFH) dan bekerja dari kantor (WFO) sesuai level kewaspadaan setiap daerah. Itu pun harus dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
”Bagi yang WFH, misalnya, pola 70 persen tidak berlaku untuk seluruh pegawai. Ada prioritas misalnya untuk yang berusia di atas 50 tahun atau di bawah 50 tahun tetapi memiliki penyakit bawaan atau sedang hamil,” kata Tri.
Menurut Tri, selama WFH, pegawai juga tidak menganggapnya semacam liburan, tetapi tetap harus memperhatikan produktivitas kerja.
Selain terkait WFH, pembatasan aktivitas juga untuk kegiatan pembelajaran tatap muka. Seiring meningkatnya kasus, kegiatan tatap muka atau luring ditiadakan untuk seluruh jenjang pendidikan mulai dari SD hingga SMA. Kecuali bagi pelajar kelas akhir, yakni VI, IX, dan XII, yang akan melaksanakan ujian kelulusan.
”Seperti halnya pegawai yang bekerja dari rumah, kegiatan pembelajaran tatap muka juga harus tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat,” kata Tri.
Sementara itu, terkait kewajiban menunjukkan hasil pemeriksaan Covid-19, berlaku untuk pelaku perjalanan dalam negeri dan luar negeri.
Penggunan transportasi udara, misalnya, wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes usap berbasis PCR (sesuai persyaratan bandara tujuan) atau surat keterangan hasil negatif tes antigen paling lama 2 x 24 jam sebelum keberangkatan. Mereka juga wajib mengisi kartu kewaspadaan kesehatan.
Hal serupa juga berlaku untuk pelaku perjalan darat dan laut. Hanya saja, surat keterangan itu paling lama berlaku 3 x 24 jam sebelum keberangkatan.
”Bagi pelaku perjalanan luar negeri, akan ada pemeriksaan antigen. Apabila negatif, akan dikembalikan ke kabupaten kota masing-masing untuk karantina mandiri. Tetapi jika positif, akan dilakukan isolasi di rumah sakit,” kata Tri.
Positif setelah vaksinasi
Dalam surat edaran itu, kedisiplinan menjalankan protokol kesehatan untuk seluruh lapisan masyarakat juga menjadi poin yang sangat ditekankan. Protokol itu mulai dari menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, serta menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas.
”Penularan masih berlangsung. Jadi, protokol kesehatan harus konsisten diterapkan,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB Lalu Hamzi Fikri.
Menurut Fikri, protokol kesehatan itu harus diterapkan secara disiplin oleh semua pihak, mulai dari pemerintah hingga masyarakat, baik yang sudah menerima vaksin maupun yang belum.
Fikri menekankan itu karena sejumlah anggota forkopimda NTB dan kabupaten kota yang menjadi penerima perdana vaksin terkonfirmasi positif Covid-19, seperti Komandan Resor Militer 162/Wira Bhakti Brigadir Jenderal Ahmad Rizal Ramdhani juga Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram H Usman Hadi.
”Kekebalan tidak langsung terbentuk meski sudah divaksinasi. Paling tidak, butuh 28 hari setelah vaksinasi pertama baru dapat imunitas yang melimpah,” kata Fikri.
Kekebalan tidak langsung terbentuk meski sudah divaksinasi. Paling tidak butuh 28 hari setelah vaksinasi pertama baru dapat imunitas yang melimpah.
Sejauh ini, kepatuhan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan di NTB cenderung longgar. Itu terlihat dari Data Saptol PP NTB yang mencatat peningkatan jumlah pelanggar protokol kesehatan (tidak menggunakan masker) dari operasi yustisi yang diadakan di tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota.
Menurut Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah NTB Komisaris Besar Artanto, mereka bersama TNI dan satpol PP tetap melakukan penegakan peraturan daerah. Oleh karena itu, ia berharap masyarakat tidak lengah menerapkan protokol kesehatan.