Kegelisahan Warga Saat Kasus Melebihi Angka Satu Juta
›
Kegelisahan Warga Saat Kasus...
Iklan
Kegelisahan Warga Saat Kasus Melebihi Angka Satu Juta
Ada warga yang gelisah saat Indonesia mencatatkan total satu juta kasus Covid-19 secara nasional. Warga lelah dengan berbagai kebijakan pembatasan, tetapi pertarungan dengan pandemi sepertinya masih panjang.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga Jakarta turut gelisah dengan pandemi Covid-19 di Indonesia yang telah mencapai total satu juta kasus pada Selasa (26/1/2021). Hal tersebut menandakan penanganan pandemi masih memerlukan kedisiplinan dan kerja keras, sementara sebagian orang kian lelah menghadapi situasi saat ini.
Kegelisahan itu disampaikan berbagai kalangan setelah paparan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Nasional terkait situasi kedaruratan pandemi, Selasa siang. Data Satgas menunjukkan penambahan 13.094 kasus pada hari kemarin sehingga kini ada total 1.021.350 kasus yang terhitung sejak pandemi melanda pada Maret 2020.
Dari jumlah hari ini, Jawa Barat menjadi provinsi dengan penambahan tertinggi, yakni 3.924 kasus. Selanjutnya, ada DKI Jakarta yang penambahannya mencapai 2.341 kasus, dan Jawa Tengah sebanyak 1.761 kasus.
Penambahan kasus itu berefek pada kegelisahan pengurus RT dan RW di Jakarta. Ketua Forum RT/RW DKI Jakarta M Irsyad menuturkan, para pengurus yang juga bertugas sebagai Satgas Covid-19 di daerah masing-masing ikut kelimpungan dengan perkembangan situasi pandemi. Hal ini karena kondisi warga yang semakin jenuh dengan kebijakan pembatasan.
”Teman-teman dari RT dan RW merasakan warga sepertinya sudah jenuh. Mereka mungkin lelah dengan kebijakan pembatasan yang berlarut-larut. Walau kita sudah imbau, sulit untuk patuh karena sepertinya warga pun sudah capek,” tutur Irsyad, Selasa siang.
Nunung Ratna (40), warga Palmerah, Jakarta Barat, mengeluh jenuh dengan kebijakan pembatasan yang berlangsung saat ini. Dia juga kurang mengerti terkait perubahan regulasi yang kini diganti dengan istilah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) untuk lingkup Jawa serta Bali.
Nunung selama ini hanya fokus pada kondisi keuangan keluarga yang kian terbatas. Dia hanya mengandalkan gaji dari suami, sementara usaha susu kedelai di rumahnya sedang sangat sepi. ”Kalau sekarang, pokoknya fokus cari uang saja untuk keluarga. Anak saya ada empat. Kalau situasinya pembatasan terus-menerus, bagaimana mau bertahan hidup dan cari makan?” ucap perempuan itu.
Lamanya situasi pembatasan juga berdampak pada longgarnya protokol kesehatan. Pantauan Kompas, Senin (25/1/2021), praktik jaga jarak fisik dan pakai masker tidak terlalu dipatuhi di sejumlah wilayah perbatasan Jakarta menuju Depok dan Bogor, Jawa Barat.
Yusuf Sayuti (38), pengendara sepeda motor di Jalan Raya Bogor-Jakarta, berpendapat, pengawasan di perbatasan kota tidak terlalu berdampak bagi pelanggar protokol kesehatan. Sebagian pelanggar tetap lolos dari pantauan petugas.
”Ini sebutannya pembatasan sosial, PPKM, berubah-ubah terus, tapi praktiknya kayak sama saja. Peraturan itu berganti terus, tetapi enggak berdampak apa-apa. Saya lelah kalau lihat kondisi kayak sekarang, kerja, ya, kerja saja,” ujar pekerja pabrik kemasan di Jakarta Timur ini, Senin.
Tenaga kesehatan
Keluhan juga datang dari kalangan tenaga kesehatan di puskesmas. Dokter Umum Puskesmas Kecamatan Palmerah, Hendi Tri Ariatmoko, menuturkan, kondisi yang sering terjadi kini adalah warga kesulitan mencari rujukan rumah sakit. Hal itu terjadi baik pada pasien Covid-19 maupun bukan.
”Layanan 24 jam puskesmas kerap kesulitan mencari rujukan rumah sakit untuk warga. Beberapa minggu terakhir pula, kami susah payah mencarikan rumah sakit bersalin untuk ibu hamil hingga waktu dini hari,” tuturnya.
Hendi berharap penanganan pandemi bisa terus dievaluasi agar makin baik. Begitu pula Irsyad dari Forum RT/RW DKI Jakarta yang berharap semoga tidak terjadi penambahan satu juta kasus untuk kedua kalinya pada beberapa bulan mendatang.