Pendataan rumah terdampak gempa di Sulawesi Barat memasuki tahap akhir validasi sebelum disahkan dan dikirimkan ke pemerintah pusat.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS/M IKSAN MAHAR
·4 menit baca
MAMUJU, KOMPAS — Pendataan rumah terdampak gempa di Sulawesi Barat memasuki tahap akhir validasi sebelum disahkan dan dikirimkan ke pemerintah pusat. Meski demikian, sejumlah kendala dihadapi, mulai dari perbedaan jumlah data rumah hingga warga yang belum terdata.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga Senin (25/1/2021), terdapat 2.124 rumah rusak di Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Majene. Sebanyak 423 rumah rusak berada di Majene dan 1.701 di Mamuju.
”Data ini yang kami verifikasi di lapangan sampai kemarin dan dipastikan secara administratif telah valid. Di luar jumlah ini, di Majene ada 3.699 laporan rumah rusak yang masih perlu divalidasi, sementara di Mamuju juga akan terus bertambah karena data hari ini belum masuk,” tutur Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB Rifai, di Mamuju, Selasa (26/1/2021).
Menurut Rifai, jumlah rumah yang rusak ini kemungkinan besar terus bertambah seiring berjalannya pendataan dan validasi. Rumah rusak ini terbagi dalam kategori rusak ringan, sedang, hingga berat. Pengambilan data sejak Jumat hingga Selasa malam, yang dikumpulkan oleh tim di lapangan, khususnya dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Mamuju dan Majene.
Setelah tuntas, terang Rifai, data akan disahkan oleh pemerintah kabupaten sebelum dikirimkan ke pemerintah pusat. Data ini akan menjadi rujukan bagi tim pusat untuk dilakukan pengecekan sebelum pemberian bantuan dilakukan.
Berdasarkan instruksi Presiden Joko Widodo, pemerintah akan mengeluarkan dana bantuan renovasi rumah sebesar Rp 50 juta untuk rusak parah, Rp 25 juta untuk rumah rusak sedang, serta Rp 10 juta untuk rumah rusak ringan. Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan program Dana Tunggu Hunian (DTH) sebesar Rp 500.000 setiap keluarga per bulan selama enam bulan.
Meski sebagian besar akan disahkan dalam waktu dekat, terang Rifai, pihaknya juga masih membuka pendataan rumah rusak yang belum sempat terdata. Validasi dilakukan simultan dengan proses pengecekan data ke depannya.
”Kami targetkan sampai minggu kedua Februari semua data telah selesai dicek. Nantinya tetap akan ada assessment (penilaian) lagi untuk memastikan kondisi rumah dan segala halnya sebelum bantuan diberikan. Berdasarkan pengalaman di gempa Lombok lalu, masih ada sejumlah tahap verifikasi yang harus dilalui,” katanya.
Bantuan dana, ia melanjutkan, akan diberikan dengan proses transfer ke rekening masing-masing warga terdampak. Bersama pemerintah daerah, nantinya dibuatkan rekening khusus untuk setiap orang. Dana akan dikirim ke rekening tersebut.
Sementara itu, data Dinas Perumahan Rakyat, Permukiman, dan Pertanahan (Perkim) Mamuju, hingga Selasa siang, sebanyak 3.741 rumah rusak yang telah tercatat. Data ini berasal dari kepala lingkungan, kepala desa, dan lurah di enam kecamatan di Mamuju. Jumlah ini berbeda dengan data yang dikumpulkan oleh tim BNPB, yang berasal dari BPBD wilayah.
Sekretaris Dinas Perkim Mamuju Jufri Badau menyampaikan, data ini dikumpulkan oleh tim dinas sejak Jumat dua pekan lalu. Data yang diberikan oleh perangkat di masing-masing wilayah dicatat lengkap dengan nomor telepon pemilik hingga lokasi rumah. Tim juga turun melakukan validasi lapangan.
”Untuk yang rusak berat itu sebanyak 767 rumah, rusak sedang 1.392 rumah, dan rusak ringan sebanyak 1.582 rumah. Kami terus kumpulkan sampai malam ini karena masih ada yang baru mengirim data,” katanya.
Selain kendala waktu, tambah Jufri, sebagian besar warga terkendala dengan dokumen yang harus dikumpulkan, yaitu KTP dan kartu keluarga. Sebab, banyak rumah warga yang rusak sehingga dokumen tercecer atau tertimbun bangunan. Belum lagi warga yang mengungsi ke tempat keluarga di luar Mamuju.
Untuk membantu pendataan hunian warga yang terdampak gempa, Komando Distrik Militer (Kodim) 1418/Mamuju mengerahkan 72 bintara pembina desa (babinsa). Di lapangan, personel babinsa itu membantu kepala dusun dan kepala desa atau lurah untuk memproses pengumpulan data rumah, baik rusak berat, sedang, maupun ringan.
Komandan Kodim 1418/Mamuju Kolonel (Inf) Tri Aji Sartono mengatakan, sebanyak 72 babinsa itu dikerahkan untuk mendata rumah terdampak gempa di lima kecamatan, yakni Kalukku, Tapalang, Tapalang Barat, Mamuju, dan Simboro. Proses pendataan itu pun telah dilakukan sejak Jumat (22/1).
Kami pastikan proses pengumpulan data rumah terdampak gempa telah rampung Selasa ini.
”Kami pastikan proses pengumpulan data rumah terdampak gempa telah rampung Selasa ini. Sampai hari ini, masih ada satu desa yang belum masuk, yaitu Desa Labuang Rano di Kecamatan Tapalang Barat. Tapi, tadi saya sudah perintahkan babinsa untuk jemput datanya,” ujar Tri.
Meski telah lintas sektor, beberapa warga belum mengetahui informasi adanya bantuan dana perbaikan rumah yang dicanangkan pemerintah. Nur (55), warga Mamuju, menuturkan, hingga hari ke-12 pascagempa, ia belum tahu adanya informasi bantuan tersebut.
Ia bahkan belum pernah didatangi pemerintah atau lingkungan setempat untuk didata terkait kerusakan rumah. ”Kami cuma dapat bantuan dari aparat kepolisian tadi malam. Dikasih tenda sama beras. Kalau yang rumah itu belum tahu,” ucapnya.
Selain pendataan, BNPB juga telah merekomendasikan untuk memperpanjang masa tanggap darurat selama dua pekan. Masa tanggap darurat pertama akan berakhir pada Kamis (28/1).
”Kepala BNPB memerintahkan untuk memperpanjang masa tanggap darurat bencana selama dua pekan ke depan. Di masa itu, kami upayakan untuk pemulihan pengungsi dan perbaikan infrastruktur darurat,” kata Rifai.
Perpanjangan masa tanggap darurat, tambah Rifai, akan dilakukan oleh pemerintah daerah, khususnya Pemprov Sulbar. Pihaknya telah berkomunikasi dengan gubernur Sulbar terkait hal ini dan segera mengambil langkah pemulihan tanggap darurat lanjutan.