Kita tidak boleh berprasangka. Kita adalah sesama makhluk ciptaan Tuhan. Prasangka bisa menuai pemisahan, mengotak-ngotakkan sesama ke dalam kelompok yang berseberangan pendapat, intensi, dan apa yang dipercaya.
Oleh
Zainoel B Biran
·2 menit baca
Belakangan ini terasa betul banyak orang senang berbicara dan mempersoalkan segala sesuatu yang dipandangnya kurang tepat. Alasannya, wajib berpikir kritis. Yang paling mutakhir adalah orang yang menolak vaksin dengan berbagai alasan: data uji coba harus akurat, referensi harus jelas, dan sebagainya.
Kita tidak tahu apakah dengan begitu orang akan menghindarkan diri dari upaya vaksinasi ataupun sebaliknya menjadi lebih siap. Yang jelas, kita tidak tahu apa yang menjadi intensi si pemersoal.
Mungkin ia hendak mengingatkan orang untuk berhati-hati. Mungkin ia ingin menyatakan, ”Jangan percaya pemerintah!” Mungkin ia hendak menyatakan, ”Kita pasrah saja, tunggu nasib.” Mungkin pula ia memang ”iseng” mempersoalkan segala sesuatu.
Sulit bagi kita menafsirkan apa yang terkandung dalam hati dan pikiran orang-orang itu. Mungkin niatnya baik, tetapi mungkin pula ada niat lain. Kita sedang dalam situasi yang tidak jelas, tidak ada yang tahu kapan berakhirnya kondisi memprihatinkan ini. Karena itu, lontaran aneka kritik, celaan, dan ajakan adu argumentasi menambah rumit persoalan. Jangan-jangan memang ini tujuannya: mengacaukan pikiran orang banyak!
Ah, kita tidak boleh berprasangka. Kita adalah sesama makhluk ciptaan Tuhan. Prasangka bisa menuai pemisahan, mengotak-ngotakkan sesama ke dalam kelompok-kelompok yang berseberangan pendapat, intensi, dan apa yang dipercaya. Jadilah pelekatan label (stigma) stereotipikal pada diri seseorang ataupun sekelompok orang hanya membuahkan diskriminasi dan semakin mempertajam perbedaan. Perbedaan yang menajam bisa memancing permusuhan, bahkan kekerasan antarwarga.
Itukah yang diinginkan? Pokoknya, saya benar dan kamu salah. Yang penting kamu kalah dan saya menang! Inikah yang hendak dicapai dan diwujudkan?
Marilah melihat diri sendiri. Menerawang alam pikir dan mengulik isi hati masing-masing. Mempertanyakan sikap dan pandangan kita pribadi terhadap pro-kontra vaksinasi, bukan pro-kontra sesama ataupun pemerintah.
Kita bebas berkehendak dan menetapkan apa yang terbaik bagi diri sendiri. Akan tetapi, sebagai makhluk Tuhan yang diberkahi kemampuan berpikir dan menimbang baik-buruk laku kita, kita juga harus siap menanggung konsekuensi dari pilihan kita. Mempertanggungjawabkan logika dan keputusan yang kita buat.
Jangan protes, jangan menuntut pengertian. Jangan salahkan orang lain! Mari introspeksi.