Harapan baru berembus dari Gedung Putih ketika Presiden Amerika Serikat Joe Biden memutuskan kembali bergabung mengatasi perubahan iklim.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Harapan baru berembus dari Gedung Putih, ketika Presiden Amerika Serikat Joe Biden memutuskan kembali bergabung mengatasi perubahan iklim.
Sepanjang 2017-2021, dunia melihat dengan penuh kekhawatiran atas pelbagai sikap Presiden AS Donald Trump. Perang dagang dengan China, ketidakpercayaan pada bahaya Covid-19, dan anggapan perubahan iklim sekadar konspirasi sehingga AS keluar dari Kesepakatan Paris.
Dunia kembali bernapas lega ketika janji kampanye Biden diterapkan sejak awal pemerintahan. AS kembali mendukung Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang lagi pontang-panting menghadapi pandemi.
Ketergantungan manusia selama lebih dari 200 tahun terhadap energi fosil membuat polutan makin banyak di atmosfer, menghalangi sinar matahari memantul keluar Bumi.
AS juga mengirim John Kerry sebagai utusan khusus untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Adaptasi Iklim yang mulai berlangsung Senin (25/1/2021) secara daring. Kerry juga akan bernegosiasi dengan China dalam hal pengurangan energi fosil dan kemungkinan kelak perundingan terkait perang dagang.
Ketergantungan manusia selama lebih dari 200 tahun terhadap energi fosil membuat polutan makin banyak di atmosfer, menghalangi sinar matahari memantul keluar Bumi. Suhu terus naik dan terjadilah perubahan iklim. Perubahan ini berdampak pada seluruh kehidupan, termasuk sistem pertanian dan ketersediaan pangan dunia.
Meskipun telah mulai dibahas sejak KTT Stockholm 1972 dan menjadi topik serius dalam KTT Bumi di Rio de Janeiro, 1992, implementasi yang mengikat negara maju baru berwujud dalam Protokol Kyoto, 1997. Implementasi untuk semua negara masuk dalam Kesepakatan Paris 2015.
Biden menjanjikan peralihan penggunaan energi fosil ke energi bersih dalam infrastruktur.
Dari sejak Protokol Kyoto, AS sebenarnya sudah bermasalah. Senat AS langsung tidak bersedia meratifikasi. Kebijakan mulai berubah ketika pemerintahan di bawah Bill Clinton-Al Gore (1992-2000). Namun, Kesepakatan Paris yang sudah diratifikasi pemerintahan Presiden Barack Obama (2009-2017) dibatalkan Trump, kemudian.
Beruntung, Biden memenangi pemilu. Dengan demikian, komitmen AS bisa berlanjut. Kesepakatan Paris yang sudah diratifikasi 189 negara—termasuk Indonesia—memang sangat penting karena salah satu tujuannya adalah mengurangi laju kenaikan suhu global kurang dari 2 derajat celsius. Kalau bisa, 1,5 derajat celsius, akhir abad ini.
Biden menjanjikan peralihan penggunaan energi fosil ke energi bersih dalam infrastruktur. Saat berkampanye, ia ingin memastikan AS mencapai 100 persen ekonomi energi bersih dan emisi nol sebelum tahun 2050.
Pandemi telah menyadarkan kita bahwa semua bangsa harus bergerak bersama untuk menuju Bumi yang lebih baik. Hal ini seiring dengan ensiklik Laudato Si dari Paus Fransiskus.
Surat kepada para uskup agar diteruskan kepada umat Katolik di seluruh dunia itu intinya mengingatkan bahwa Bumi adalah rumah ibu kita bersama. Ibu yang kini dalam keprihatinan besar karena kita dengan tidak bertanggung jawab telah menghambur-hamburkan segala kelimpahan.