Platform Digital, Solusi Musisi Daerah Promosikan Karya
›
Platform Digital, Solusi...
Iklan
Platform Digital, Solusi Musisi Daerah Promosikan Karya
Platform musik digital menjadi harapan para musisi daerah untuk mengembangkan diri. Internet pun membantu mereka memperluas audiens.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Platform digital menjadi solusi bagi musisi daerah untuk berkembang, baik dalam hal pemasaran maupun promosi karya ke masyarakat luas. Kerja sama antara musisi dan penyedia layanan streaming musik pun diperkuat.
Menurut Dadang, personel band Kapal Udara yang berbasis di Makassar, Sulawesi Selatan, komunitas musik dan karya yang dihasilkan di Makassar telah banyak berkembang. Namun, berada jauh dari Jakarta masih menjadi tantangan bagi mereka selaku musisi. Ini karena Jakarta punya pengaruh kuat terhadap industri musik di Tanah Air.
”Bukan berarti kami harus pindah ke Jakarta untuk bermusik. Namun, ini realitas bahwa perputaran uang terbesar ada di sana. Para pemangku kepentingan dan produser musik pun ada banyak di sana. Jika pemasaran (musik) di sini (Makassar) dibandingkan dengan tingkat nasional di Jakarta, pasti akan beda jauh,” kata Dadang pada pertemuan virtual, Rabu (27/1/2021).
Hal senada dirasakan musisi Romantic Echoes dari Medan. Menurut dia, perkembangan musik di Medan berkembang pesat sekitar lima tahun terakhir. Namun, pemikiran musisi untuk berkarier di Jakarta dinilai lumrah.
”Tantangan bermusik di daerah adalah kurangnya mediacoverage (liputan). Menurutku, kita di daerah butuh tenaga lebih untuk mencapai apa yang diinginkan,” ujarnya.
Menurut Fikriawan, personel band .Feast yang berbasis di Jakarta, sebelum teknologi berkembang seperti sekarang, promosi musik merupakan pekerjaan fisik. Mereka harus singgah di sejumlah bar dan komunitas untuk mengenalkan diri. ”Tantangan lain adalah banyak sekali band-band bagus di Jakarta,” katanya.
Baik .Feast, Kapal Laut, maupun Romantic Echoes menilai, platform musik digital membantu mereka menyebarkan karya. Audiens mereka pun meluas hingga ke luar daerah tempat mereka tinggal.
Bukan berarti kami harus pindah ke Jakarta untuk bermusik. Namun, ini realitas bahwa perputaran uang terbesar ada di sana. Para pemangku kepentingan dan produser musik pun ada banyak di sana.
Penyanyi dangdut asal Jawa Timur, Tasya Rosmala, mengatakan, dulu ia memasarkan musiknya melalui cakram padat (compact disk/CD). Begitu musiknya diedarkan lewat platform digital, semakin banyak orang yang mengenal dirinya. Penggemarnya pun meluas hingga ke Kalimantan, Malaysia, hingga Taiwan.
”Sebelumnya semuanya (panggung dan pertunjukan) serba off air. Sekarang, kan, tidak boleh (karena pandemi) sehingga semua dilakukan secara virtual. Perkembangan musik dangdut (dengan kondisi ini) luar biasa menurutku,” ujar Tasya.
Popularitas akibat pengaruh digitalisasi pernah diraih grup musik asal Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Ilir 7. Grup itu membuat lagu ”Salah Apa Aku” dan diunggah ke Youtube oleh label Ascada Musik pada 21 Juni 2018. Lagu itu meledak setelah populer di Tiktok. Penggalan liriknya pun dipakai para mahasiswa saat berdemo di depan Gedung DPR, Oktober 2019.
Menurut Head of Marketing JOOX Indonesia Yuanita Agata, kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan menjadi tantangan musisi untuk menjangkau audiens yang luas. Pihaknya pun mengembangkan fitur interaktif agar musisi, penggemar, dan komunitas musik bisa saling berinteraksi. Hal ini memudahkan musisi terhubung dengan audiens, terlebih saat pandemi Covid-19.
”Kami berkomitmen untuk mendukung industri musik di Tanah Air. Untuk itu, kami mengampanyekan Rumah Jagoan Lokal bagi para musisi untuk memperkenalkan karyanya. Kami sudah bekerja sama dengan Kapal Udara dari Makassar, Nosstress dari Bali, Sal Priadi dari Malang, Romantic Echoes dari Medan, The Panturas dari Bandung, dan FSTVLST dari Yogyakarta,” tutur Yuanita.
Selain mengembangkan fitur interaktif, dukungan kepada musisi dilakukan dengan cara lain. Beberapa di antaranya melengkapi katalog musik musisi terkait, mempromosikan musisi di media sosial dan papan iklan, serta membuat program untuk memproduksi lagu eksklusif.
Tantangan bermusik di daerah adalah kurangnya mediacoverage. Di daerah butuh tenaga lebih untuk mencapai apa yang diinginkan.
Dukungan juga diberikan kepada musisi dangdut. Yuanita mengatakan, JOOX bekerja sama selama ini telah bekerja sama dengan 12 musisi dangdut dari sejumlah daerah. Ia juga menyediakan kanal khusus bernama Orkes Musik Dangdut. Hingga kini ada 200 katalog lagu dangdut eksklusif yang tersedia di JOOX.
”Kami sudah bekerja sama dengan lebih dari 50 musisi lokal dari berbagai genre sepanjang 2020. Kami harap tahun ini bisa bekerja sama dengan lebih banyak musisi,” kata Yuanita.
Tren musik 2021
Berdasarkan data internal dan catatan perilaku pengguna JOOX, musik dangdut koplo remix dan Melayu diperkirakan menarik minat publik di 2021. Ini karena kedua genre tersebut cukup populer di 2020.
Selain itu, Yuanita memprediksi lagu Korea Selatan yang menjadi soundtrack drama televisi digandrungi tahun ini. Hal tersebut tidak lepas dari maraknya tren menonton film dan drama televisi daring selama pandemi. Selama itu, drama Korea Selatan menyita perhatian sebagian masyarakat.
Menurut pendiri Indomusikgram, komunitas musik yang berbasis di Instagram, Christian Bong, selera musik publik pada 2021 akan semakin beragam. Mereka diprediksi akan semakin jujur dengan preferensi musiknya tanpa khawatir dicap tidak keren (Kompas.id, 7/12/2020).