”Quo Vadis” Kemandirian/Kedaulatan Kedelai Indonesia
›
”Quo Vadis”...
Iklan
”Quo Vadis” Kemandirian/Kedaulatan Kedelai Indonesia
Varietas kedelai lokal unggul harus terus dikembangkan oleh lembaga-lembaga penelitian agar Indonesia dapat meningkatkan kemandirian dan kedaulatan pangan.
Oleh
BUDI SETIADI DARYONO
·5 menit baca
Merdeka dari segala aspek penjajahan telah dicita-citakan bangsa Indonesia sejak era proklamasi, begitu pula merdeka dari penjajahan ketergantungan impor.
Sejak 1960 dalam catatan perdagangan luar negeri, kegiatan impor telah dilakukan negara kita dan menjadi kegiatan rutin hingga saat ini. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat komoditas bahan pangan yang banyak diimpor oleh Indonesia, antara lain, adalah gandum, bawang putih, jagung, kacang tanah, dan terutama kedelai.
BPS mencatat impor kedelai Indonesia semester I-2020 mencapai 1,27 juta ton atau senilai Rp 7,24 triliun. Kondisi ini secara langsung menjajah para petani di negeri ini karena tingginya angka impor menjadikan pasar kedelai lokal menjadi lesu sebab harga kedelai impor lebih murah di pasaran.
Rantai produksi-konsumsi
Impor berbagai bahan pangan seperti kedelai sejak lama adalah akibat belum sanggupnya negeri ini mencukupi jumlah permintaan pasar.
Kedelai lokal yang saat ini banyak dibudidayakan petani sering dianggap kalah menarik dari kedelai impor. Ukuran butir kedelai lebih kecil serta tidak seragam, kulit ari sulit terkelupas saat proses pencucian, serta proses peragian memakan waktu lebih lama.
Jika dilihat dari pembuatan produk, pembudidayaan kedelai dengan jenis bibit yang digunakan mayoritas petani saat ini lebih membutuhkan waktu dan usaha yang lebih. Pasokan yang terus-menerus datang dari luar negeri pun membuat para petani kesusahan menjual hasil panen karena pasar telah dipenuhi dengan kedelai hasil impor.
Hal ini dapat memicu pudarnya siklus produksi dan konsumsi kacang kedelai lokal sehingga berimbas pada keinginan petani untuk tak menanam komoditas penting seperti kedelai yang selalu merugi.
Varietas unggul lokal
Kegiatan impor memang menjadi salah satu solusi tercepat yang bisa dilakukan guna memenuhi tingkat konsumsi kedelai yang sangat tinggi sebagai sumber protein nabati.
Namun begitu, kemandirian dan kedaulatan pangan yang sejak lama dicita-citakan juga harus diupayakan dengan segera agar rantai kelangkaan bahan dan impor kedelai tidak lagi menjadi salah satu momok besar bagi bangsa ini.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menegaskan mendukung upaya penggunaan varietas unggul kedelai lokal Indonesia dan perluasan lahan budidayanya. Pernyataan ini telah menjadi peluit yang dibunyikan agar pihak-pihak lain, seperti peneliti, pelaku industri benih tanaman, dan tentu saja petani sendiri, mengambil tempat untuk bersinergi.
Varietas unggul sendiri didefinisikan dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 61 Tahun 2011 sebagai varietas yang telah dilepas pemerintah dan memiliki kelebihan dalam potensi hasil dan/atau sifat-sifat lainnya. Industri pembibitan memiliki peran yang sangat berarti dalam menyediakan bibit-bibit kedelai dengan sifat unggul agar petani memperoleh kursi di pasar.
Varietas unggul kedelai di Indonesia dikembangkan dari berbagai cara, yakni melalui program pemuliaan dengan persilangan, mutasi, dan menggunakan spesies introduksi. Salah satu kunci dalam pemilihan varietas unggul adalah proses seleksi, di mana karakter-karakter yang menguntungkan perlu dipilih, seperti ukuran biji yang besar, tahan terhadap hama dan penyakit, serta usia panen yang lebih singkat merupakan kategori yang wajib dimiliki varietas unggul kedelai.
Menurut Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi), varietas unggul kedelai di Indonesia telah cukup banyak jenisnya, tetapi hanya sekitar 15 persen yang berkembang luas. Varietas kedelai yang dilepas pemerintah pun sebenarnya sudah mempunya sifat yang unggul dan diminati petani dan pasar, yaitu berbiji besar seperti varietas Anjasmoro, Argomulyo, Grobogan, dan Dega 1.
Tak hanya berhenti pada ukuran biji kacang, varietas tanaman kedelai dengan usia tanam lebih pendek juga masuk dalam jajaran varietas unggul. Umur masak tanaman kedelai merupakan salah satu komponen yang diperhitungkan petani dalam budidaya, terutama dalam pembiayaan produksi. Kedelai dengan masa tanam pendek atau disebut umur genjah dicirikan dengan umur masak yang kurang dari 80 hari.
Beberapa varietas kedelai di Indonesia yang mempunyai umur genjah di antaranya Baluran, Deva 1, dan Grobogan. Bahkan untuk varietas Grobogan memiliki usia panen yang sangat singkat, yaitu 76 hari.
Benih kedelai berkualitas
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memahami usia panen kedelai adalah kondisi lingkungan.
Balitkabi meneliti perbedaan umur masak tanaman kedelai yang ditanam di dataran rendah (sekitar 10 meter di atas permukaan laut) menghasilkan tanaman kedelai yang memiliki umur masak empat hari lebih cepat, tanaman lebih panjang, dan jumlah polong lebih banyak dibandingkan dengan kedelai yang dibudidaya di elevasi yang lebih tinggi.
Untuk itu, peran pemerintah dan industri tak berhenti pada pengujian kelayakan varietas kedelai baru yang dikembangkan oleh peneliti. Pemerintah juga perlu menambah stasiun atau sentral budidaya kedelai dengan lokasi yang optimal seperti di dataran rendah untuk meningkatkan produktivitas kedelai.
Sentral pembibitan dan pembudidayaan yang optimal bagi tanaman kedelai di banyak tempat juga akan membantu mengedukasi para petani terkait varietas unggul ini. Petani yang berperan penting dalam membudidayakan tanaman kerap kali menjadi kelompok yang paling terakhir mendapat kebaruan informasi, termasuk mengenai varietas-varietas terbaru yang ada.
Lahan-lahan budidaya yang dinisiasi oleh pemerintah ataupun industri dapat mendekatkan petani pada bibit baru dan mempercepat penyebaran informasi. Selain itu, hal ini dapat membantu penjagaan ketat pemuliaan tanaman yang diperlukan untuk mempertahankan sifat dan keseragaman varietas yang ditanam.
Tidak kalah pentingnya adalah inovasi hasil penelitian dari badan litbang dan perguruan tinggi melalui berbagai aplikasi teknologi seperti bioteknologi, baik rekayasa genetik dan rekayasa genomik (kromosom) maupun biologi radiasi, harus terus difokuskan dan diprioritaskan sehingga mampu menghasilkan varietas kedelai lokal unggul yang dapat meningkatkan kemandirian dan kedaulatan pangan Indonesia.