Jumlah Pemilih Lebih Banyak dari Penduduk, MK Putuskan PSU di Nabire
›
Jumlah Pemilih Lebih Banyak...
Iklan
Jumlah Pemilih Lebih Banyak dari Penduduk, MK Putuskan PSU di Nabire
Problem daftar pemilih pernah pula terjadi di Pilkada Sampang 2018. Saat itu, MK juga memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU). Problem yang berulang menunjukkan lemahnya supervisi dari KPU pusat.
Oleh
IQBAL BASYARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Nabire, Papua, untuk menggelar pemungutan suara ulang paling lama 90 hari terhitung sejak Jumat (19/3/2021). MK menilai hasil Pemilihan Kepala Daerah Nabire 2020 tidak sah karena didasarkan pada daftar pemilih tetap yang tidak valid dan logis serta pemungutan suara di sejumlah daerah tidak dilakukan dengan sistem pencoblosan langsung.
Putusan untuk memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di semua tempat pemungutan suara di Nabire diputuskan oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara nomor 84/PHP.BUP-XIX/2021 dan 101/PHP.BUP-XIX/2021. Kedua perkara tersebut dimohonkan oleh pasangan calon nomor urut 1 dan 3 Pilkada Nabire 2020.
Dalam pertimbangan hukumnya, hakim Konstitusi, Suhartoyo, mengatakan, MK menemukan ketidakwajaran dalam penentuan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) yang dijadikan dasar untuk melakukan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Nabire Tahun 2020. Jumlah DPT dalam Pilkada Nabire diketahui lebih banyak dari jumlah penduduk sehingga sulit diterima akal sehat.
Dalam menyusun DPT, KPU Nabire tidak merujuk pada data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) semester II (115.877 jiwa) yang ditetapkan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Dalam persidangan terungkap, pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih mengacu dari data DP4 semester I (115.141 jiwa) yang disinkronkan dengan DPT pemilu terakhir 2019 (188.081 jiwa).
Dari pemutakhiran data tersebut sampai dengan dilakukannya perbaikan, jumlah pemilih tetap yang ditetapkan menjadi DPT berjumlah 178.545 pemilih. Jumlah DPT tersebut melebihi jumlah penduduk Nabire yang berdasar data Kemendagri per 30 Juni 2020 tercatat 172.190 jiwa. Hal ini berarti jumlah pemilih tetap Nabire sebanyak 103 persen dari jumlah penduduk.
”Hal demikian sulit diterima akal sehat, tentu saja dengan jumlah DPT yang lebih banyak dari jumlah penduduk, sudah sangat tidak logis, terutama apabila dikaitkan dengan jumlah DP4,” ucap Suhartoyo.
Sistem noken
Selain soal DPT, dalam persidangan terungkap bahwa pelaksanaan pilkada di beberapa tempat di Nabire dilaksanakan menggunakan sistem noken atau kesepakatan. Padahal Nabire tidak termasuk dalam 12 daerah penyelenggara pemilu yang menggunakan sistem noken seperti diatur dalam Peraturan KPU Nomor 810/PL.02.6-Kpt/06/KPU/IV/2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Suara dengan Sistem Noken/Ikat di Papua dalam Pemilu 2019.
Dalam putusannya, MK memerintahkan KPU Nabire melaksanakan pemungutan suara ulang dengan mendasarkan pada DPT yang telah diperbaiki sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan menggunakan sistem pencoblosan langsung. Pelaksanaan pemungutan suara ulang dilaksanakan paling lama 90 hari sejak putusan dibacakan.
Untuk menjamin terselenggaranya pemungutan suara ulang dengan benar, MK meminta KPU RI dan KPU Provinsi Papua melakukan supervisi kepada KPU Nabire, serta pengawasan ketat di bawah supervisi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Bawaslu Provinsi Papua, dan Bawaslu Nabire beserta jajarannya.
Berdasarkan catatan Kompas, putusan MK yang memerintahkan pemungutan suara ulang di seluruh tempat pemungutan suara di suatu daerah akibat masalah daftar pemilih tidak hanya terjadi kali ini.
Pada Pilkada 2018, MK memerintahkan KPU Sampang untuk menggelar pemungutan suara ulang akibat masalah serupa. Saat itu, MK menemukan fakta ada ketidakakuratan serta tidak validnya data yang digunakan KPU Kabupaten Sampang dalam menentukan DPT Pilkada Sampang 2018.
KPU bukan menggunakan data penduduk potensial pemilih pemilu atau DP4 (662.673 jiwa) yang bersumber dari data kependudukan Kementerian Dalam Negeri. Namun, KPU Sampang menggunakan data jumlah DPT Pemilu Presiden 2014 yang kemudian disesuaikan dengan perkembangan kependudukan terkini sehingga diperoleh DPT Pilkada 2018 sebanyak 803.499 jiwa. Adapun jumlah penduduk Sampang adalah 844.872 jiwa (Kompas 6/9/2018).
Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Ferry Kurnia Rizkiyansyah menuturkan, KPU RI perlu memberi supervisi yang lebih ketat dalam pemutakhiran data pemilih. Data tersebut mesti mengacu pada DP4 yang disinkronkan dengan data riil agar daftar pemilih yang terdata komprehensif.
Ia mengingatkan agar KPU Nabire berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Nabire karena menyangkut data DP4. Selain itu, pemutakhiran data perlu turun ke lapangan untuk memastikan data lebih akurat dan faktual.
”Perbaikan data pemilih untuk pelaksanaan pemungutan suara ulang perlu dikomunikasikan dengan tokoh-tokoh adat untuk mencegah konflik yang tidak diinginkan,” ujarnya.
Untuk menghindari kesalahan serupa terulang di pilkada selanjutnya, Ferry mengingatkan KPU agar selalu menggunakan sumber data yang valid sesuai aturan. Pemutakhiran data pemilih harus dilakukan turun langsung ke lapangan agar bisa obyektif dan akurat.
”Publik perlu terlibat dalam penyusunan daftar pemilih karena ini bukan hanya urusan penyelenggara dan pemerintah,” ucapnya.
Putusan lain
Selain membacakan putusan sengketa hasil Pilkada Nabire, MK hari ini memutus tujuh perkara lain.
Dua perkara di Toja Una-Una (Sulawesi Tengah) dan Konawe Selatan (Sulawesi Tenggara) ditolak. Sementara perkara di Kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat) tidak diterima karena pemohon tidak memiliki kedudukan hukum. Untuk sengketa hasil Pilkada Sekadau (Kalimantan Barat), MK memerintahkan penghitungan suara ulang di seluruh TPS di Kecamatan Belitang Hilir.
MK juga memerintahkan pemungutan suara ulang di Yalimo (Papua). Pemungutan suara ulang harus dilakukan di seluruh TPS (76 TPS) di Distrik Welarek dan 29 TPS di Distrik Apalapsili. Sementara di Morowali Utara (Sulawesi Tengah), MK memerintahkan pemungutan suara ulang dengan cara mendirikan TPS khusus di kawasan PT ANA bagi karyawan PT ANA yang memenuhi syarat sebagai pemilih dan belum menggunakan hak pilih karena terhalang tidak dapat memilih pada 9 Desember 2020.
Sementara untuk Pilkada Kalimantan Selatan, MK memerintahkan pemungutan suara ulang pada semua TPS di satu kecamatan (Kota Banjarmasin), semua TPS di lima kecamatan (Kabupaten Banjar), dan 24 TPS di satu kecamatan (Kabupaten Tapin). MK juga memerintahkan mengganti semua anggota Panitia Pemilihan Kecamatan dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang melaksanakan pemungutan suara ulang pada semua TPS tersebut.