PPP Sebut Potensi Muncul Tiga Poros Koalisi di 2024
Ketua DPP PPP Achmad Baidowi menyebut potensi adanya tiga poros koalisi di Pemilu 2024. Ada PDI-P yang bisa mencalonkan sendiri presiden-wapres, Golkar yang perlu satu mitra koalisi lagi, dan koalisi partai-partai lain.
JAKARTA, KOMPAS — Partai-partai politik mulai menyatakan kesiapannya untuk membuka diri terhadap pembentukan koalisi menyambut Pemilu 2024. Komunikasi untuk membangun kerja sama antarparpol mengemuka, termasuk untuk membentuk poros koalisi yang diprediksi jumlahnya akan lebih dari dua.
Wacana pembentukan poros koalisi itu dikemukakan anggota DPR Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang juga salah satu Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP, Achmad Baidowi, Jumat (15/10/2021) di Jakarta.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Baidowi mengatakan, wacana pembentukan tiga poros koalisi dalam kontestasi Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 wajar-wajar saja. Sebab, berdasarkan ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pembentukan koalisi lebih dari dua poros itu dimungkinkan.
Baca juga: PKB: Ada Peluang Usung Muhaimin-Prabowo atau Prabowo-Muhaimin
Pembentukan tiga poros koalisi berkonsekuensi pada munculnya lebih dari dua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Ketentuan itu pun dijamin di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sebab, konstitusi hanya mensyaratkan calon presiden diusung oleh partai politik atau gabungan parpol peserta pemilu.
”Kita, kan, hanya berbicara sesuai dengan UU. Kalau ada tiga poros, nantinya pembelahan seperti dua kali pilpres (2014 dan 2019) yang lalu bisa dihindari. Namun, ini baru sebatas wacana, yang sah-sah saja,” katanya.
Baca juga: Gerindra Kembali Suarakan Keinginan agar Prabowo Maju di Pilpres 2024
Terkait pembentukan poros ketiga ini, menurut Baidowi, tentu saja dimungkinkan. Ia mencermati akan ada dua poros, yakni poros Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan poros Partai Golkar. PDI-P dalam persyaratan pencalonan presiden dapat mengusung capres sendiri karena telah memenuhi syarat 20 persen kursi atau 25 persen raihan suara.
Di sisi lain, ada Partai Golkar yang tinggal mencari satu mitra koalisi untuk menggenapi syarat guna mengusung Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menjadi capres. ”Kami, PPP, terbuka dengan partai lain,” katanya.
Sebelumnya, dalam diskusi media di Kompleks Parlemen, Baidowi mencontohkan koalisi poros ketiga yang bisa saja terbentuk antara PPP, Nasdem, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Koalisi ketiga partai itu mencapai 21 persen sehingga dapat mengajukan capres sendiri.
”Itu memang memungkinkan, tetapi kita tidak membicarakan jauh ke sana. Sekarang terkait dengan manuver partai lainnya, itu sah-sah saja karena partai politik memiliki strategi masing-masing termasuk dari PPP,” katanya.
Baidowi mengatakan, sebagai perwakilan partai yang berhaluan relijius, partainya akan melengkapi partai-partai lain yang berhaluan nasionalis. Misalnya, Golkar yang berhaluan nasionalis akan memerlukan partai berhaluan relijius untuk menggenapi konstelasi ideologi pemilih yang ingin disasar. Koalisi dengan partai-partai lain, termasuk dengan Golkar, juga mungkin dilakukan PPP.
”Bahkan kemarin sempat ada wacana Airlangga Hartarto dengan Suharso Monoarfa (Ketua Umum PPP), ya, itu bisa saja sebab syarat koalisi memenuhi, dan konfigurasi nasionalis-Islam sudah terpenuhi. Jawa dan luar Jawa juga sudah terpenuhi. Itu salah satu opsi saja,” katanya.
Sementara itu, kesiapan untuk menjalin koalisi dengan partai lain juga diungkapkan Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali. Dalam keterangannya, Ali menyebutkan, Ketum Partai Nasdem yang memiliki kewenangan dan otoritas untuk menentukan koalisi yang akan dijalani.
Soal kriteria partai yang akan diajak koalisi oleh Nasdem, Ali mengatakan, patokannya ialah ideologi. Namun, ia mengakui sebenarnya semua parpol di Indonesia ideologinya hampir sama. Dengan raihan suara 9,05 persen di Pemilu 2019, Nasdem memerlukan satu hingga dua partai lagi untuk memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden-wakil presiden sebesar 20 persen kursi parlemen, atau 25 persen raihan suara sah.
Ali mengatakan, Nasdem akan menentukan capres melalui mekanisme konvensi yang terbuka untuk siapa saja. ”Budayawan, akademisi, aktivis, silakan saja. Kita tidak bisa mengklaim bahwa hanya orang partai yang terbaik atau berhak membangun negeri ini. Semua anak negeri punya hak yang sama membangun negeri ini,” ucapnya.
Calonkan ketum
Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, partainya telah memutuskan untuk mengusung Ketum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto sebagai capres. Hal itu telah diputuskan dalam musyawarah nasional (munas) partai. Itu merupakan keinginan seluruh peserta munas dan kader Golkar.
Ace mengatakan, Golkar hanya butuh satu partai untuk bisa mencalonkan Airlangga. Dengan siapa Airlangga akan berpasangan, hal itu akan sangat tergantung dinamika dan komunikasi politik yang dilakukan dengan partai-partai lain. Golkar menyadari dari berbagai survei nama Airlangga belum mencolok. Namun, Ace optimistis waktu yang ada sebelum 2024 akan memadai bagi partai untuk memastikan popularitas dan elektabilitas Airlangga naik.
”Tugas utama kami sekarang ini adalah bagaimana meningkatkan popularitas Pak Airlangga, kemudian meningkatkan eligibilitas beliau. Tentu dari situ nanti akan muncul elektabilitasnya,” katanya.
Soal konfigurasi politik pada Pemilu 2024, menurut Ace, paling banyak akan ada tiga pasangan capres-cawapres. Golkar masih terbuka untuk berkoalisi dengan parpol mana pun. Golkar menginginkan koalisi itu didasarkan pada kesamaan garis perjuangan dan persamaan untuk membentuk pemerintahan yang kuat.
Arah koalisi
Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Mada Sukmajati, mengatakan, koalisi yang dibangun parpol mestinya tidak melupakan tujuan dari pemilu serentak, pilpres dan pemilu legislatif, yang menjadi pertimbangan dari putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2014.
MK dalam pertimbangannya mengabulkan permohonan uji materi terhadap UU 42/2008 tentang Pilpres itu untuk memungkinkan munculnya koalisi parpol yang strategis dan permanen. Jika pipres digelar serentak dengan pileg, MK berpikir ke depannya arah koalisi parpol di Indonesia itu semakin solid dan bersifat permanen dalam perkembangannya.
Menilik pada pertimbangan MK mengabulkan pemilu serentak, menurut Mada, parpol-parpol juga mesti mawas diri dan melihat apakah koalisi yang mereka wacanakan itu sudah mengarah pada karakter yang permanen sebagaimana maksud konstitusi yang diterjemahkan MK, ataukah koalisi itu masih bersifat pragmatis demi meraih kemenangan semata.
”Kalau melihat arah koalisi partai-partai, kok, sepertinya masih pragmatis, melihat kemungkinan kemenangan dalam pemilu semata. Sementara tujuan pemilu serentak sebagaimana diputuskan oleh MK, kan, tidak begitu. Maunya MK, kan, penyederhanaan sistem parpol, dan koalisi yang strategis dan permanen ke depannya. Putusan MK itu kan terjemahan dari konstitusi kita,” ujarnya.
Kendati demikian, menurut Mada, wacana mengenai dua atau tiga poros koalisi itu semua kembali pada dinamika politik. Namun, hendaknya parpol juga mempertimbangkan matang-matang arah koalisi yang dibangun itu agar senapas dengan sistem pemilu yang telah diputuskan MK, 2014. Keserentakan pemilu itu diharapkan tidak hanya menyederhanakan sistem kepartaian, tetapi juga demi membangun koalisi yang lebih ajek di antara parpol-parpol.