Saat KPU Jadi Sasaran Aksi Buruh
Di Hari Buruh Internasional, Minggu (1/5/2022), sejumlah buruh menyuarakan aspirasi menolak penundaan Pemilu 2024. Bukan tanpa tujuan, pada pemilu mendatang, kaum buruh siap menjadi peserta pemilu lewat Partai Buruh.
Tak kurang dari 300 buruh dari Jabodetabek mendatangi Kantor Komisi Pemilihan Umum di Jakarta saat peringatan Hari Buruh Internasional, Minggu (1/5/2022). Mereka bukan menuntut kenaikan upah, pencairan tunjangan hari raya, ataupun pembatalan Undang-Undang Cipta kerja. Mereka berorasi meminta KPU menyelenggarakan Pemilihan Umum 2024 yang jujur dan adil.
Kedatangan para buruh itu diorganisir oleh Partai Buruh bersama empat konfederasi buruh, yakni Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia, dan Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia
Tuntutan mereka ke KPU bukan tanpa sebab. Pada 2024 mendatang, para buruh melalui Partai Buruh ingin berkontestasi pada pemilu untuk menyuarakan gagasannya melalui parlemen. Partai Buruh yang ”tertidur” hampir selama sembilan tahun itu pun telah mempersiapkan syarat-syarat untuk menjadi parpol peserta pemilu dan bersiap mengikuti pendaftaran yang tahapannya akan berlangsung pada Agustus mendatang.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal, di sela-sela aksi di Gedung KPU, mengatakan, peringatan Hari Buruh Internasional kali ini diisi dengan beragam kegiatan. Aksi pertama dilakukan di depan kantor KPU dengan membawa tiga tuntutan. Pertama, para buruh meminta Pemilu 2024 dilaksanakan secara jujur dan adil agar mampu menghasilkan anggota DPR dan Presiden yang berpihak kepada kaum buruh.
Kedua, mereka menolak politik uang merajalela karena mencederai pemilu sehingga pelakunya harus didiskualifikasi sebagai peserta pemilu. Pemilu yang melibatkan politik uang hanya akan menghasilkan wakil rakyat yang koruptif dan menghasilkan produk undang-undang yang merugikan buruh. Ketiga, buruh meminta pemungutan suara Pemilu 2024 dilaksanakan sesuai jadwal yang telah disepakati oleh penyelenggara pemilu, pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat, yakni 14 Februari 2024.
”Kedatangan kami justru mendukung KPU agar berani dalam mengambil keputusan untuk menggelar pemilu yang jujur dan adil, menindak politik uang, dan tidak menggeser waktu pemilu,” ujar Said Iqbal.
Baca Juga: Partai Buruh Wajibkan Bakal Caleg Punyai Pendukung untuk Pastikan Kursi di Parlemen
Seusai berorasi di KPU, mereka bergeser ke Bundaran Hotel Indonesia untuk menyuarakan dua tuntutan. Pertama, meminta pemerintah menurunkan harga bahan pokok yang terus melambung, seperti minyak goreng, daging, serta tepung terigu, dan menolak rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) serta elpiji 3 kilogram. Mereka juga menyuarakan penolakan terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Aksi kali ini juga diisi dengan penganugerahan pahlawan buruh nasional untuk Marsinah.
Buruh sadar bahwa setiap kebijakan ekonomi pemerintah selalu didahului dengan kebijakan politik. Oleh sebab itu, mereka pun membangkitkan lagi Partai Buruh.
Kesadaran politik
Said Iqbal mengatakan, peringatan Hari Buruh Internasional 2022 menjadi momentum bangkitnya kesadaran politik kelas pekerja. Buruh sadar bahwa setiap kebijakan ekonomi pemerintah selalu didahului dengan kebijakan politik. Oleh sebab itu, mereka pun membangkitkan lagi Partai Buruh sebagai kendaraan untuk menyuarakan kepentingan politiknya.
”Kedatangan kami ke KPU sebagai simbol gerakan dukungan moral bagi KPU agar independen dan bersih dalam menyelenggarakan pemilu. KPU tidak boleh berada dalam tekanan parpol ataupun pemilik modal,” katanya.
Gerakan ekstra parlementer, seperti demonstrasi, memang masih menjadi andalan buruh saat ini. Sebab, secara politik, mereka tidak memiliki perwakilan khusus dari para buruh untuk menyuarakan kepentingan politiknya di parlemen. Upaya untuk mewadahi kepentingan buruh di parlemen melalui parpol pun selalu gagal sejak Pemilu 1998 karena Partai Buruh Nasional kala itu tidak lolos ke parlemen. Upaya pun berlanjut pada Pemilu 2004 melalui Partai Buruh Sosial Demokrat, tetapi lagi-lagi upaya mereka gagal menembus parlemen.
Kontestasi terakhir Partai Buruh berlangsung di Pemilu 2009 di bawah Ketua Umum Partai Buruh Muchtar Pakpahan. Namun, mereka hanya mampu meraup 265.203 suara atau 0,25 persen dari suara sah nasional. Partai Buruh pun kembali tak bisa lolos di parlemen karena perolehan suaranya di bawah syarat ambang batas parlemen 2,5 persen suara. Bahkan, perolehan suara Partai Buruh saat itu masih jauh di bawah Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia yang meraup 745.625 suara atau 0,72 persen suara sah nasional.
Buruh ”go politics”
Seusai tak lolos di Pemilu 2009, partai buruh pun seakan ”mati suri”. Buruh yang ingin menyuarakan kepentingan politiknya akhirnya bergabung ke partai-partai yang sudah terbentuk. Gerakan Buruh Go Politics kembali diinisiasi oleh para buruh, khususnya yang berada di kawasan industri, seperti Bekasi, Karawang, dan Purwakarta, Jawa Barat, pada 2014.
Baca Juga: Resmi Dapat SK Menkumham, Partai Buruh Targetkan Lolos Jadi Peserta Pemilu
Pengajar di Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada, Amalinda Savirani, dalam artikel berjudul ”Bekasi, Jawa Barat: dari Patronase ke Politik Kelompok Kepentingan” di buku Politik Uang di Indonesia, Patronase dan Klientelisme pada Pemilu Legislatif 2014 ini menyampaikan, Pemilu 2014 menandai kemajuan yang signifikan bagi buruh di kancah pemilu. Ada sembilan buruh dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) yang mencalonkan diri sebagai calon anggota DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, DPR, serta DPD di Pemilu 2014.
Saat Pemilu 2014 itu, dari 82.457 anggota FSPMI di Bekasi, suara yang diperoleh caleg buruh hanya 27.483 suara. Artinya, tidak semua buruh menitipkan suaranya kepada sesama buruh untuk mewakilinya di legislatif.
Namun, tak banyak buruh yang memenangi kontestasi. Dari sembilan yang maju, hanya dua yang lolos sebagai anggota DPRD Kabupaten Bekasi, yakni Nyumarno dan Nurdin Muhidin. Nyumarno dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), sedangkan Nurdin dari Partai Amanat Nasional (PAN). Di Pemilu 2019, buruh berhasil mengantarkan Deputi Presiden FSPMI Obon Tabroni menjadi anggota DPR dari Partai Gerindra.
Saat Pemilu 2014 itu, dari 82.457 anggota FSPMI di Bekasi, suara yang diperoleh caleg buruh hanya 27.483 suara. Artinya, tidak semua buruh menitipkan suaranya kepada sesama buruh untuk mewakilinya di legislatif. ”Tidak semua anggota atau pendukung FSMPI memilih kandidat buruh, bahkan suara dari serikat pekerja Indonesia yang paling militan masih jauh dari konsolidasi,” kata Amalinda.
Pengalaman dalam pencalonan buruh sebagai anggota legislatif selama beberapa pemilu terakhir menjadi pengalaman penting bagi Partai Buruh menyiapkan Pemilu 2024. Said Iqbal mengatakan, kantong buruh di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kepulauan Riau akan terus dikonsolidasikan karena menjadi pusat suara bagi Partai Buruh.
Ia pun optimistis bisa lolos ambang batas parlemen di Pemilu 2024. Menurut dia, ada banyak perbedaan antara Partai Buruh yang lama dan Partai Buruh yang sekarang. Jika dahulu elemen Partai Buruh hanya berasal dari Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), kini ada 11 elemen yang bergabung di Partai Buruh, di antaranya FSMPI, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KPBI), Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan (KEP), serta Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI).
Anggotanya pun kini tak hanya dari kalangan buruh, ada pula kalangan aktivis, guru honorer, nelayan, pekerja rumah tangga, dan tukang ojek daring. Saat ini, persiapan untuk menjadi parpol peserta pemilu mencapai 93 persen, sementara keanggotaan Partai Buruh sudah mencapai 200.000 orang dan ditargetkan bisa mencapai 513.00 orang. ”Konstituen yang menjadi basis pemilih kini lebih luas sehingga kami optimistis bisa lolos parlemen di Pemilu 2024,” kata Said Iqbal.
Baca Juga: Partai Baru Berjibaku Penuhi Syarat Peserta Pemilu 2024
Saat dihubungi Minggu, Amalinda menuturkan, Partai Buruh menghadapi tantangan ketidakmerataan basis buruh di Indonesia. Sebab, basis pemilihnya hanya ada di kawasan industri, yakni Bekasi (Jabar), Tangerang (Banten), Batam (Kepulauan Riau), dan Sidoarjo (Jatim). Sekalipun buruh tersebar di banyak wilayah, kesadaran tentang kelas masih terbatas.
Partai Buruh menghadapi tantangan ketidakmerataan basis buruh di Indonesia. Sebab, basis pemilihnya hanya ada di kawasan industri.
Kata ”buruh” cenderung mencakup kelas bawah sehinga kelas pekerja lain merasa bukan bagian dari buruh, tetapi pekerja kerah putih. Jaringan platform partai ke kelompok pekerja nonpabrik, seperti pekerja lepas, dan pekerja prekariat, seperti ojek daring, masih terbatas.
”Kalau (mereka) sudah masuk serikat pasti pilih Partai Buruh sehingga perlu terus memperluas keanggotaan serikat. Juga mesti memastikan keterkaitan dengan generasi muda yang akan menjadi pemilih mayoritas di Pemilu 2024,” tutur Amalinda.