Publik Singapura sudah lama dimanjakan dengan fasilitas angkutan umum mumpuni. Baik yang berbasis bus maupun rel, semua angkutan massal di negeri sebelah ini semakin prima. Sebuah survei oleh Public Transport Council yang diumumkan hari Senin (6/2) menunjukkan, kepuasan penumpang Singapura pengguna angkutan umum mencapai 96,4 persen. Tingkat kepuasan pengguna angkutan umum sebagian besar didorong oleh perbaikan kenyamanan, waktu tempuh, dan waktu menunggu angkutan umum.
Rakyat Singapura beruntung. Pemerintahnya sejak jauh hari menjadikan pelayanan angkutan umum sebagai hal yang penting. Praktis seluruh bagian negara tersebut terhubungkan dengan transportasi massal cepat (MRT). Jumlah pengguna MRT lebih dari 2,8 juta orang setiap tahunnya atau hampir 77 persen dari 3,6 juta penumpang angkutan umum negeri tersebut.
Warga Jakarta sudah lama mengidamkan kotanya memiliki pelayanan angkutan umum seperti Singapura. Ada masanya penguasa berkelit saat ditanya mengapa di Jakarta tidak membangun MRT seperti di Singapura. Jawabnya macam-macam.
Salah seorang gubernur DKI bahkan pernah menjawab, tidak mungkin Jakarta memiliki jaringan MRT bawah tanah seperti halnya Singapura. ”Kondisi tanah Jakarta berbeda dengan Singapura,” katanya kepada wartawan saat itu. Buktinya, kini mesin bor terowongan terus menggangsir terowongan di bawah tanah Jalan Sudirman hingga Thamrin. Teknologi sudah tersedia yang dibutuhkan adalah kemauan politik pemerintah menyediakan angkutan umum yang layak kepada rakyatnya.
Jawaban seorang gubernur DKI lainnya, penduduk Jakarta tidak sebanyak penduduk Singapura sehingga bukan perkara mudah untuk mengaturnya. Tudingan ada kepentingan industri otomotif yang tidak rela pelayanan angkutan umum membaik pun terdengar. Jika pelayanan angkutan umum di Ibu Kota mumpuni, bagaimana ”nasib” produk otomotif mereka?
Pertarungan kepentingan bisnis dan kemauan politik itu berbuah kemacetan lalu lintas di mana-mana. Pertumbuhan pengguna angkutan pribadi, menyemutnya kendaraan bermotor, maraknya ojek, termasuk ojek aplikasi, menambah kusut masai dunia transportasi perkotaan.
Padahal, kesadaran menggunakan angkutan umum sebenarnya mulai tumbuh. Setidaknya ini terlihat dengan semakin meningkatnya pengguna commuter line (KRL) ataupun bus transjakarta. Namun, jumlah pengguna angkutan umum di DKI Jakarta saat ini hanya 24 persen dari seluruh pelaku perjalanan setiap harinya. Masih jauh dari angka ideal pengguna angkutan umum yang sebaiknya mencapai 60 persen.
Pembangunan MRT tahap satu Lebak Bulus-Sisingamangaraja-Bundaran HI sedang berlangsung. Sementara pembangunan proyek kereta ringan (LRT) Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi yang walaupun sudah berlangsung kini sedang menunggu kepastian pembiayaan. Pemerintah menilai proyek yang menelan dana mencapai Rp 22,5 triliun itu terlalu besar jika dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Apalagi pemerintah juga harus membangun LRT di Sumatera Selatan yang butuh suntikan Rp 12 triliun.
Pemerintah dikabarkan sedang mencari opsi pembiayaan proyek tersebut. Bagaimanapun peningkatan pelayanan angkutan umum sudah tidak bisa ditunda lagi. Soal angkutan umum jangan bosan berkaca ke Singapura.