BOGOR, KOMPAS -- Warga Kabupaten Bogor akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi di Bandung terkait keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Cibinong atas gugatan jalan rusak. Kemarin, hakim memutuskan menolak gugatan warga.
Kuasa hukum warga selaku pengugat, Zentoni, Selasa (14/2), menegaskan, petimbangan majelis hakim tersebut tidak benar atau kurang pas, dan mengesankan majelis hakim kurang paham permasalahan yang digugat yaitu mengenai jalan-jalan rusak, bukan lingkungan hidup.
"Sesuai dengan prinsip hukum acara, somasi itu diajukan sebelum ada gugatan, bukan harus 60 hari. Jadi, pertimbangan majelis hakim itu keliru sekali, karena pertimbangannya berkenaan lingkungan hidup. Gugatan perdata kami tentang jalan, bukan lingkungan hidup," katanya.
Dalam persidangan, menurut Zentoni, sudah terbukti fakta tentang jalan-jalan rusak di Kabupaten Bogor. Majelis hakim juga sudah membenarkan bahwa gugatan harus diajukan sesudah ada somasi tanpa batas waktu. "Selain itu, tidak benar Bupati Bogor menjawab sosami kami. Sebab, sampai hari ini juga, kami belum pernah menerima jawaban atas somasi itu," katanya.
Selain mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi di Bandung, pihak penggugat juga akan melaporkan majelis hakim ke Komisi Yudisial.
Somasi ke tergugat
Majelis hakim Pengadilan Negeri Cibinong memutuskan tidak dapat menerima gugatan sembilan warga Kabupaten Bogor terkait jalan-jalan rusak di kabupaten tersebut, Selasa (14/2).
"Somasi atau notifikasi disampaikan hanya khusus diberikan kepada tergugat 1, sedangkan kepada tergugat 2 dan 3, tidak disampaikan. Harusnya, juga disampaikan secara khusus, bukan tembusan. Sehingga, gugatan para tergugat belum saatnya diajukan atau prematur. Dengan demikian, tidak memenuhi syarat formil diajukannya sebuah CLS (citizen law suit/gugatan warga negara). Karena gugatannya prematur, gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima," kata Eko Julianto, ketua majelis hakim dalam perkara bernomor 140/Pdt/PN Cib/2016 tersebut. Anggota majelisnya adalah Chandra Gautama dan Zaumi Amri, dengan Tira Tirtona sebagai anggota hakim penganti.
Perkara perdata CLS tersebut diajukan sembilan warga Kabupaten Bogor menggugat Bupati Bogor, Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Bogor, dan Ketua DPRD Kabupaten Bogor, terkait jalan-jalan rusak di kabupaten tersebut. Dalam pertimbangannya, Eko mengatakan, tenggang waktu penyampaian gugatan hanya enam hari kerja, setelah somasi atau notifikasi disampaikan kepada Bupati, seharusnya 60 hari kerja agar tergugat diberi kesempatan memperbaiki apa yang akan digugat penggugat. Ketentuan perlu 60 hari kerja itu, mengacu pada Surat Keputusan Mahkama Agung Nomor tentang Pedoman Menangani Perkara Lingkungan Hidup.
Majelis hakim juga menghukum para penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 1.406.000.
Usai sidang kuasa hukum Bupati Bogor, Ratih Purnamasari, mengatakan senang atas putusan majelis hakim, karena majelis secara normatif mengikuti aturan. "Gugatan pengugat tidak diterima itu karena alasan notifikasi atau somasi. Menurut majelis, itu harus 60 hari kerja, kenyataan somasi atau teguran dari penggugat ini hanya tujuh hari kerja," katanya.
Ia menambahkan, jalan-jalan rusak di Kabupaten Bogor yang digugat pengugat, sudah diperbaiki atau ada dalam perencanaan perbaikan karena masih dalam proses lelang. Jadi, somasi penggugat juga sebetulnya sudah dibalas Bupati.
Adapun juru bicara PN Cibinong Bambang Setyawan mengatakan, majelis hakim memang menyoroti masalah notifikasi atau somasi, yang merupakan syarat formil yang harus ada dalam sebuah gugatan CLS. Dalam masalah ini, majelis hakim menegaskan bahwa notifikasi atau somasi harus diberikan secara langsung kepada semua para pihak yang digugat, dan harus disertai hal-hal apa yang harus dilakukan para tergugat sebelum diajukan gugatan.
Mengenai tenggang waktu 60 hari antara somasi diberikan dan gugatan didaftarkan, Bambang menegaskan, hal itu memang mengacu pada Keputusan Mahkamah Agung Nomor 36/KMA/SK/2013 tentang Pemberlakuan Pendoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup. Sebab, sebelum menjatuhkan putusan, majelis hakim harus mencari dasar-dasar hukumnya. Sebab, lingkungan hidup juga yang mengatur masalah notifikasi atau somasi CLS.
"Sebelum menjatuhkan hukuman, hakim harus mencari dasar-dasar hukumnya. Salah satu dasar hukumnya, yang kita bisa mengasposi tenggang waktunya, tentang notifikasi atau somasinya, yang diatur dalam SK MA itu," katanya.
Tentang rencana penggugat akan banding dan melapor ke KY, Bambang mengatakan, sebagaimana UU Nomor 48/2009 hakim harus menggali atau mengisi kekosongan hukum, jika tidak ada dasar hukum yang mengatur secara spesifik tentang pekara itu. "Kalau para pihak banding, ya, silakan. Karena prosedurnya,dalam perkra perdata itu, ada 14 hari untuk mengajukan banding. Kalau mengenai prilaku hakim, memang ke KY," katanya.
(RTS)