Bukan Banjir Terakhir dan Terparah
JAKARTA, KOMPAS — Banjir dan genangan memerangkap Jakarta dan sekitarnya, setidaknya separuh hari dan akhirnya surut pada Selasa (21/2) lewat siang. Banjir yang mayoritas dipicu hujan lokal merata itu bukanlah yang terparah. Antisipasi dan kesiagaan dibutuhkan: pemerintah ataupun warga.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga Selasa pagi, banjir terjadi di 54 lokasi di Jakarta dengan ketinggian air 10 sentimeter hingga 1,5 meter. Selain di Jakarta, banjir juga melanda Bekasi yang menyebabkan satu orang meninggal hanyut dan Tangerang.
Kawasan Jakarta Utara terdampak besar, selain Selatan, Barat, dan Timur. "Daerah pertemuan angin ada di utara Jakarta, itu menambah suplai uap air," kata Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ramlan, yang dihubungi pada Selasa (21/2).
Banjir di DKI Jakarta dan sekitar Jabodetabek kemarin menunjukkan, faktor yang perlu diwaspadai bukan hanya curah hujan di hulu, seperti Bogor dan Depok. Faktor dominan adalah curah hujan sangat lebat atau ekstrem di area utara.
Curah hujan di Jabodetabek kali ini tertinggi selama Februari. Pekan lalu, intensitas hujan di Jabodetabek rata-rata ringan-sedang, berkisar 25-40 mm per hari, tetapi memicu banjir karena merata.
Di Jakarta Pusat, sejak pukul 03.00, lima rukun warga (RW) di Kelurahan Karet Tengsin di bantaran Kali Krukut terendam banjir setinggi 50-100 cm. "Banjir kali ini paling parah sejak 2012," kata Ketua Lembaga Masyarakat Kota (LMK) RW 007 Karet Tengsin Soleh. Tahun 2012, banjir di kawasan itu 2,5 meter. Setelah itu, air hanya meluap dari selokan.
Meskipun tidak setinggi lima tahun lalu, banjir berdampak di enam RW di Karet Tengsin. Sekitar 50 orang lansia dan anak balita diungsikan di Masjid Muhajirin yang lokasinya lebih tinggi.
Di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, pantauan di Jalan Kelapa Hybrida Raya, banjir menggenang 40 cm. "Hari ini aki mobil terjual lima buah," kata Andrianto, penjaga toko aki. Banjir biasa menggenangi kawasan itu. Sepeda motor mogok bukanlah hal baru.
Selasa pagi, pekerja penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU) Kelurahan Pegangsaan Dua, Jakut, Dennis Nenometa (30), dilaporkan hanyut. Koordinator penyapu jalan itu terseret arus ketika menyeberangi Kali Jembatan Besi, Rawa Sengon, pada pukul 05.30, saat hendak bekerja. Hingga sore, ia belum ditemukan.
Luapan sungai
Hujan merata juga membuat sejumlah sungai meluap. Di Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, banjir di empat kelurahan, yaitu Kuningan Barat, Pela Mampang, Tegal Parang, dan Kelurahan Bangka, disebabkan luapan Kali Krukut dan Kali Mampang. Ratusan rumah terendam.
Luapan Kali Ciliwung di Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jaksel merendam rumah warga di bantaran yang belum diturap hingga ketinggian lebih dari 1 meter. Sebanyak 92 orang mengungsi di posko penampungan di Aula Garuda. Rumah mereka terendam.
Adapun luapan Kali Pesanggrahan membuat banjir 20-70 cm di Jalan Ciledug Raya, Kelurahan Ulujami, Perumahan Shangrila II, Kelurahan Petukangan Selatan, dan Utara.
Luapan Kali Grogol juga menggenangi 25 rumah di Kampung Pluis, Kelurahan Grogol Utara, dan 56 rumah di Kebayoran Lama Utara.
Di kawasan Cipinang Melayu, Jakarta Timur, banjir dari luapan Kali Sunter sudah tiga hari membesar dan meluas. Itu diperparah Kalimalang yang juga meluap sehingga ketinggian air di RW 003 dan RW 004, Cipinang Melayu, bertambah dari 1,5 meter menjadi 2 meter.
Selain itu, tembok pembatas pekarangan warga dengan Kali Sunter jebol di Cipinang Muara akibat derasnya arus Kali Sunter. Banjir meluas di Cipinang Indah dan Cipinang Muara. Lebih kurang 1.000 keluarga terdampak.
Pengurus Posko RW 003 Cipinang Melayu, Esther Sandina, mengatakan, banjir sejak Minggu meluas dari lima RT di RW 003 menjadi sembilan RT. "Minggu dan Senin ada 200 keluarga mengungsi, sekarang 533 keluarga," katanya.
Di Jakarta Barat, kekacauan lalu lintas akibat banjir terjadi di persimpangan Jalan S Parman-Kyai Tapa-Daan Mogot, terutama di sekitar Universitas Trisakti dan Tarumanegara. Genangan membuat arus kendaraan dari arah Jalan Latumenten macet di atas jalan layang.
Di Kota Tangerang Selatan dan Kota Depok, mayoritas lokasi tergenang disebabkan buruknya drainase. Di Tangsel, banjir di Kelurahan Pondok Kacang Timur, Pondok Aren, tepatnya di Pondok Kacang Prima, Pondok Maharta, dan Kampung Bulak. Di Kecamatan Ciputat, banjir di Kelurahan Jombang, tepatnya di perumahan Bintaro Indah, Kampung Rawa Lele dan Kampung Masjid. Di Kecamatan Pamulang, banjir di antaranya di Perumahan Reni Jaya dan Winata Harja.
Di Perumahan Bintaro Indah, ketinggian air sekitar 50 cm menggenangi 400 rumah. Ketua RW 022 Rusdi Dahlan mengatakan, banjir disebabkan meluapnya saluran air Sungai Perigi. Meski ditanggul, ketinggian air melampaui. "Kami butuh bantuan pompa untuk menyedot air ke saluran," kata Rusdi.
Lebih rendah
Berdasarkan data BMKG, dibandingkan saat banjir besar melanda Jakarta sebelumnya, curah hujan kali ini tergolong lebih rendah. Rekor curah hujan tertinggi di Jakarta terjadi 5 Januari 1988 mencapai 356 mm per hari, lalu 340 mm per hari pada 2 Februari 2007.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyebut, faktor cuaca bukan dominan memicu banjir kali ini, mengingat curah hujan relatif rendah. "Dari citra satelit Landsat tahun 1990 hingga 2016, permukiman di Jabodetabek berkembang luar biasa. Permukiman nyaris menyatu antara wilayah hulu, tengah, dan hilir di sepanjang daerah aliran sungai," katanya.
(IRE/JOG/AIK/DEA/UTI/PIN/WIN/RTS/HLN)