Angkutan umum bemo yang sampai sekitar akhir tahun 1980 masih berjaya di beberapa kota, seperti Jakarta dan Bogor, kini semakin terpinggirkan. Sekadar contoh, kendaraan beroda tiga itu di Jakarta tahun 1971 jumlahnya sekitar 1.500 (Kompas, Senin 28 Maret 1971, halaman 5). Namun, akhir 1980-an, menyusut tinggal ratusan unit. Selain itu, jarak rute bemo pun terbatas, antara 2,5 kilometer dan 6 kilometer.
Bemo bisa ditemukan antara lain di kawasan Karet-Bendungan Hilir-Tanah Abang, juga di Salemba-Senen, Jakarta. Setali tiga uang, bemo yang menjadi angkutan umum andalan di Bogor, Jawa Barat, sejak 1962-an digantikan angkutan kota (angkot) beroda empat. Alhasil dari 1.100 unit, sampai awal 1990-an tinggal 123 unit. Di Kota Medan, Sumatera Utara, bemo yang beroperasi sejak 1965 dan menjadi cikal bakal koperasi angkot Medan pun hanya tinggal sekitar 500 unit.
Pemerintah daerah umumnya beralasan, bemo tidak lagi layak menjadi angkot karena usianya yang uzur. Suku cadang bemo juga tidak lagi tersedia sehingga pemilik hanya melakukan "tambal sulam" untuk memperbaiki kerusakan kendaraannya. Bahkan di Kota Solo, Jawa Tengah, mulai tahun 1979 sang wali kota, saat itu Sumari Wongsopawiro, tegas melarang bemo menjadi angkot. Sebagai gantinya, 34 orang dari 60 pemilik bemo diberi kredit untuk mengganti bemonya dengan kendaraan beroda empat.
Favorit
Meski sudah menjadi barang "antik", bemo selama puluhan tahun melayani mobilitas warga kota. Banyak cerita seputar bemo.
Begitu sempitnya ruang gerak membuat penumpang bemo yang berkapasitas 6 orang di bagian belakang harus siap beradu dengkul atau menyerongkan kakinya. Satu tempat di samping sopir menjadi favorit karena penumpang tak beradu dengkul dengan orang lain.
Penumpang cukup sedikit berteriak untuk membuat sopir menghentikan mobilnya meskipun pada sebagian bemo ada tombol lampu di bagian atap yang bisa ditekan penumpang. Begitu tombol ditekan, lampu kecil berwarna merah di bagian pengemudi akan menyala.
Biasanya sopir bemo sekaligus pemiliknya. Di Bandung, Jawa Barat, tahun 1987, ada 1.432 bemo untuk melayani enam rute. Sebagian besar dikemudikan pemiliknya sendiri. Dalam sehari mereka bisa mengantongi sekitar Rp 10.000, tetapi jika disewakan, mereka hanya dapat Rp 5.000-Rp 6.000.
Hilir mudik dari pagi hingga malam hari membuat bemo menjadi salah satu sasaran penjahat. Misalnya, penumpang dari Surabaya, Jawa Timur, ditodong di dalam bemo oleh tiga "penumpang" lain di depan Stasiun Djakarta-Kota. Di Surabaya, saat melintasi Jalan Gemblongan, penjahat di dalam bemo mengancam dengan granat tangan.
Walaupun begitu, bemo tetaplah menjadi favorit warga. Pasalnya, tarif bemo relatif lebih murah. Untuk jarak sekitar 3 kilometer, tarif bemo Rp 300, lebih murah dibandingkan tarif bajaj, sekitar Rp 1.500. Sementara tarif bus dan mikrobus berkisar Rp 400-Rp 550.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.