logo Kompas.id
MetropolitanMenanti Peran Masyarakat dalam...
Iklan

Menanti Peran Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah

Oleh
· 4 menit baca

Pengelolaan sampah kota bukan hanya tugas pemerintah, melainkan juga kewajiban setiap warga kota dan swasta. Konsep itu sudah diketahui masyarakat. Namun, dalam praktiknya, pengelolaan sampah rumah tangga masih jauh dari realisasi.Produksi sampah di Ibu Kota tahun ini mencapai 7.000 ton. Volume sampah ini cenderung meningkat setiap tahun. Setiap hari, sampah diangkut 1.300 truk ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi. Namun, masih ada 400 ton-500 ton yang belum terangkut.Penyelenggaraan pengelolaan sampah, menurut Undang-Undang Sampah Nomor 18 Tahun 2008, dilakukan setiap orang; pengelola kawasan permukiman, komersial, dan industri; produsen, serta pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 Pasal 17 menegaskan, pihak-pihak tersebut juga bertanggung jawab terhadap pemilahan dan pengolahan sampah, sebagai bagian dari penanganan sampah. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sejak dua tahun terakhir, meningkatkan kinerja pengelolaan sampah dengan menambah jumlah TPS menjadi 300 unit yang tersebar di setiap RW. Selain itu, pemerintah tengah mengembangkan ruang kontrol pengangkutan sampah di kantor dinas lingkungan hidup dan kebersihan. Sampai tahun lalu, sudah tiga TPS yang dilengkapi CCTV.Tidak hanya itu, petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) disiapkan. Pasukan oranye ini bertugas membersihkan sampah, saluran yang tersumbat, dan mengatasi jalan berlubang.Upaya pengelolaan sampah yang dilakukan Pemprov DKI mendapat apresiasi dari warga Ibu Kota. Sebanyak tujuh dari 10 responden jajak pendapat Kompas, Januari lalu, memberikan pujian atas kinerja pemerintah selama setahun terakhir itu.Sampah rumah tanggaSekitar 50 persen timbunan sampah bersumber dari rumah tangga, sisanya dari pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan fasilitas publik. Jika sampah rumah tangga ini bisa dikelola dengan baik, timbunan sampah di TPS ataupun TPST bisa berkurang signifikan.Sebenarnya, dari sisi pemahaman, masyarakat sudah tahu tugas tersebut. Separuh responden sudah menyebutkan, anggota keluargalah yang berkewajiban mengelola sampah rumah tangga. Masalahnya, mereka belum tahu bagaimana cara mengelola sampah. Ketidaktahuan itu terungkap dari pengakuan 64 persen responden. Kurangnya pengetahuan masyarakat itu bertolak belakang dengan upaya Pemprov DKI yang dalam setahun terakhir menyosialisasikan pengelolaan sampah, termasuk mengembangkan bank sampah sampai kelurahan.Bukan hanya tidak paham mengenai cara mengolah sampah, lebih dari separuh responden juga mengaku tidak pernah memisahkan sampah basah dan kering. Bisa jadi keengganan masyarakat memilah sampah dipengaruhi faktor teknis. Upaya pemisahan sampah dianggap percuma karena pada akhirnya sampah yang sudah terbagi dua itu akan tercampur dalam truk pengangkut.Selain itu, anggapan ingin segera membuang sampah keluar supaya rumah menjadi bersih juga menjadi alasan masyarakat malas mengolah sampah. Bentuk perilakuDi beberapa tempat, masih ditemukan masyarakat membuang sampah sembarangan, seperti di sungai, pinggir jalan, ataupun lahan kosong. Sanksi bagi pembuang sampah sembarangan sebenarnya sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Pemprov DKI Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah. Denda maksimal bagi mereka yang membuang sampah secara sembarangan adalah Rp 500.000. Bahkan, dalam akun resmi Instagram Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan DKI, pernah diberlakukan sanksi sosial bagi yang tak tertib membuang sampah. Warga yang membuang sampah sembarangan diminta menggunakan kalung bertulis "Saya bersalah membuang sampah sembarangan" dan dihukum memunguti sampah di sepanjang jalan. Namun, penerapan aturan itu tidak mudah. Kebiasaan membuang sampah pada tempatnya serta cara mengolah sampah, menurut 42 persen responden, harus ditanamkan sejak dini. Perilaku ini terkait kultur yang dibangun dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap individu yang sejak kecil diajarkan untuk lebih peduli terhadap proses daur ulang sampah nantinya setelah dewasa akan tumbuh kebiasaan membuang sampah secara benar.Meski demikian, masih ada sebagian kecil yang mulai mengelola sampah dalam lubang biopori dan menyerahkan sampah kering ke bank sampah. Pengolahan sampah rumah tangga juga dilakukan sejumlah kelompok penggiat lingkungan, seperti Kelompok Tani Lingkungan Hidup Sangga Buana, Jakarta Selatan; Bank Sampah Lagoa, Jakarta Utara; dan Komunitas Peduli Ciliwung, Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Namun, gerakan masyarakat itu masih berjalan parsial, belum menjadi gerakan bersama yang masif dan aktif untuk mengolah sampah. Sejumlah bank sampah di beberapa RW pun masih mengeluh kekurangan modal untuk membeli sampah. Pengelolaan sampah Jakarta memerlukan langkah terintegrasi dari hulu sampai hilir. Kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan pihak swasta sangat dibutuhkan untuk mewujudkan Jakarta yang bersih dari sampah. (Putri Arum Sari/Litbang Kompas)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000