JAKARTA, KOMPAS — Relawan pendukung yang mengatasnamakan dirinya Cinta Ahok (Cinhok) melaporkan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta Sumarno ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait dugaan pelanggaran kode etik pemilu, Kamis (16/3). Sumarno dilaporkan dengan dugaan melanggar Pasal 10 dan Pasal 14 Peraturan Bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.
Relawan pendukung Basuki-Djarot didampingi kuasa hukumnya datang ke kantor DKPP di Jalan MH Thamrin Nomor 14, Jakarta Pusat. Ketua Cinhok Yuliana Zahara Mega seusai melapor di DKPP mengatakan, ada keresahan di masyarakat, terutama pendukung paslon nomor 2 karena Sumarno dianggap tidak netral. Ketidaknetralan itu, lanjutnya, diperlihatkan saat Sumarno memasang foto profil aksi bela Islam jilid II 212. Hal itu sangat disayangkan secara etika karena Sumarno adalah penyelenggara pemilu. Seharusnya, Sumarno menjaga netralitas dan independensinya sebagai Ketua KPU. Selain itu, Sumarno juga dianggap menyambut calon gubernur nomor 3 Anies Baswedan saat pemungutan suara ulang di TPS 29 Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, 19 Februari lalu. Ketiga, saat rapat pleno penetapan tahapan putaran kedua, acara molor sekitar 25 menit karena dianggap menunggu paslon nomor 3 tiba di tempat acara.
“Soal pemasangan foto profil di Whatsapp itu, kita semua, kan, tahu ada kepentingan politik dari aksi itu. Seharusnya Sumarno sebagai penyelenggara pemilu menghindari itu karena akan memicu penggiringan opini masyarakat,” kata Yuliana.
Kuasa hukum Cinhok, Daya Perwira Dalimi, mengatakan, Sumarno diduga melanggar asas netralitas, proporsionalitas, profesionalitas yang diatur dalam Pasal 10 Huruf a, Pasal 10 Huruf b, dan Pasal 14 Huruf c Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggaraan Pemilu. Di Pasal 17 peraturan bersama itu juga disebutkan bahwa penyelenggara pemilu yang melanggar kode etik bisa dikenai sanksi teguran tertulis, pemberhentian sementara, dan pemberhentian tetap.
“Jadi, di sini kami melihat peraturan UU mengatur secara jelas KPU DKI wajib netral tidak memihak satu pihak dan menghindari kegiatan resmi atau tidak resmi yang berpotensi memicu konflik kepentingan,” ujar Daya.
Laporan tersebut sudah diterima DKPP dengan nomor pengaduan Nomor 119/N-P/L-DKPP/2017. Kuasa hukum berharap DKPP dapat memeriksa laporan tersebut serta memberikan sanksi dan teguran kepada Sumarno. Pada putaran kedua ini, Sumarno juga diharapkan dapat melaksanakan pekerjaannya lebih profesional dan netral dan dapat dijadikan pembelajaran politik untuk KPU DKI yang aman, tentram, dan netral.
“Kami serahkan sepenuhnya kewenangan kepada DKPP,” kata Daya.
Sementara itu, saat dimintai konfirmasi, Sumarno enggan menanggapi pelaporan terkait netralitas dan profesionalitasnya. Menurut dia, jika memang laporan itu layak untuk ditindaklanjuti, DKPP pasti akan memanggil dia. Sumarno mengonfimasi, pihaknya sudah berkali-kali menjelaskan pertemuan dirinya dengan Anies Baswedan di TPS 029 Kalibata saat pemungutan suara ulang tidak disengaja. Lagi pula, pertemuan itu tidak tertutup dan disaksikan banyak orang. Selain itu, pada saat rapat pleno penetapan putaran kedua Pilkada DKI Jakarta, Sumarno membantah acara telat karena dia sedang makan malam dengan Anies Baswedan. Ia mengaku hanya mengetahui informasi Anies sudah sampai di ruang VIP yang sudah disediakan oleh KPU. Sementara itu, Basuki yang sudah datang lebih awal berada di ruangan lain yang disewa tim relawan di hotel yang sama.
Adapun mengenai foto profil aksi bela Islam 212 di aplikasi Whatsapp, Sumarno mengatakan itu tidak terkait dengan independensi dan netralitas karena acara doa bersama itu juga dihari Presiden, Wakil Presiden, Panglima TNI, Kapolri, Menkopolhukam, dan jajaran pejabat negara lainnya.
(DEA)