logo Kompas.id
MetropolitanMaju Mundur Orang Kota
Iklan

Maju Mundur Orang Kota

Oleh
NELI TRIANA
· 3 menit baca

Terenyak, kaget, duh, ngerinya. Itu yang menyergap pikiran ketika ada kabar lift anjlok di Blok M Square, Jakarta Selatan, Jumat (17/3). Puluhan orang terluka, sebagian harus dioperasi karena patah kaki. Hasil penyelidikan polisi sementara menunjukkan ada indikasi keteledoran pihak pengelola gedung. Lift naas di gedung yang mulai beroperasi pertengahan 2008 itu dilaporkan sering rusak. Kelebihan muatan lift turut memicu kecelakaan. Melihat fakta itu, jelas ada keteledoran di penyedia lift dan penggunanya. Sungguh hal ini perlu diungkapkan lugas tanpa bermaksud menyalahkan atau tidak berempati kepada para korban. Coba lihat sekeliling kita, juga kita sendiri. Mungkin saja kita bagian dari warga kota yang biasa melanggar aturan. Dari tak memakai helm, bersepeda motor di jalur pejalan kaki, menerobos lampu merah, parkir mobil di trotoar, segala kesemrawutan di jalanan, sampai buang sampah sembarangan. Tidak masuk logika sebenarnya ketika pelanggaran banyak dilakukan oleh warga kota. Kota, apalagi kota besar seperti Jakarta, tingkat pendidikan, ekonomi, juga budayanya sering kali dinilai lebih tinggi dari desa. Jakarta, sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) 2017 menunjukkan laju pertumbuhan kota ini 5,85 persen sepanjang 2016. Laju pertumbuhan Jakarta itu melampaui angka nasional, yaitu 5,02 persen. Masih dari BPS, tepatnya di 2015, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jakarta mencapai 78,99, sementara angka nasional 69,55. Namun, fakta begitu mudahnya aturan dilanggar di keseharian, serasa menjungkirbalikkan semua nilai baik kota, khususnya Jakarta. Menarik menyimak pendapat filsuf Aristoteles yang hidup di Athena. Ibu kota Yunani itu kota besar pada masanya sekaligus pusat perdagangan dengan begitu banyak orang dari berbagai bangsa berkumpul di sana. Dalam bukunya Politics sekitar 4 abad sebelum masehi yang bisa dibaca ulang, antara lain, di The City Reader 6 Edition tahun 2016, Aristoteles menggambarkan penduduk kota memang tidak melulu mereka yang tinggal dalam kawasan tertentu yang dikatakan sebagai kota. Penduduk kota hanyalah mereka yang patuh hukum, yang memiliki kewajiban juga hak-hak tertentu, termasuk dalam berpolitik. Grant Oster dalam artikelnya Why Obey?: A Look at Plato and Aristotle tahun 2014 yang bisa diakses di laman Hankering for History pun mengingatkan kembali tentang perlunya kepatuhan terhadap hukum oleh semua lini masyarakat. Aristoteles, menurut Oster, meyakini bahwa sistem keadilan berjalan baik jika ada harmonisasi antara pemerintah dan warga. Arti bebasnya, kalau mau masyarakat kota patuh hukum, penguasa atau pemerintah harus memberi contoh yang benar. Namun, apa jadinya kalau ketimpangan hukum terus terjadi. Mulai dari kasus korupsi yang pelakunya dihukum ringan, artis pemicu kecelakaan perenggut banyak nyawa dibebaskan di pengadilan, sampai berulangnya lift anjlok memakan korban akibat longgarnya pengawasan pengelolaan gedung. Yang terjadi kemudian adalah terus berulangnya pelanggaran aturan dalam hal apa pun. Kemajuan kota sebatas laporan dalam bentuk angka-angka dan peringkat. Lupakanlah cita-cita kota dengan warganya yang taat hukum, yang beradab.

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000