logo Kompas.id
MetropolitanKerisauan Bang Ali nan Abadi
Iklan

Kerisauan Bang Ali nan Abadi

Oleh
· 4 menit baca

Setengah abad lalu, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin risau oleh kebakaran yang terus berulang di Ibu Kota. Tak hanya permukiman kumuh, tetapi juga mengancam bangunan modern yang baru tumbuh. Sarana dan prasarana serba terbatas, sementara ancaman tak kunjung surut.Sepanjang Januari hingga Oktober 1966, misalnya, 116 kebakaran terjadi di Jakarta. Brigade Pemadam Kebakaran, dinas pemadam kebakaran, mencatat, 1.299 rumah ludes dan 8.993 jiwa kehilangan tempat tinggal. Selain kompor, api sering dipicu oleh lampu minyak, listrik, rokok, dan obat nyamuk.Tahun 1967, Bang Ali, sapaan Ali Sadikin, mengajak swasta dan masyarakat terlibat mencegah dan menanggulangi kebakaran. Dia pun mengeluarkan instruksi. Koran ketika itu menulis begini, "Kebakaran jang hampir tiap kali berkobar di Djakarta merupakan bentjana jang harus dihadapi oleh seluruh masjarakat. Unit-unit pemadam jang kini ada di Ibu Kota masih sangat terbatas. Oleh karenanja semua potensi masjarakat jang ada harus ikut menanggulanginja".Namun, ancaman api tak pernah mati, termasuk ketika Jakarta mulai "sibuk" membangun tahun 1970-an. Dari kliping-kliping berita Kompas, angka kejadian yang terekam dinas pemadam kebakaran memang berfluktuasi, antara lain 168 kejadian tahun 1967 dan 124 kejadian tahun 1968. Namun, Jakarta tak pernah bebas dari bencana kebakaran.Jakarta yang tumbuh menuntut satuan pemadam kebakaran yang semakin tangguh dan peralatan mumpuni. Sayangnya, peningkatan mutu sarana-prasarana dan sumber daya manusia sering kali tertinggal langkah oleh pesatnya pembangunan. "Jika terjadi kebakaran di gedung-gedung bertingkat, kita cuma bisa nonton saja," kata Ali Sadikin, 6 Oktober 1972, menanggapi pertanyaan soal keterbatasan peralatan pemadam DKI Jakarta.Oleh karena itu, modernisasi alat pemadam kebakaran menjadi salah satu prioritas Ali Sadikin. Sejumlah mobil pemadam dibeli, termasuk unit pemadam yang mampu menjangkau ketinggian gedung 32-40 meter. Ali Sadikin juga merintis pusat pendidikan dan latihan dinas pemadam kebakaran di Ciracas, Jakarta Timur, yang diresmikan tahun 1977, untuk memperkuat pemadaman serta mengurangi risiko kebakaran.Belum usaiKini, lebih dari 40 tahun kemudian, ancaman kebakaran tak sirna, justru lebih nyata. Modernisasi peralatan pemadaman diyakini belum menjawab kebutuhan. Saat kebakaran melanda gedung apartemen dan perkantoran di Jalan S Parman, Tanjung Duren, Jakarta Barat, 9 November 2016, misalnya, pemadam hanya mampu menjangkau lantai 10 dari total 42 lantai bangunan baru itu. Angka kejadian tak bisa dibilang kecil. Selama kurun 1 Januari hingga 21 Desember 2016, misalnya, terjadi 1.139 kebakaran di Jakarta. Paling banyak melanda permukiman, yakni 343 bangunan rumah, serta dipicu korsleting listrik, yakni 836 kasus atau 73 persen dari total kejadian. Periode yang sama tahun 2015 juga relatif besar angkanya, yakni 1.582 kasus dengan 3.275 rumah terbakar.Kerugian materi ditaksir mencapai Rp 377 miliar (tahun 2015) dan Rp 212 miliar (2016) akibat kebakaran. Sementara korban tewas 22 orang (2015) dan 20 orang (2016). Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta Subejo menyatakan, fluktuasi kebakaran ikut dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Namun, dia meyakini kewaspadaan warga meningkat seiring waktu.Soal sarana-prasarana, kata Subejo, Pemprov DKI terus meningkatkan kemampuannya. Mobil pemadam yang dilengkapi dengan tangga (skylift), misalnya, sebagian di antaranya telah mampu menjangkau api di ketinggian 85 meter. Namun, kemampuannya tetap perlu dipacu seiring kian tingginya gedung pencakar langit Jakarta, sebagian gedung memiliki ketinggian lebih dari 200 meter. "(Pengelola) bangunan menengah tinggi perlu menerapkan self protective (swalindung) dengan memasang sistem proteksi kebakaran yang lengkap sehingga dapat melindungi bangunan dari bahaya kebakaran," ujarnya.Minim data teknisSoal jaminan keamanan gedung butuh komitmen pengelola dan pemerintah. Sayangnya, data teknis mitigasi bencana gedung tinggi di DKI masih buram, tersebar di beberapa instansi. Sejak 2015, penerbitan sertifikat laik fungsi (SLF) memang telah disatukan di bawah Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) yang merangkum rekomendasi dari instansi lain, termasuk soal keamanan terhadap risiko kebakaran. Namun, belum semua data kondisi gedung dimiliki pemerintah. Selain itu, pengawasan keselamatan pun terkendala. Dinas tenaga kerja, misalnya, kekurangan tenaga spesialis. Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta Priyono, jumlah pengawas spesialis kelistrikan dan pesawat angkut angkat (gondola, lift, eskalator), misalnya, hanya 17 orang. Padahal, ada ratusan gedung yang harus diawasi di seluruh DKI.Dengan kondisi itu, apakah penghuni Jakarta patut merasa aman dari risiko kebakaran atau lift jatuh? Jangan-jangan mereka terwarisi kerisauan Bang Ali. Kecemasan yang abadi.(Mukhamad Kurniawan)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000