logo Kompas.id
MetropolitanPungutan Liar Terjadi di...
Iklan

Pungutan Liar Terjadi di Sekolah Negeri

Oleh
· 3 menit baca

TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Lembaga Tangerang Public Transparency Watch (TRUTH) menemukan masih adanya praktik pungutan liar di beberapa sekolah negeri di Kota Tangerang Selatan. Orangtua siswa masih diminta membayar untuk beberapa hal, seperti saat seleksi masuk, membeli buku paket pelajaran sekolah, lembar kerja siswa, hingga untuk studi banding atau tur. Divisi Riset TRUTH, Oki Anda, Rabu (22/3), menyebutkan, penelitian dilakukan di 15 sekolah dengan pembagian 5 SD, 5 SMP, dan 5 SMA/SMK di Tangerang Selatan. Total ada 40 narasumber yang diwawancarai dalam penelitian tersebut.Hasilnya, hampir di setiap sekolah ditemukan adanya pungutan yang dilakukan sekolah. Padahal, hal itu telah ditanggung dana bantuan operasional sekolah (BOS) lewat APBN dan BOSDA (APBD). Komponen yang paling besar yaitu pembelian buku paket, lembar kerja siswa (LKS), dan penerimaan peserta didik baru (PPDB). Selain itu, ada juga komponen lain, seperti pembangunan/renovasi sekolah, perpisahan sekolah, dan daftar ulang. Ada juga pungutan yang dibebankan kepada orangtua siswa yang tidak ditanggung oleh BOS ataupun BOSDA. Dalam hal ini, kata Oki, seharusnya sekolah tidak boleh mewajibkan. Beberapa hal, seperti seragam sekolah, kegiatan kurban, studi banding, buku tahunan siswa, tes kecerdasan, dan peringatan hari besar, juga dibebankan kepada orangtua.Hingga jutaan rupiahBesaran pungutan itu juga tidak kecil. Untuk PPDB, misalnya, pungutan berkisar Rp 400.000 (tingkat SD) hingga Rp 5 juta (tingkat SMA/SMK). Padahal, PPDB seharusnya ditanggung dana BOS. Sementara pembelian buku paket, besarannya paling rendah Rp 200.000 (SD) hingga paling mahal Rp 1,8 juta (SMP). Selain itu, seragam sekolah yang sebenarnya bisa dibeli sendiri oleh orangtua siswa di luar sekolah diwajibkan untuk dibeli di sekolah dengan rentang harga Rp 260.000 hingga Rp 1,8 juta. Kegiatan kurban dan studi banding atau tur seharusnya bersifat sukarela dan tidak wajib, tetapi ditemukan bahwa siswa diwajibkan mengikuti studi banding dengan membayar Rp 200.000 hingga Rp 2 juta. Oki mengatakan, dengan program BOS dan BOSDA untuk tingkat SD dan SMP, seharusnya siswa tak lagi dibebankan berbagai biaya tambahan. "Apalagi janji yang digembar-gemborkan Pemerintah Kota Tangerang Selatan adalah pendidikan gratis," ujarnya. Karena itu, dengan hasil survei ini, TRUTH mendorong Pemkot Tangerang Selatan mewajibkan sekolah melaporkan anggaran secara terbuka. Komite sekolah juga wajib dilibatkan dalam setiap pembuatan kebijakan dan pengawasan proses pendidikan, termasuk pengelolaan dana. Ditemui secara terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan Taryono mengatakan, seharusnya pungutan-pungutan itu tidak diperbolehkan, terutama untuk hal-hal yang sudah ditanggung BOS dan BOSDA. Karena itu, ia mempersilakan warga yang merasa dibebani dengan berbagai pungutan yang seharusnya tidak perlu untuk melaporkan sekolah yang melakukannya."Selain biaya operasional, pengadaan buku paket telah dibiayai oleh BOSDA. Sekolah juga dilarang menjual LKS. Perawatan gedung dan kantor guru juga sudah dibiayai oleh BOSDA. Namun, orangtua siswa yang ingin menyumbang secara sukarela diperbolehkan. Prinsipnya, sekolah tidak boleh mewajibkan atau memaksa," kata Taryono.Ia mengungkapkan, tidak boleh terjadi anggaran ganda dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal-hal yang sudah dibiayai BOS dan BOSDA tidak lagi boleh dimintakan kepada orangtua siswa. (UTI)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000