logo Kompas.id
MetropolitanTak Cukup Deklarasi Damai
Iklan

Tak Cukup Deklarasi Damai

Oleh
· 4 menit baca

BOGOR, KOMPAS — Pengemudi ojek daring dan angkot di Bogor sepakat untuk saling menghormati dan menghindari bentrok lagi. Deklarasi damai yang dicetuskan kedua pihak ini masih perlu ditindaklanjuti dengan regulasi yang memastikan kedua pihak bisa mendapatkan haknya.Deklarasi damai dicetuskan di Balai Kota Bogor, Kamis (23/3) siang. Pengemudi ojek dan angkot sepakat untuk sama-sama saling menghormati dalam mencari nafkah di jalan-jalan Bogor.Seusai mengikuti deklarasi, Johan Wirawan (37), warga Ciomas yang sudah setahun lebih menjadi pengemudi ojek daring, menuturkan, keberadaan ojek daring tidak merebut penumpang angkot karena pengguna ojek daring adalah orang-orang tertentu yang paham teknologi informasi atau kepepet waktu."Keributan belakangan ini semata-mata karena kesalahpahaman. Yang pakai ojek daring kalangan terbatas. Masyarakat banyak masih bergantung pada angkot. Angkot di Bogor itu puluhan ribu unit, tidak mungkin kalah oleh ojek daring," kata Johan.Haji (59), warga Batutulis, Kota Bogor, yang juga pengemudi dan pemilik angkot 02, mengatakan, para pengemudi angkot tidak masalah dengan kehadiran mobil atau ojek daring. "Yang penting, jangan mengganggu rute pengambilan sewa (penumpang). Misalnya, di depan BJB di Jalan Kapten Muslihat, mereka bergerombol. Ini mengganggu angkot yang mau ambil calon penumpang. Pokoknya ini saja, jangan ambil penumpang di tempat biasa angkot dapat penumpang," kata Haji.Nadia (20) dan Mala (21), dua mahasiswi asal Jakarta yang tengah magang kerja di Kota Bogor, mengatakan, ongkos angkot di Kota Bogor lebih murah daripada ongkos ojek daring. Misalnya, ongkos ojek dari Balai Kota di Jalan Ir Juanda, Kota Bogor, ke Pasar Cibinong di Kabupaten Bogor, sejauh 20 kilometer lebih Rp 40.000. Ongkos angkot hanya Rp 9.000. "Cuma perlu ganti angkot dua kali. Dari sini naik angkot nomor 9, ongkosnya Rp 4.000 sampai Jalan Baru. Dari situ ganti lagi angkot nomor 8 sampai Pasar Cibinong, ongkosnya Rp 5.000. Saya ke mana-mana naik angkot. Kalau terburu-buru, baru naik ojek daring. Soalnya, angkot suka ngetem dan berhenti begitu ngeliat orang berdiri di jalan atau jalan keluar gang," kata Mala.Butuh aturanDi Cibinong, Kabupaten Bogor, seusai rapat koordinasi tertutup, Bupati Bogor Nurhayanti menjelaskan, Bupati dan Wali Kota Bogor bertanggung jawab menjaga wilayah Bogor dan mengawal kesepakatan antara pengemudi angkot dan ojek daring. Sementara itu, peraturan yang sah terkait operasional jasa transportasi berbasis aplikasi juga dibutuhkan."Besok kami akan menindaklanjuti dengan bertemu Direktur Jenderal Perhubungan Darat. Semoga menghasilkan langkah konkret yang dapat diimplementasikan di daerah. Kami, Bupati dan Wali Kota, bertanggung jawab agar kondisi stabil kembali, dan tidak ada yang dirugikan, tidak ada yang dilarang. Keberadaan jasa transportasi baru ini juga ditata dan diatur. Pengaturannya harus jelas agar tidak terjadi lagi gesekan antara angkot dan ojek daring," kata Nurhayanti.Wali Kota Bima Arya menambahkan, saat ini pihaknya memasuki fase merumuskan aturan-aturan. Selama ini, belum ada aturan yang valid, sah. Kesepakatan informalnya sedang dibangun dan mulai disusun. Jumat siang ini akan ditajamkan lagi, dengan mengundang semua pihak, seperti dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, dan pengelola jasa transportasi daring. "Di situ nanti ada kesepakatan yang lebih detail, termasuk untuk roda dua (ojek) daring. Harus ada terobosan terkait pembatasan, jangkauan pelayanan, tarif, dan hal lain untuk membuat kondusif dalam mereka berusaha," tutur Bima. Badan hukumKepala Dinas Perhubungan Kota Depok, Gandara, Kamis, mengakui, harus ada keseimbangan penegakan aturan antara angkutan daring dan angkutan umum konvensional. Salah satu ketentuan dalam revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 adalah kewajiban angkutan daring untuk berbadan hukum.Di Depok, masih banyak angkutan kota yang belum berbadan hukum meski hal itu sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014. Gandara menyebutkan, dari 2.880 angkutan kota yang terdaftar ada di Kota Depok, baru sekitar 1.000 unit yang sudah tergabung dalam badan hukum. (RTS/UTI)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000