logo Kompas.id
MetropolitanIntegrasi Antarmoda untuk...
Iklan

Integrasi Antarmoda untuk Kelangsungan Bisnis

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Integrasi antarmoda, baik secara manajemen usaha ataupun rute, menjadi kunci pelayanan transportasi publik. Ini mendesak untuk menjamin kelangsungan bisnis transportasi konvensional.Demikian sebagian sorotan para pembicara dalam Dialog Publik Integrasi Transportasi di Hotel Sofyan, Jakarta, Senin (3/4). Dialog yang difasilitasi tim pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Anies Baswedan-Sandiaga Uno itu menghadirkan sejumlah pembicara, di antaranya Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan, pengamat transportasi Darmaningtyas, dan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana. Dalam diskusi itu, Shafruhan menyoroti bisnis angkutan umum berbasis bus sedang dan kecil yang mulai menghilang dari Jakarta. Dari sekitar 6.000 bus yang sebelumnya beroperasi di Jakarta, saat ini jumlah yang masih aktif hanya 2.000 bus. "Pengusaha bus tidak sanggup lolos lelang di LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah)," katanya.Lolos ujinya perusahaan bus di LKPP salah satu syarat untuk bergabung dengan PT Transjakarta. Namun, hal tersebut tidak menjamin bakal terus berlanjutnya kontrak operasional. Shafruhan menambahkan, ini terjadi dengan angkutan perbatasan terintegrasi bus transjakarta (APTB) yang mulai menghilang. "Tahun lalu APTB hilang dari peredaran," katanya. Shafruhan juga menyoroti kerja sama Koperasi Wahana Kalpika (KWK) dan PT Transjakarta sebagai praktik moda transportasi terintegrasi yang peresmiannya dilakukan pada hari yang sama. "Dasar hukum untuk menyewa itu apa karena pakai dana APBD," kata Shafruhan soal layanan gratis KWK menyusul kontrak sewa delapan jam sehari oleh PT Transjakarta. Darmaningtyas menyoroti perihal sejumlah konsorsium pengelola angkutan umum yang sebelumnya bekerja sama dengan PT Transjakarta dan kini bubar menyusul tidak ada lagi kontrak kerja. Sejumlah konsorsium dimaksud adalah PT Trans Batavia, PT JTM (Jakarta Trans Metropolitan), PT JET (Jakarta Express Transport), dan PT JMT (Jakarta Mega Trans). "Semua konsorsium ini bubar karena kontraknya bubar," katanya. Padahal, kata Darmaningtyas, sejumlah konsorsium itu peletak dasar sistem transportasi di Jakarta. Ia menggarisbawahi, pendekatan saat ini yang cenderung mematikan operator lain cenderung tidak bijak. Yang mestinya dilakukan adalah melakukan integrasi terkait kelembagaan dan pendanaan sistem transportasi publik di Jakarta. Di dalamnya tercakup integrasi fisik, koridor, waktu perjalanan, kendaraan pengumpan, yang mesti disesuaikan dengan jadwal perjalanan transjakarta."Integrasi itu terjadi ketika perpindahan (antarmoda) tidak perlu terlalu jauh dan tidak perlu menunggu lama," kata Darmaningtyas. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana menyoroti sejumlah kelemahan pengelolaan transportasi publik saat ini. Di antaranya sembilan kelembagaan urusan transportasi yang belum terkoordinasi, pembatasan penggunaan kendaraan pribadi yang belum juga terjadi, cenderung tidak adilnya kebijakan subsidi angkutan umum, pengutamaan infrastruktur jalan ketimbang sistem transportasi massal, serta belum terintegrasinya transportasi publik dan kawasan perumahan. Anies menyoroti tentang pentingnya mengimplementasikan sistem transportasi yang berkelanjutan dan berkeadilan. (INK)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000