logo Kompas.id
MetropolitanMereka Meminta Anies Teruskan ...
Iklan

Mereka Meminta Anies Teruskan Ketegasan Basuki

Oleh
· 5 menit baca

Sosok-sosok pekerja andalan yang beberapa tahun terakhir menjadi pahlawan perawat lingkungan Ibu Kota berusaha tetap percaya diri. Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum, terutama yang masih berstatus pegawai harian lepas (PHL) itu, sungguh berharap gubernur baru tak membuat mereka kehilangan mata pencariannya. Riawati (45), misalnya, petugas PPSU Kelurahan Gelora, Jakarta Pusat. Penghasilannya yang tahun ini Rp 3,3 juta per bulan digunakan untuk biaya kuliah anaknya di perguruan tinggi swasta, membayar kontrakan Rp 750.000 per bulan, transportasi sekitar Rp 500.000, dan keperluan lain.Demi pekerjaannya itu, ia berangkat dari rumahnya di Condet, Jakarta Timur, setiap pukul 04.30. "Saya naik kopaja tiga kali ganti soalnya pagi belum ada transjakarta. Baru sorenya naik transjakarta," katanya saat ditemui tengah menyapu dan membersihkan tanaman pinggir jalan di Gelora, Kamis (20/4). Baru sekitar tiga tahun ini ibu dua anak yang sudah 10 tahun menjanda itu mengecap penghasilan setara upah minimum provinsi. Sebelumnya, ia bekerja sebagai tukang bersih- bersih berpenghasilan Rp 2 juta per bulan. Saat ini, ia menjadi PHL Suku Dinas Kebersihan Jakarta Pusat. Lima bulan ini, ia bertugas di Gelora.Dengan penghasilan yang membaik itu, ia berharap anaknya yang kuliah memperoleh penghidupan lebih baik darinya dan dapat bekerja menjadi karyawan atau pegawai kantoran. Sebaliknya, Hartanto (26), anak bungsu dari delapan bersaudara, menggantungkan penghasilan PPSU di Kelurahan Gelora untuk merawat ibundanya, S Hartati (73), yang sudah tak mungkin bekerja lagi. Dulunya, sang ibu berjualan makanan dengan gerobak keliling. Kerja keras belasan tahun membuat sang ibu menderita peradangan sendi sehingga terpaksa berhenti berjualan beberapa tahun lalu.Lulusan SMK jurusan akuntansi itu sangat membutuhkan pekerjaan ini. "Jakarta sulit pekerjaan, apalagi untuk lulusan SMK. Saya sudah dua kali ganti pekerjaan sebelum menjadi PPSU," kata Hartanto. Tunjangan rumahSelama menjadi PPSU, ia melakukan berbagai hal yang sebelumnya tak terpikirkan. Saat hujan deras, dengan jas hujan ia harus membersihkan selokan untuk mencegah banjir. Tak ada beban saat melakukannya, justru ia merasakan kebanggaan. "PPSU ini, kan, sudah jadi ikon Jakarta. Pekerjaan kami tak hanya untuk kebaikan sekelompok kecil orang, tetapi seluruh warga Jakarta. Dulu yang banjir jadi enggak sering banjir lagi. Yang dulu kotor juga sudah lebih bersih," katanya.Ia tak terlalu cemas program itu akan dihapus sebab ia meyakini janji pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno tak akan menghapus program itu.Muskarim (49), kepala kelompok PPSU Kelurahan Palmerah, Jakarta Barat, yang ditemui terpisah, kemarin, mengatakan, upah dan fasilitas kesehatan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan telah membuat tingkat kesejahteraan petugas lapangan PPSU meningkat.Meski demikian, ia dan anak buahnya masih berharap adanya tunjangan kredit rumah atau setidaknya biaya kontrak rumah. "Mudah-mudahan gubernur baru DKI, Pak Anies, mau menepati janjinya memberi keringanan kredit pemilikan rumah. Ya, kalau belum mungkin, berilah kami tunjangan kontrakan atau tunjangan kos," ujar Muskarim. Rekan-rekan di lingkungannya bekerja mulai pukul 07.00 sampai pukul 13.00. Jam kerja itu, menurut mereka, tak berat. "Kalau ada tunjangan tempat tinggal tetapi jam kerja kami diperpanjang, kami siap kok," ujarnya.Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan DKI Isnawa Adji mengatakan, untuk personel di lingkungan dinasnya sedang diusahakan mendapat tunjangan tempat tinggal. Namun, yang di bawah lurah, kecil kemungkinan mendapat fasilitas itu. Dinas itu kini tengah menata dan menertibkan rumah susun dan asrama pegawai dengan harapan tersisa ruang bagi PHL. Selain itu, ada wacana membangun rusun khusus di TPST Bantar Gebang, Bekasi. AmanahDi luar masalah tempat tinggal hingga kepastian pekerjaan tak hilang, M Noor (39) tetap tegap dan percaya diri setiap kali mengantarkan anaknya bersekolah di sebuah sekolah menengah pertama. Tanpa malu, ia mengenakan rompi dan celana panjang oranye khas PHL dinas lingkungan hidup dan kebersihan. Dari seragam ini muncul istilah "pasukan oranye"."Dulu, anak saya meminta diberhentikan jauh dari sekolah, terus dia berjalan kaki. Sekarang, dia tak malu lagi," ujarnya saat beristirahat di tepi Kali Sunter di Rawa Badak Selatan, Jakarta Utara, kemarin. Namun, Noor kini bangga dengan pekerjaan membersihkan kali dan saluran dari sampah. Itu lantaran gaji bagi PHL dinas lingkungan hidup dan kebersihan pada masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama meningkat drastis. Noor, yang bekerja sejak Februari 2013, pernah jadi korban atasannya sendiri. Gaji Rp 2,1 juta per bulan kala itu disunat hingga tinggal Rp 700.000. Basuki geram dan menindak para penyunat seraya membenahi administrasi pengupahan PPSU. Standar UMP menjadi hak mereka dan penggajian transfer ke rekening bank petugas. Basuki lalu menjanjikan kenaikan gaji asal kali dan saluran di Ibu Kota bersih dari sampah. Noor dan kawan-kawan semangat dan rela lembur. Hasilnya, selubung sampah pada wajah Sunter pun tersibak. Kali-kali lain juga membaik. Janji ditepati, Noor kini menikmati gaji Rp 4,9 juta per bulan sejak Januari lalu. Noor bisa menyewa rumah kontrakan dua kamar yang bebas banjir. Ia juga mampu kredit sepeda motor.Ia berharap capaian bagus Basuki dapat diteruskan gubernur periode 2017-2022, Anies Baswedan, yang bakal dilantik Oktober mendatang. Ia meminta Anies berani tegas untuk kebaikan layaknya Basuki. (J Galuh Bimantara/Irene Sarwindaningrum/ Windoro Adi)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000