logo Kompas.id
MetropolitanPenggunaan Insinerator Masih...
Iklan

Penggunaan Insinerator Masih Menunggu Regulasi

Oleh
· 2 menit baca

TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Penggunaan insinerator untuk mengelola sampah di kota-kota besar masih menunggu regulasi pasca-pembatalan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah oleh Mahkamah Konstitusi. Sampah di perkotaan menjadi persoalan dengan semakin terbatasnya lahan.Sekretaris Umum Perkumpulan Pengusaha Pengelola Limbah Indonesia Sriwidayanto Kaderi, Kamis (27/4), mengatakan, beberapa daerah yang butuh penanganan sampah mendesak adalah Jakarta, Bandung, Bali, dan Palembang. Untuk menggunakan insinerator di wilayah-wilayah itu tidak cukup."Di Bantargebang, misalnya, jika dibangun pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSA) berkapasitas 2.000 ton per hari dengan jumlah sampah 15 juta ton, butuh waktu hingga 22 tahun untuk bisa menghabiskan sampah sebanyak itu dengan biaya yang tidak sedikit," ujarnya.Selain itu, biaya yang dibutuhkan untuk investasi insinerator sangat tinggi, Rp 1,2 triliun hingga Rp 1,3 triliun untuk kapasitas 1.000 ton. Namun, hingga kini, para pelaku pengelola limbah masih menunggu regulasi terkait penggunaan insinerator untuk PLTSA pasca-pembatalan Perpres No 18/2016. Head of Business Awina Sinergi Indonesia Siti Badriyah mengatakan, penggunaan insinerator dibutuhkan untuk memusnahkan limbah medis yang selama ini pengelolaannya diserahkan ke beberapa perusahaan besar, tetapi masih belum dapat menjangkau semua klinik, tempat praktik dokter dan bidan."Seharusnya limbah medis sudah diangkut per hari. Namun, banyak terjadi limbah medis harus menunggu hingga satu minggu. Padahal, limbah tersebut berpotensi menyebarkan penyakit, terutama hepatitis B. Limbah medis yang tidak segera dimusnahkan berpotensi disalahgunakan untuk obat atau vaksin palsu," kata Siti.Awina Sinergi Indonesia memperkenalkan insinerator untuk limbah medis berkapasitas 20 kilogram per jam, lebih ramah lingkungan dengan sistem cooling jacket dan cyclone dust sehingga tak ada asap dan tak mengganggu lingkungan sekitar. Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan Mukkodas Syuhada mengungkapkan, pembuatan PLTSA di Tangsel, khususnya di TPA Cipeucang, masih alternatif. Namun, kondisi di Tangsel belum memungkinkan karena dibutuhkan lahan seluas 15 hektar-20 hektar dan sampah 1.500 ton per hari agar dapat menghasilkan energi listrik sebesar 10 megawatt. Sementara produksi sampah di Tangsel saat ini rata-rata 880 ton per hari. (UTI)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000