logo Kompas.id
MetropolitanBudaya Kekerasan dan Kita yang...
Iklan

Budaya Kekerasan dan Kita yang Abai

Oleh
· 4 menit baca

Maraknya aksi kekerasan oleh berandal bermotor yang beranggotakan remaja usia belasan tahun meresahkan masyarakat di Jabodetabek belakangan ini. Aksi mereka memantik pertanyaan lebih jauh. Mengapa remaja yang sebagian besar masih mengenyam pendidikan SMP dan SMA ini berperilaku begitu brutal?Sejumlah aksi berandal bermotor di beberapa lokasi di sekitar Jakarta sempat terekam video dan menjadi viral di media sosial. Mereka membawa senjata tajam dan tak segan-segan melukai korbannya. Bahkan, anggota kelompok di Depok, Jawa Barat, memproduksi senjata tajam sendiri yang kemudian dipakai untuk menyerang lawan dan sebagian dijual.Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan menyebutkan, motif berandal itu melakukan kekerasan tidak hanya bentuk pencarian jati diri, tetapi juga memburu uang. Polda menangkap 28 berandal mulai dari yang terlibat tawuran, kasus pencurian dengan kekerasan, hingga penjualan senjata api (Kompas, 3/6).Kepala Polrestro Jakarta Timur Komisaris Besar Andry Wibowo menganggap berandal bermotor terbentuk karena kebutuhan identitas kelompok. Pembentukan kelompok lewat perekrutan aktif, meniru tayangan film, atau perpaduan keduanya. "Karena ini bagian dari kultur centeng, pemimpin berandal umumnya mereka yang punya nyali, nekat, tega, jago berantem," ujarnya (Kompas, 2/6).Kriminolog Universitas Indonesia, Kisnu Widagso, menilai, berandal bermotor biasanya terdiri atas para remaja yang merasa senasib sepenanggungan sehingga membentuk identitas kelompok. Aksi kejahatan yang mereka lakukan menunjukkan penyimpangan konstruksi nilai yang mereka anut, yakni mengedepankan budaya kekerasan. "Semakin kejam mereka justru mendapat tempat yang lebih baik di dalam geng tersebut. Ukuran hebat ini bisa jadi dari makin banyaknya mereka beraksi," ungkap Kisnu saat dihubungi, Kamis (8/6).Adapun kian maraknya geng motor yang muncul belakangan juga menunjukkan lingkungan masyarakat yang abai. Pembiaran dari lingkungan terdekat, seperti keluarga dan sekolah, membuat kenakalan remaja ini merajalela dan makin membahayakan. Pengajar Sosiologi Universitas Indonesia, Daisy Indira Yasmine, berpendapat serupa. Aksi kekerasan yang dilakukan kelompok remaja seperti berandal bermotor menunjukkan lemahnya sistem nilai yang berkembang di masyarakat secara luas hingga tingkat keluarga. Para berandal ini mengalami krisis moral karena tidak mendapatkan panduan dan bimbingan mengenai norma-norma yang seharusnya menjadi pijakan."Seharusnya energi anak-anak ini diarahkan untuk mengikuti kegiatan positif dan produktif. Pemerintah dan komunitas dapat mengadakan kegiatan tersebut dengan melibatkan para remaja di sekitar mereka," ujar Daisy. Butuh intervensi negaraKisnu menambahkan, jika keluarga dan sekolah tidak mampu mengedukasi anak-anak agar tidak menjadi berandal bermotor, negara perlu melakukan intervensi. Bentuk intervensi negara dapat berupa program-program yang memberikan pemahaman kepada masyarakat, terutama keluarga, mengenai pentingnya menanamkan nilai dan norma kepada anak-anak.Kehadiran negara semakin mendesak mengingat aksi kekerasan yang dilakukan berandal bermotor ini mengkhawatirkan. Beberapa kali tindakan mereka menyebabkan tewasnya warga, seperti di Jatiwaringin, Jakarta Timur, Minggu (21/5) silam. Dua hari kemudian, tujuh berandal bermotor dibekuk polisi bersama senjata tajam yang mereka gunakan untuk membacok korban.Tak heran keberingasan anak muda tersebut membuat polisi dan masyarakat geram. Saat merilis kasus berandal bermotor, akhir Mei lalu, Kepala Polrestro Bekasi Kota Komisaris Besar Hero Henrianto Bachtiar mengingatkan sebelas berandal bermotor Tambun 45 yang tertangkap. "Orang-orang macam kalian ini hanya punya tiga kemungkinan kalau terus begini, berakhir di penjara, di rumah sakit, atau di kuburan," ujar Hero dengan nada jengkel.Berandal bermotor ini dibekuk polisi setelah terdesak dan ditangkap warga karena membuat onar di Jatiwaringin, Pondok Gede. Mereka dijerat Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 karena kepemilikan senjata tajam.Karena kejahatan jalanan itu dianggap berbahaya dan meresahkan, kepolisian membentuk tim khusus untuk memberantas pelaku kejahatan jalanan, termasuk geng motor. Ada tim Jaguar yang dibentuk Polresta Depok, tim Alpha Plus di Polrestro Jakarta Pusat, tim Patriot di Polrestro Bekasi Kota, dan tim Cobra di Polrestro Bekasi Kabupaten.Upaya penegakan hukum yang tegas terhadap berandal bermotor ini tetap dibutuhkan untuk memberikan efek jera. Namun, kata Kisnu, hal ini tidak menyelesaikan akar masalah. Peran serta masyarakat dan pemerintah dibutuhkan untuk mengajak anak-anak muda menjauhi budaya kekerasan. Jika masyarakat dan pemerintah terus abai, kekerasan semacam ini akan terus bermunculan. (HARRY SUSILO)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000