logo Kompas.id
MetropolitanBemo Pasti Berlalu
Iklan

Bemo Pasti Berlalu

Oleh
Agus Hermawan
· 3 menit baca

Entah benar atau tidak, ada cerita, orang mendapat jodoh setelah naik bemo. Kendaraan yang kini sudah renta itu beredar di Jakarta sejak awal 1962. Bemo-singkatan dari becak (ber)motor-itu, di negara asalnya, Jepang, tidak dimaksudkan untuk mengangkut manusia, tetapi kendaraan barang. Di negeri asalnya, kendaraan yang diproduksi tahun 1957-an itu bergelar Daihatsu Midget alias Daihatsu kontet atau kerdil. Panjangnya kurang dari 3 meter (2,970 meter), lebar 1.3 meter, tingginya pun kurang dari 1,5 meter.Nah, karena tidak didesain untuk manusia, kendaraan itu di Indonesia dimodifikasi menjadi pengangkut manusia. Jadilah kendaraan mini itu bisa memuat delapan penumpang. Dua orang di depan: sopir dan satu penumpang. Enam penumpang berjejer tiga-tiga di setiap sisi. Di ruang belakang itulah para penumpang biasa beradu lutut. Dari situ beredar cerita, dari lutut turun ke hati sehingga banyak penumpang, konon, jadian.Bemo dimaksudkan untuk menggantikan becak saat Jakarta akan menyelenggarakan Ganefo (Games of the New Emerging Forces). Bemo kemudian menjadi "penduduk" Jakarta dan mengangkut warganya di banyak rute. Kepopuleran bemo sebagai pengganti becak pun menyebar: lincah, bisa menjangkau gang-gang sempit, serta lebih cepat daripada becak. Dinilai sangat praktis dan ongkos yang bersahabat, kehadirannya sebagai angkutan umum favorit dirasakan masyarakat pada era 60-an, 70-an, hingga awal 80-an.Berbeda dengan Ganefo yang tidak berumur panjang, bemo ternyata seperti immortal alias tidak mati-mati. Modernisasi yang terjadi di berbagai sektor Ibu Kota tidak lantas memusnahkannya. Bemo bertahan hidup dengan berbagai cara. Jika ada kerusakan mesin atau lainnya, bengkel bemo atau mekaniknya biasa tambal sulam alias kanibal suku cadang bemo atau mengakalinya dengan parts kendaraan lain.Dengan gaya survival seperti itu, bemo terus bertahan di Ibu Kota. Dia tidak tergantikan dengan kendaraan angkutan lainnya seperti bajaj dan turunannya, misalnya kancil. Bahkan, kini, di zaman taksi berbasis aplikasi pun, bemo bergerak lincah di beberapa kawasan Jakarta, seperti Mangga Dua, Grogol, Olimo, Bendungan Hilir, Karet, Buaran, dan Manggarai.Dirazia dan dikandangkanSeperti diwartakan Kompas (8/6), mulai 6 Juni, Dinas Perhubungan DKI Jakarta melarang (kembali) bemo beroperasi di Jakarta. Selain sudah tua dan ketinggalan zaman, bemo dinilai tidak ramah lingkungan, tidak memiliki surat, hingga berbahaya untuk dijadikan angkutan umum.Ketidaktuntasan pelarangan bemo hingga 11 tahun sejak 1996 itu bukan hanya ketidakkonsistenan Pemerintah Provinsi DKI menata angkutan umum. Sepertinya sudah jadi kebiasaan setiap program di Ibu Kota, selalu ada pihak yang berkepentingan memanfaatkannya untuk kepentingan bisnis. Dalam pelarangan bemo pun disebutkan, ada pihak yang menawarkan prototipe bemo listrik dan baterai yang ramah lingkungan.Hal yang sama terjadi saat pelarangan becak beroperasi di Ibu Kota, waktu zaman Gubernur DKI Jakarta dijabat Wiyogo Atmodarminto. Sejalan dengan pelarangan becak saat itu, bajaj-bajaj kemudian akan diarahkan menjadi penggantinya sebagai angkutan permukiman.Masih butuh jalan panjang untuk menghadirkan angkutan umum yang aman dan nyaman di Jakarta. Bemo pasti berlalu.

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000